One-shot #Kindvy

720 50 115
                                    

'Huweeee! Tapi mau main.'

'Iya, Mama tau, tapi—'

'Nanti kalau teman—teman pada nggak mau main sama Vio lagi? Gimana?'

'Pasti teman—temanmu mengerti, kok.'

Sembari berusaha menenangkan Cowardice, Mama Rion menyelimuti gadis kecil itu dengan selimut bekas Rion. Mama berjanji akan membelikan Cowardice barang—barangnya sendiri.

'Mama!'

Terdengar teriakan seorang anak laki—laki dari jauh, langkah kakinya terdengar menuju ke kamar Cowardice.

'Rion, lain kali ketok dulu, dong, pintunya,' sahut Mama menasehati, 'Cowardice lagi sakit, nih.'

'Ah, iya, maaf,' balas Rion pelan sambil menggaruk—garuk kepalanya, 'sakit apa, Ma?' 'Badannya panas banget,' balas Mama Rion sambil memegang dahi Cowardice, 'kayaknya gara—gara kemarin makan es krim sambil hujan—hujanan.'

Rion menatap teman serumahnya yang terbaring di kasurnya dengan lemah. 'Tapi Rion mau main bola ke taman, ya, sama temen—temen?'

'Ya sudah, jangan kesorean, ya?'

'Siip!' sahut Rion yang sudah beranjak keluar. Mama menghela nafas sambil mengemaskan barang—barangnya. 'Padahal sudah dibilangin balasnya jangan sip,' batin Mama Rion, 'tapi memang khasnya Rion begitu, sih.'

Di lain ruangan, tepatnya di ruang tamu, terdapat pasangan Dosa Besar dan Kebajikan Besar yang kami semua kenal dan sayangi. Sebaiknya, sih, jangan kita ganggu, karena kelihatannya mereka sedang bersenang—senang. Ah, tapi kalau kita usik sedikit, tak akan berdampak apa—apa pula?

'Ah, jadi iri sama mereka.'

'Suara mereka bagus, ya, Envy?'

'Cih, Rubah Bego. Justru itu yang membuatku makin iri.'

Ya, Dosa Besar Envy dan Kebajikan Besar Rubah Bego— ah, maaf, Kebajikan Besar Kindness sedang asyik menonton Suara Itu: Season 3. Suara Itu merupakan seri favorit kedua roh ini di kala hari libur. Entah mengapa, padahal Envy suka mendengki terhadap mereka yang suaranya bagus, apalagi yang sampai empat kursi berputar.

'Envy, Kindness.'

Terdengar suara Mama Rion yang memanggil mereka. Envy dan Kindness segera mengalihkan perhatian mereka ke Mama yang tengah memakai sepatu kerjanya. 'Mama ada kerjaan darurat di rumah sakit hari ini. Rion lagi main di taman, sementara Cowardice badannya demam. Nah, Mama bisa percaya kepada kalian buat menjaga mereka, kan?'

Tampak Envy kakinya seperti hendak melesat entah kemana, namun ditahan oleh sang pemilik. 'Tentu! Mama bisa percayakan pada kami.' balas Kindness. 'Iya, Tante, tenang saja.' sahut Envy.

Mama Rion tersenyum. 'Ya sudah, Mama tinggal yaa. Kalau mau beli apa—apa, duitnya di dompet biru.' Dan dengan itu, pintu tertutup pelan, meninggalkan dua Roh Besar itu sendirian di ruang tamu.

Sebelum bisa berkata apa—apa, Envy sudah melesat ke kamar Cowardice. Kindness yang terpaku untuk sementara, akhirnya menyusul Envy dengan pelan. Untung Envy juga tahu diri agar pelan—pelan. Kalau tidak, bisa saja mereka menanamkan bibit serangan jantung saat tua nanti bagi gadis kecil ini. Yah, yang dikhawatirkan Envy, sih, kalau sekiranya Cowardice ngompol.

Envy mendorong pintunya pelan—pelan, berusaha agar pintunya tidak menderit saat dibuka. Mengintip ke dalam, Envy mendapati adiknya masih terbaring lemas. Kekhawatiran mulai mengaliri sekujur tubuh Sang Iri Hati.

'Kak?'

'Iya, Kakak nemenin kamu seharian. Kamu istirahat saja, ya.'

Envy tidak ingin adiknya mengeluarkan sepeser energi pun. 'Untung libur, jadi nggak repot harus mengurus rencana bolos sekolah dan sebagainya,' batinnya, 'padahal sudah dibilangin, jangan makan es krim. Nanti sakit.'

Desime DiariesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang