Bab 1
Suara nyaring nada dering ponsel menembus samar-samar alam bawah sadar Kim Taehyung. Berguling di tempat tidur, tangannya memukul-mukul secara membabi buta di sepanjang meja samping tempat tidur untuk menemukannya. Begitu jari Taehyung menyentuh ponselnya, ia menyambarnya, ibu jarinya mengusap bar di layar dan membawa ke telinganya. "Ello?" Gumamnya setengah mengantuk.
"Tolong beritahu aku, kau tidak lupa hari apa ini?" Suara ayahnya menggelegar di telepon.
Sambil mengerang, Taehyung menarik dirinya ke posisi duduk di tempat tidur. Dia menempelkan ponsel ke telinganya kemudian dengan kasar mengusap kotoran dan rasa kantuk keluar dari mata birunya. "Selamat pagi untukmu juga, Pop."
"Aku bersumpah demi semua yang kudus bahwa jika kau mabuk pada saat pembaptisan cucu baptismu, aku pribadi akan memukul pantatmu!"
Kata-kata ayahnya seakan menyiram dirinya langsung terjaga. Melirik dari atas bahunya, ia melihat waktu pada jam digital. 09:00. Tiga jam sebelum ia diharapkan hadir di gereja Kristus Raja untuk acara pembaptisan cucu keponakannya. Meskipun dia bukanlah pilihan yang tepat untuk pekerjaan itu, entah bagaimana dia mau melakukannya demi keponakannya, Megan, meyakinkan dia untuk mengambil peran sebagai bapak baptis bayinya, Mason.
"Aku tidak mabuk, Pop. Aku hanya tidur larut malam. Sekarang hari sabtu, dan tidak semua orang dari kita memiliki tubuh yang disetel ke jam militer."
Ketika ayahnya mendengus sebagai tanda tidak setuju di ujung telepon, Taehyung membayangkan sebuah gambaran sempurna ayahnya yang hampir dapat dipastikan dalam keadaan marah. Dia hanya bisa mendengar ayahnya sedang mencengkeram ketat telepon nirkabel bersama postur tubuhnya yang tegak lurus seperti senapan dengan kepalanya berambut seputih salju yang mengguncang tanda setuju.
"Ya, aku hanya bisa membayangkan kau butuh istirahat setelah larut malam melakukan sesuatu hanya Tuhan yang tahu," gerutu Daehyun.
Sebuah seringaian melengkung di bibir Taehyung ketika ia memikirkan malam sebelumnya, petualangan R-rated (hanya untuk orang dewasa). Memikirkan kembali tidak membantu ereksi yang muncul pada pagi hari dan sudah mulai ingin berolahraga. "Dengar, aku sudah bangun, dan aku akan berada di sana untuk menjemputmu pada jam sebelas, dan kita akan memiliki waktu satu jam sebelum pelayanan. Oke?"
"Sebaiknya begitu."
"Dan merindukan perasaan bersalah yang lain? Aku tidak akan memimpikannya," kata Taehyung sebelum ia menutup telepon. Dia melemparkan telepon kembali ke meja nakas. Membenamkan kembali di balik selimut, ia kemudian meraup cewek pirang berkaki panjang yang telah menjadi teman tidur Friday Night-nya selama enam minggu terakhir.
"Apa kamu harus pergi?" Tanya Lydia sambil menguap.
"Belum," jawab Taehyung, mengular tangannya ke lekukan payudaranya.
Saat putingnya mengeras di bawah sentuhannya, Lydia mengerang dengan lembut. "Panggilan telepon tentang apa?"
Taehyung berhenti mencium punggung Lydia yang telanjang. "Hanya ayahku. Dia ingin memastikan aku sudah bangun dan sadar untuk anak baptisku yang akan di baptis hari ini."
Lydia mendengus. "Kau akan berada di gereja pada acara pembaptisan?"
"Yap, aku ayah baptis," jawabnya, menekan ereksinya ke pantat Lydia yang telanjang.
Sambil menggoda, Lydia bergoyang-goyang menjauhinya. "Kupikir wali baptis seharusnya menjadi panduan moral dan spiritual untuk anak-anak."
Taehyung tertawa. "Apakah kamu mencoba untuk mengatakan kalau aku akan menjadi pengaruh buruk bagi Mason?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Proposition Series
FanficThe Party *0.5 The Propositon *1 The Proposal *2 REMAKE VER.