10

375 21 0
                                    

Seorang gadis dengan pakaian yang tak bisa dibilang sopan bertumpu pada body mobil. Gaun yang awalnya putih, kini ada bercak darah dan tanah. Nafasnya putus-putus.
Rambutnya berantakan bak diterjang puting beliung.
"Astaga. Di mana gelang ku." Paniknya kala mengangkat tangan hendak mengelap keringat di pelipisnya.
Bibirnya menipis sempurna. Ia edarkan pandangan ke sekitar yang terdapat banyak tergeletak tubuh-tubuh kekar tak berdaya.
Azz..gadis itu menghampiri tubuh-tubuh tak sadarkan diri itu dengan perlahan.
Gaunya sobek di beberapa bagian. Gelang pemberian Naga beberapa waktu yang lalu raib ntah kemana.
'huft..' Azz menghela nafas.
"Azzzz...!" seru seorang menghampiri yang ternyata Tim.
Dengan cepat ia lepas jaket dan menyampirkan pada bahu Azz.
"Kalo mau olahraga jangan sendirian bego." Omel Tim.
Sesaat ia pandangi Azz dari atas ke bawah.
"Loe ngapain pake kaya beginian?" Tim mengerutkan kening.
"Terus mereka?" Ia edarkan pandangan ke sekeliling.
"Bantuin nyari gelang. Glory white diamond." Azz kembali mencari.
"Hutang penjelasan loe Azz." Tim gemes.

---x---

Kebahagiaan  itu bukan sesuatu yang sederhana. Tapi juga bukan sesuatu yang rumit. Tak dapat dihitung dengan rumus. Bahkan tak dapat dengan pasti bila dijabarkan menurut arti harfiah. Begitulah setidaknya yang Azz ketahui.
Mengingat betapa apa yang telah dia lalui serta merta ia dapat rasakan, menjadikan ia sedikit banyak mengetahui arti kebahagiaan.
Tapi masih satu yang tak dia habis fikir, kenapa ia masih belum bisa mengetahui apa yang menjadi penjabaran, pengartian, pemahaman dari laki-laki.
Masih dipertengahan musim penghujan.
Di depan jendela kamar  Azz, ia menatap gerimis dari langit yang menyebarkan hawa dingin di sekujur tubuhnya.
Ia teringat kontrakan lamanya yang harus ia tinggalkan karena rengekan Setan Naga. Iyha. Iblis tampan itu merengek layaknya bayi yang kehilangan dot susunya. Bahkan mbak vie ,tetangga sebelah kamar kostnya sampai menyuruh Azz membawa bayi kingkong itu unyuk menyingkir dari kostan.
Dan lebih parahnya lagi, jrlmaan siluman itu
memaksa untuk tinggal bersama di apartemennya.

'Prang.tak.klotang.'

Azz mengernyitkan kening. Kemudian ia menghembuskan nafas lelah setelah mendengar rintihan seseorang.

"Reptil sialan..!!!" Samar ia mendengar umpatan Tim.
Azz menghampiri asal suara yang ternyata dari dapur.
"AZZZZ....tolong gue. Basmi uler kepala bodong ini..." Tim nangkring di atas meja bar.
Azz mengurut pangkal hidungnya.
"Dion....!" Azz memanggil Dion.
Aura gelap tiba-tiba Tim rasakan.
Tak lama tergopoh seorang laki-laki bertelanjang dada menghampiri Azz.
"Yes beib.." Dion melingkarkan Kedua lenganya di pinggang Azz.
"Singkirin tangan kamu!" Desis Azz.
"Ada Naga di belakang loe" Bisik Dion.
Azz melotot horor. Pasalnya, ini udah benar-benar perubahan lebih dari 276° dari rotasi perputaran kehidypan normalnya.
Kenapa apartemen Naga yang awalnya adem ayem lohjinawi ini mendadak jadi pasar para cogan gini. Pikiran Azz ngelantur.
Dion masih mesem-mesem memeluk Azz kala sebuah sentakan memisahkan keduanya.
Azz masih blank kala sebuah lengan berganti memeluknya posesif.
"Sekali lagi gue liet loe nyentuh Azz. Gue matiin loe." Desis Naga berbahaya.
Dion tersenyum miring.
"Hallo. Ada yang bisa ngebantu nyingkirin binatang ini??" Tim angkat bicara dari meja bar. Kontan semua menoleh Tim yang menatap jengah.
"Urusin piaraan loe!" Naga menyeret Azz keluar dapur.
Tim dan Dion berpandangan bingung. Kemudian Dion menghampiri ularnya dan menggendongnya keluar.
"Loe ngapain nangkring disitu?" Dan tiba-riba dateng.
Tim tersadar kemudian meloncat turun.
"Uler si Dion. Geli gue.!" Tim begidik meletakkan teplon yang ia gunakan untuk alat pelindung.
"Eh. Sayang. Kok pagi-pagi udah di sini aja." Tim memunguti kekacauan dapur.
"Numpang sarapan" Dan duduk di kursi.
"Duduk manis. Gue buatin sarapan!" Tim tersenyum manis.
Dan hanya memutar bola matanya.

----x----

Beberapa orang terkapar di pinggir lapangan lainya ada yang meluruskan kaki dengan nafas yang masih terengah-engah.
Sementara, seorang yang ukuran badanya paling mungil berdiri dengan nafas yang tak teratur. Kondisi tubuhnya sudah total sembuh. Dan ia balas dendam dengan olahraga gila-gilaan di samping bimbinganya yang padat merayap tapi kini tinggal menunggu si dosen bilang ya saja lebih sulit dari pada menulis puluhan lembar makalah polemik perpolitikan.
"Loe...gila..." Racau Dion.
"Astaga badan gue remuk" Tambah seorang cewek bule.
"Ga bisa bangun atas bawah gue." celetuk seorang yang mendapat decakan sebal dari beberapa rekanya.
Azz hanya menatap datar.
"Latihan selesai." Kata Azz kemudian beranjak ke arah samsak.
Dion menatap pergerakan Azz mulai dari langkah yang tak bersemangat, sampai aksinya membabi buta memukuli samsak seolah itu adalah target yang harus ia basmi.
"Dia kenapa?" Tanya seorang cowo.
Dion hanya mengedikan bahu.
"Udah..pada bubar sana.buruan pulang. Ntar mak loe pada nyariin!" perintah Dion yang langsung dipatuhi semua.
Sementara Dion sendiri menghampiri Azz yang masih memukuli samsak dengan emosi.
Pukulan terakhir, samsak tersebut lepas dari ring pengait.
"Wow...!" Dion Berdecak kagum.
"mau cerita?" Dion menyodorkan botol mineral.
"Hm." Jawab Azz ambigu.
"Oh iyha. Gue jadian ama Berta. Di jodohin" Curhat Dion.
"Ga nanya" Azz memejamkan mata.
"Kapan sih Azz loe itu peka?" Dion menoyor kepala Azz.
"Pulang." Azz berlalu.
Perasaan Azz srdang kacau. Di samping meregenerasi sistem tubuhnya, Azz juga melampiaskan segala kecamuk yang bercokol di hatinya.
"Ga jelas loe Azz." Dion mencak-mencak karena ditinggal sendiri.

AzzashyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang