"Jonghyun-a,"
"Ne?"
"Tolong bawa ini,"
"Ah, baiklah."
Seperti biasa pria itu memberikan senyuman bersamaan dengan kedua tangannya yang telah siap mengangkut sebuah box besar berisikan surat-surat yang dalam 10 menit akan segera ia antar ke alamat tujuan mereka.
"Ini semua surat hari ini?"
"Iya."
Pria itu lantas memandang kotak yang sudah berada di tangannya, nampaknya kotak itu terlalu besar untuk surat yang tak sampai angka usianya. "Surat hari ini sedikit sekali, ya?"
"Seperti itulah. Kau tau jaman sekarang orang-orang tak lagi menggunakan surat. Mereka lebih suka hal yang instan dan cepat." Jelas pria paruh baya yang memberikannya surat-surat itu.
Daripada lesu, pria itu menyambut pekerjaannya dengan semangat. "Setidaknya masih ada orang yang mau melakukan ini. Kalau begitu, Ajussi. Aku berangkat."
"Iya, hati-hati lah."
Setelah memasukkan semua surat yang ia terima ke dalam tas, pria itu menggiring sepedanya keluar pagar dan dengan segera menaiki sepeda itu. Senyuman yang ia berikan tidak pernah luntur meskipun saat itu udara sangatlah dingin. Demi mempertahankan suhu tubuhnya sendiri, ia mesti sesekali meniupkan udara dari mulutnya. Uap air yang keluar begitu jelas, ia tak melihat itu seperti sebuah halangan.
Namanya Kim Jonghyun. Pria itu hampir menduduki usia 30 tahun, ia bekerja sebagai petugas pos yang setiap harinya mengantarkan surat di suatu desa kecil di pinggir kota Gangneung, Provinsi Gangwon-do. Selama hampir delapan bulan terakhir dia menekuni pekerjaan sebagai pengantar surat di daerah itu.
Ia di kenal sebagai pria yang ramah, sopan dan pekerja yang giat. Orang-orang tua di daerah tempat ia bekerja menyukai keramahannya. Beberapa dari mereka bahkan mencoba menarik perhatian pria itu untuk menjadikannya sebagai menantu, karena sampai saat ini pria itu belum juga menikah. Sifat dan kelembutannya memang idaman semua orang tua, tetapi pria itu belum memiliki rencana untuk menikah, meski usianya sudah matang untuk sebuah pernikahan.
Jonghyun, pria itu tidak pernah mengeluh dengan kehidupan sederhananya. Hidup dan menghidupi dirinya sendiri, pria itu tidak pernah mengeluhkan penghasilan ataupun rasa sepi. Ia menjalani hidupnya dengan tenang dan damai.
Seperti yang ia sudah duga, pekerjaannya hari ini akan lebih cepat selesai karena surat yang mesti di antar hari ini tidaklah sampai 20 surat. Sebagian dari surat-surat itu hanya surat tagihan, tebaknya. Meski begitu, ia akan merasa lebih senang ketika bercengkrama dengan orang-orang, bukan karena ia memiliki lebih banyak waktu luang.
"Jonghyun-ssi, apa kau sudah sarapan? Apa kau mau sarapan bersama kami?"
"Sudah, Bi. Terima kasih sudah menawarkan. Aku masih punya surat yang harus segera diantar."
"Jangan sungkan untuk datang saat kau ingin makan makanan buatanku, ya?"
"Baik, Bi." Dengan senyuman yang disukai banyak orang itu, Jonghyun kembali mengayuh sepedanya pergi menuju alamat lain.
Meski suhu semakin turun, pria itu tidak akan menghentikan pekerjaannya sebelum selesai. Ia mempercepat gerakan kakinya mengayuh sepeda, menuju tempat surat terakhir harus diantarkan. Untuk hari ini ada surat dengan alamat yang baru ia kenali. Ia memang sudah mengenal seluruh tempat itu, namun alamat ini sama sekali belum pernah ia kunjungi.
Jalan yang sepi karena cuaca dingin membuat Jonghyun sedikit lebih santai. Ia belum pernah bersepeda sejauh ini, sehingga jalur ini sedikit asing baginya. Ia yang terlalu santai kemudian tak menyadari ada sebuah jalanan menurun yang licin, mendadak kehilangan kendali atas sepedanya dan berakhir terjatuh dan tergelincir bersamaan dengan sepeda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wattpad and Chill 18🚫
Fanfiction🚫PLAGIAT ADALAH TINDAKAN KRIMINAL🚫 [REPOST] Wattpad and Chill was popularly known as Lost, Lust, Love. Penulis memperhatikan beberapa orang mungkin tidak akan nyaman ketika bias mereka mendapatkan karakter yang buruk. Mohon ditekankan bahwa semua...