CHAPTER ONE

405 19 55
                                    

'Yang biru, Kak!'

'Iya, ini. Hati-hati, ya, bawanya.'

Suasana sebuah rumah sederhana, namun besar, dekat Taman Kota sungguh ramai dan hangat di malam Desember yang dingin. Suara tawa riang anak-anak yang kerasnya mengalahkan suara hujan yang sedang turun terdengar dari ruang tamu. Ruang tamunya hanya diterangi api dari perapian yang cukup untuk memberi kesan hangat dan damai. Tampak seorang laki-laki kecil, dengan rambut jabrik dan putih, yang membawa sebuah kotak kardus. Kardus tersebut berisi ornamen-ornamen berkilau warna biru. 'Kak, ayo,' panggilnya dengan riang kepada kakaknya, 'ada bagian pohonnya yang aku nggak sampai.'

'Iya, Rion, sebentar ya,' sahut seorang perempuan kecil, 'Kakak mau siapkan lampunya dulu.' Seperti adiknya, rambutnya juga putih. Matanya besar berwarna biru laut. Sekardus gulungan lampu duduk di hadapannya, menunggu agar segera dililitkan dengan lembut ke dahan-dahan Pohon Natal. Rion, sang anak laki-laki, memainkan ornamen-ornamen yang dijaganya sejak tadi sambil menunggu kakaknya, yang sedang berusaha mengakali cara melepas gulungan lampu agar tidak kusut.

'Oi, rubah bego!' Suara seorang anak laki-laki melintasi telinga mereka berdua, 'ternyata masih ada hal yang tak bisa kau lakukan. Sini, biar aku saja!' Anak laki-laki tersebut juga kecil, namun paling tinggi di antara mereka. Rambutnya berwarna hijau, dan matanya pink kemerahan. Ia duduk di samping sang perempuan dan menyambar gulungan lampu tersebut. Sang perempuan menyaksikan laki-laki tersebut yang dengan mudahnya mengulur gulungan lampu tersebut.

'Waah, makasih udah mau bantuin ya, Envy!'

'Cih, aku bukannya membantu tau,' sahut Envy, sang anak laki-laki berambut hijau, sambil membuang muka. Perempuan itu hanya tersenyum riang, menghargai perbuatan temannya itu.

'Kak Kindness! Pacarannya boleh nanti aja, nggak?' tukas Rion yang sejak tadi menunggu di samping Pohon Natal, 'kita hias pohonnya dulu, yuk!' Muka Envy dan Kindness, sang perempuan, merah merona. Kurang jelas karena komentar Rion tadi, atau karena pintu yang baru saja terbuka, mempersilahkan angin dingin masuk.

Hampir saja Envy hendak menggertak Rion, sepasang sosok masuk lewat pintu terbuka tadi. Seorang wanita berwajah hangat dan lembut, rambutnya panjang dan berwarna coklat. Tangannya menggandeng tangan mungil milik seorang anak perempuan. Anak tersebut berambut rata, panjang, dan berwarna ungu. Tubuh mungilnya gemetaran, entah karena kedinginan atau ketakutan.

'Mamaa!' teriak Rion sambil menghampiri dan memeluk mamanya, disusul oleh Kindness.

Perempuan kecil berambut ungu tersebut melepas gandengannya dan berlari memeluk Envy sambil berteriak, 'Kakaak!' Envy tersenyum hangat dan membalas pelukan adiknya itu, sungguh pemandangan yang tidak biasa bagi mereka yang hanya mengenal Envy dari luarnya.

'Cowardice,' ucap Envy dengan pelan, sambil mengusap wajah Cowardice, adiknya, yang basah karena kehujanan, 'kamu kehujanan, ya? Kamu di depan perapian dulu, deh. Kakak ambilkan handuk.' Cowardice tersenyum menatap kakaknya dan mengangguk, beranjak dari pelukan kakaknya ke dekat perapian. Kindness yang mengintip di balik pelukan mamanya sejak tadi, tersenyum dengan gembira. Kindness sangat suka melihat sisi peduli dari si Envy ini. 

[31/12/2018]

~•~

'Nah, Mama sudah membeli kuenya!' seru Mama, mengangkat sebuah plastik berisi kotak berwarna kuning, terikat oleh pita merah.

'Asiiik, kue!' seru Rion sambil mengikuti Mama ke dapur, pandangannya tidak lepas dari kotak di tangan Mama. Kindness menyusul dengan santai, memperhatikan Envy yang menempatkan handuk lebar dan tebal di sekitar bahu adiknya. Kemudian, Cowardice menempatkan kepalanya di bahu Envy, sang Kakak memeluknya dari samping. Rasa hangat merekah dalam dada Kindness.

Desime DiariesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang