Senja ini hujan, terbasahi kepalamu, terguyur jua ingatanmu.
Rahim hujan membuahi utaran waktu untuk mengintip nasibmu.
Rintiknya melukis masa lalu dan sekuntum rasa yang pernah mekar.
Terbayang tangan seseorang menutupi kepalamu agar tak terguyur hujan.
Merekat tubuhnya agar tak dingin oleh angin cuaca di tepi aspal.
Hingga sampai pada serambi asmara yang menghangatkan kalian.
Tercipta seutas cerita untuk menjadi berita kepada durjana.
Selaksa didekap semesta dengan bulir basahnya dan melodi jatuhnya.
Masih dipegang kepalamu oleh seorang itu untuk memastikan.
Tiada basah yang mampu membuatmu begitu sakit pada belaian tangan.
Seakan hanya dia yang mampu membasahi hatimu atas bahagia.
Duduk kamu pada bangku panjang yang siap manjakan lelahmu.
Tersandar dia pada tembok yang menampung kuyup pakaiannya.
Kau lihat dia sementara dan berharap hujan tak akan usai.
Namun semesta menyuruh kalian pulang dengan belaian matahari.
Perlahan kau kecewa pada semesta jua serambi asmara.
Terlangkahnya kaki sepasang masnusia yang bergandeng mesra.
Menyebabkan cipratan kenangan yang masuk ke kepala secara perlahan.
Hingga pada durjana kau masih menceritakan sepercik cipratan.
Tak kau lupakan hingga menyebabkan kelopak menjadi rentan.
Basah dan ruah matamu mengingat hal yang telah berlalu.
Berterima kasih engkau pada hujan yang mampu menciptakan manis.
Akan rintik bulir dan moleknya pandangan hingga harum wanginya.
Erat erat kau genggam dan menjadi sepucuk cerita untuk durjana.
~~~~~
Jakarta,
Des 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Diksi
PoetryPuisi tidak pernah selesai, sebab rasa tidak pernah usai. Percayalah, kelengkapan dari puisi ini ialah bagaimana kamu merasa bahwa kamu ada di dalamnya, maka kamu dan puisi ialah kelengkapan.