16

336 17 0
                                    

Azz menyipitkan pandangan matanya. Keningnya berkerut tajam. Di hadapanya berdiri seorang pria dewasa berjas abu dengan kemeja yang 3 kancing teratasnya sengaja dilepas.
Anting di kedua telinganya menambah kesan badboy.
"Ayolah beib. Kita pulang. Sebentar juga tak masalah. Asal pria tua itu sudah menatapmu, itu sudah lebih dari cukup." Kata pria tadi yang ternyata adalah Sbastian.
"Om siapa?" Azz memasukan kedua tanganya ke kantong celana.
"Astaga. Kau melupakan ku." Tian tak percaya.
"Azz.... Om mu ini adalah yang paling ganteng. Kau melupakan ku begitu saja." Tian mengerang frustasi.
" ayah aku anak tunggal. Jadi aku ga punya Om." Azz cuek.
"Cih. Bedebah itu." Decih Tian.
"Udahlah Om Tian. Jangan ganggu aku lagi. Aku tak punya urusan lagi dengan kebangsawanan kalian lagi." Azz melangkah pergi.
"Azzashy Zathura. Satu langkah lagi kamu menjauh dari Om ,jangan harap kamu bisa lepas dari Om lagi." Gertak Tian.
Tapi Azz tak mengindahkan. Malah melambaikan tangan.
Tian yang melongo mengomando anak buahnya untuk menghentikan Azz.
Tak ayal perkelahian pun tak terelakan.
"Menyebalkan.." Gumam Azz disela-sela ia menangkis memukul menendang bahkan membanting orang-orang raksasa yang mengeroyoknya. Tapi wajah mulusnya tk kuput bogem dari tangan kasar sang bodyguard.
Tak lebih dari 10 menit, 5 bodyguard Tian tumbang di aspal.
Beberapa lebam bersarang di wajah Azz.
"Apa kau juga ingin ku patahkan leher berhargamu itu!" Sinis Azz.
Tian hanya menggeleng.
Sejujurnya ia masih syok. Terbentuk dari apa sosok di hadapanya ini yang tengah terengah mengatur nafas.
"Waaow.." Tian menganga. Hanya itu yang ia ucapkan.
Lama dalam keheningan membiarka Azz mengumpulkan oksigen.
"Apa yang tua bangka itu ajarkan padamu sungguh mengagumkann." Tian mendekati Azz.
"Mungkin Aero akan sanggat bahagia jika bisa menyaksika tumbuh kembang putri sehebat dirimu." Kata Tian sendu.
Azz mendongak menatap Tian dengan tatapaan kosong. Dadanya terasa membuncah.
"Aa......ayah" gumam lirih Azz hingga air mata perlahan menetes mengaliri pipi lebamnya.

---x---

"Auch. Astaga. Sayang. Pelann-pelan." Tim ngilu sendiri.
Dan berdecak.
"Eh babi. Ini Azz yang bonyok  aja diam aja. Kenapa loe yang liet bacotan gitu." Sewot Dan kearah Tim.
Tim hanya meringis.
"Lenapa bisa gitu sih Azz?" Tim angkat bicara.
"Uji ketahanan." Jawab Azz.
Dan hanya menghela nafas.
"Aku balik." Azz beranjak dirasa lukanya sudah diobati.
"Kemana. Azz hei." Teriakan Tim tak Azz gubris.
"Gue khawatir ama Azz." cetus Dan.
"Dia anak yang tangguh" jawab Tim menggeser duduknya. Memainkan rambut Dan.
"Tapi dia butuh. Aaach." desah Dan kala merasakan remasan lembut di dadanya.
Darahnya berdesir menerima perlakuan Tim.
"Jangan pake rok ini lagi lain kali." bisik Tim sembari mengecupi leher jenjang Dan.
Dan hanya bisa menggeliat sesekali mendesah merasakan tangan Tim yang sudah menjalar di bagian bawah tubuhnya.
Hari ini Dan memang menggunakan rok sejengkal diatas lututnya.
Sudah sejak Dan datang sebenarnya junior Tim tegang, ingin segera dipuaskan. Tapi kedatangan Azz dengan segala kebabak beluranya menunda hasrat Tim.
"Gue pingin loe. teriakin nama gue. Berkeringat dibawah gue sekarang sayang." Tim menggendong Dan menuju kamar. Ingin segera menuntaskan hasratnya. Dan malam itu pun mereka isi dengan adegan-adegan panas yang membuat ukiran senyum diantara keduanya tak luntur.

---x----

Sebenarnya Azz cepat-cepat pergi karena saat baru masuk apartemen Tim, ia dapat chat dari Romeo katanya Rama ngamuk. Uring-uringan.

Tak biasanya. Itu pikiran Azz pertama kali kala membaca chat Romeo.

Sekarang ia dalam perjalanan menuju rumah Rama.
Di halaman sudah ada beberapa kendaraan.
Setelah memarkirkan motornya, Azz segera masuk rumah yang pintunya terbuka itu.
"Kenapa?" Tanya Azz kala sudah duduk si samping Rama yang menyenderkan kepala di sofa.
"Rafis. Bajingan itu. Dia hampir ngerusak Megy." Rama garang. Cowok kalem itu berubah jadi singa beranak.
"Mana Megy?" Tanya Azz.
"Istirahat. Tadi abis d kasih obat Dr. J." jawab Rama.
Azz menghela nafas.
"Jangan mampusin dulu orangnya. Aku belum kasih pelajaran" kata Azz ikutan menyenderkan kepala.
Rama menoleh. Baru sadar kalo wajah Azz babakbelur.
"Loe abis berantrm ama siapa? Ancur banget." Romeo menyela sebelum Rama huka suara.
"Anak buah Om Tian." jawab Azz.
"Oh iyha. Kemarin dia nemuin gue. Nyariin loe." Rama berubah gesrek.
"Gila yha Om loe itu. Ganteng-ganteng. Udah tua. Mapan. Ndak juga kawin-kawin." mood Rama berubah drastis.
Azz hanya menoleh malas pada Rama.
Sementara Romeo geleng-gelenh kepala saja.
"Kalo gue punya kakak cewek pasti udah gue comblangin tuh ama Om loe." Tambahnya lagi.
"Serah loe Ram." Azz beranjak.
"Kamana eh... Azz.." Tanya Rama.
"Olahraga bentar." Seru Azz tanpa repot menoleh.
Rama hanya melongo.
"Semoga aja tu bocah ga langsung mampus di tangan Azz" kata Romeo.
Tanpa kata Rama beranjak menuju kamar dimana Megy terlelap.

AzzashyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang