Bab 9
Dua minggu kemudian
Setiap bagian terkecil dalam tubuh Jungkook mencoba tidak melirik lingkaran merah di kalender untuk keseratus kalinya. Haidnya sudah terlambat -dua hari, lebih tepatnya telat dua malam, tujuh belas jam dan lima puluh menit sampai ia tidak bisa tidur. Karena biasanya siklus menstruasinya selalu tepat waktu, ketegangan yang dialaminya semakin naik. Tentu saja, secara fisik untuk pertama kalinya mungkin hal ini membuatnya bahagia. Tapi mungkin juga karena tubuhnya sudah siap untuk menjadi seorang ibu dan Taehyung adalah seorang yang mirip Dewa Seks sehingga mereka melakukan itu dan langsung berhasil?
Jika melihat tanda mencolok pada tanggal yang dilingkari, itu tidak cukup untuk membuatnya berharap secara berlebihan, sekarang ini jantungnya selalu berdebar setiap ia melingkari satu tanggal. Dia bertanya-tanya mengapa ia merasa perlu untuk menandainya, mungkin tidak ada cara lain agar ia bisa melupakan hal yang paling penting itu. Karena hal itu sudah terpatri dan menempel di hati dan jiwanya Hari ini adalah peringatan dua tahun meninggal ibunya.
Tepat saat airmata kesedihan menusuk matanya, kepala Chaeyoung muncul dipintu. "Ayolah, girl. Aku akan membawamu makan siang."
Jungkook tersenyum. Dia tidak perlu repot-repot menyembunyikan fakta kalau dia menangis. Chaeyoung sudah tahu betapa pentingnya hari ini. Tahun lalu, ia menghujani Jungkook dengan alkohol dan coklat lalu menghabiskan malam dengan memeluknya di tempat tidur saat ia tidak bisa mengendalikan tangisannya. "Tawaranmu sangat manis, tapi sebenarnya, aku tidak keberatan tinggal di sini."
"Sahabat seperti apa aku ini jika meninggalkanmu di sini sendirian sepanjang hari ini."
"Semacam orang yang menghargai bagaimana aku selama dibawah tekanan, aku berusaha mematikan emosionalku dan menarik diri dari keluargaku dan teman-teman?" pinta Jungkook dengan penuh harap.
Chaeyoung mendengus. "Tidak, hal itu tidak akan terjadi. Kau butuh margarita sampai mabuk. Makanan yang sangat berlemak, dan desert berkalori yang dilapisi coklat. Dan dengan senang hati aku akan menyediakannya."
Jungkook tahu tidak ada gunanya berdebat dengan Chaeyoung. Selain itu dia benar-benar ingin keluar dari kantor dan mencoba untuk tidak memikirkan sesuatu untuk sementara waktu. Jadi dia bangkit dari kursinya dan tersenyum. "Baiklah. Jika kau yang membayar, aku akan makan, minum, dan bergembira!"
"Itu baru gadisku."
Ketika lift mereka mulai turun, Chaeyoung bertanya, "Kau tidak keberatan jika Nate bergabung dengan kita, kan?"
"Tentu saja tidak. Sudah lama sekali aku belum sempat melihatnya."
"Aku juga. Uh, aku sempat berpikir ingin berlari ke rumah sakit pada jam istirahat makan siang untuk melakukan seks kilat."
Jungkook memutar matanya. "Kau sangat mengerikan."
Ketika mereka tiba di restoran, Nate mendapatkan tempat yang sudah menunggu mereka. Dia bangkit dari kursinya dan memeluk Jungkook. "Bagaimana keadaanmu, Jungkookie?" tanyanya. Dia menahan diri untuk tidak tersenyum mendengar nama panggilan masa kecilnya yang diberikan oleh kakeknya dibibir Nate. Itu adalah salah satu kesenangan Yugyeom saat menggodanya dengan memanggil namanya seperti itu dan ketika dia memanggilnya seperti yang dilakukan Yugyeom, Nate pikir itu sangat lucu dan secara otomatis dia menirunya.
Untungnya, Jungkook tahu pertanyaan Nate berkaitan dengan peringatan meninggalnya ibunya, bukan mengenai haidnya yang terlambat. "Aku mulai bisa melaluinya. Beberapa hari ini lebih baik daripada kemarin-kemarin."
Dia mengangguk dan menepuk punggungnya. Saat ia kembali duduk, Chaeyoung menyikut Jungkook untuk duduk di samping Nate. Dia tahu Chaeyoung tidak ingin Jungkook duduk sendirian. "Tidak, tidak, sudah lama kalian hampir tidak saling bertemu," protes Jungkook.
"Lebih baik seperti ini. Aku bisa menatap langsung mata Nate yang duduk dihadapanku."
"Sebagian besar alasan dari semua itu untuk menjaga Chaeyoung yang biasanya menggodaku di bawah meja," jawab Nate, sambil mengedipkan mata.
Jungkook mencibir dan duduk disamping Nate. Chaeyoung duduk dengan santai diseberang mereka. Setelah pelayan pergi dengan membawa catatan pesanan minuman mereka, Jungkook merasakan rasa sakit yang menusuk di perutnya dan ia mencengkram menu lebih erat.
Chaeyoung langsung melihat penderitaannya. "Ada apa?"
Jungkook menyipitkan matanya sekilas kearah Nate lalu kembali ke Chaeyoung dan menggelengkan kepalanya. Itu hal terakhir yang dia inginkan untuk membahas masalah kewanitaannya didepan Nate – entah masalah pribadi atau bukan. Meskipun dia berarti lebih dari sekedar tunangannya Chaeyoung - dia adalah seorang teman yang baik dan dapat dipercaya – tapi tetap saja dia merasa terganggu untuk membahas masalah ini. "Oh tidak apa-apa."
"Sial, kau tidak kram, kan?"
Jungkook merasakan pipinya menghangat saat ia mencoba untuk bersembunyi dibalik menu. "Aku bilang tidak ada apa-apa."
Chaeyoung memutar matanya. "Oh, sialan, Kook. Nate tahu semua tentang vagina dan ovarium, jadi berhentilah berpura-pura malu di depannya."
"Aku tidak berpura-pura malu...aku benar-benar malu!" Jawab Jungkook.
Mengabaikan Jungkook, Chaeyoung menatap tajam Nate. "Kau tahu bagaimana Kook berhubungan seks dengan Taehyung agar bisa hamil?"
Nate mengangguk. "Well, sekarang haidnya sudah terlambat dua hari."
Jungkook menutup matanya, berharap lantai akan terbuka dan menelannya bulat-bulat. Nate berdeham, mencoba untuk meredakan ketegangan. "Jika kau kram, itu bisa menjadi pertanda baik. Kadang-kadang ketika implan telur menempel dinding rahim, kau akan mengalami nyeri dari sedang sampai berat mirip dengan kram saat menstruasi."
Chaeyoung tesenyum dengan berseri-seri ke arah Nate. "Sayang kau begitu seksi saat kau mengucapkan istilah medis itu."
Jungkook mendengus saat Nate membungkuk diatas meja dan memberikan ciuman yang lama pada Chaeyoung. "Kalian benar-benar memuakkan."
Begitu mereka berhenti berciuman, Jungkook tersenyum pada Nate. "Tapi terima kasih untuk informasinya. Aku berharap seperti itu."
"Begitu juga dengan aku. Kau akan menjadi seorang ibu yang luar biasa, Jungkookie, Tuhan tahu, kau pantas mendapatkan kebahagiaan," jawab Nate, sambil meremas tangan Jungkook.
"Terima kasih. Aku sangat menghargainya." Jawaban Jungkook disela oleh bunyi telepon di dalam dompetnya. Dia melirik ke arah pesan itu dan tersenyum.
Aku tidak tahu apakah kau masih mau berbicara padaku atau tidak, tapi aku memikirkanmu hari ini. Tidak seorangpun, selain ibuku sendiri, kau sangat berarti untukku. Ibuku selalu mencintai dan menerimaku apa adanya. Belum lagi dia pembuat kue chocolate chip terbaik yang pernah kumiliki! Aku mencintai dan merindukanmu, Jungkookie!
Itu dari Mingyu. Dia bahkan menggunakan nama panggilan akrabnya. Ketika dia akan membalas pesannya, Chaeyoung berdeham. Jungkook tersentak lalu menatap ke arahnya. "Maaf aku tidak berpikir--"
Chaeyoung memberi isyarat ke arah atas di balik bahu Jungkook. Ketika Jungkook berbalik, Mingyu berdiri dengan membawa karangan bunga lili - bunga favorit ibunya. Air mata Jungkook menetes saat ia langsung berdiri dari tempat duduknya dan memeluk leher Mingyu. "Ya Tuhan, aku tak percaya kau ada disini!"
"Aku senang kau memelukku, bukannya memukulku."
Saat Jungkook menarik dirinya, dia tertawa. "Kurasa aku meninggalkan sesuatu yang sangat buruk diantara kita ya?"
"Dude, kupikir aku hampir mati diantara kau dan pria itu – oh siapa ya namanya? seseorang yang berpikir aku adalah pacarmu dan akan menendang pantatku."
Chaeyoung mencibir. "Namanya Taehyung, tapi aku pikir kita bisa menghubungkan dia sebagai calon daddy bayi Jungkook."
Mata Mingyu melebar dan ia terhuyung mundur kebelakang. "Kau mendapatkan pria itu untuk menjadi donor sperma untukmu?"
Jungkook melemparkan tatapan membunuh ke arah Chae sebelum dia bertambah ngawur di tempat ini. "Tidak, persisnya tidak seperti itu." Dia memberi isyarat pada Mingyu untuk duduk.
"Kurasa kau perlu memesankan sesuatu dulu."
Mingyumelambaikan tangannya ke pelayan sebelum duduk. "Aku membutuhkan bir...sebenarnya, tolong bawakan aku satu pitcher!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Proposition Series
FanficThe Party *0.5 The Propositon *1 The Proposal *2 REMAKE VER.