Tujuh puluh lima jam. Hyunjin menghitung dengan benar setiap waktu yang ia lalui dengan penuh perasaan kalut. Siyeon, dia belum bangun bahkan setelah lebih dari tiga hari. Melihat keadaan yang seperti ini, gadis itu tidak mungkin hanya sakit flu atau demam. Dia memang selalu terlihat pucat, tetapi pemandangan yang menghantui Hyunjin itu bahkan lebih parah. Hanya karena alat deteksi detak jantung itu berfungsi, pemuda itu bisa yakin bahwa Siyeon masih berada di dunia yang sama dengannya.
Hyunjin rajin berkunjung ke rumah sakit untuk menjenguk Siyeon. Meski kadang situasi menjadi canggung antara dirinya dengan kakak Siyeon, baginya itu tidak penting. Selama dia bisa melihat keadaan gadis itu, atau mungkin berada di dekatnya ketika dia bangun nanti, ia mungkin akan senang.
"Oh, kau datang lagi hari ini."
Hyunjin segera berbalik ketika suara pintu ruangan Siyeon terbuka bersamaan dengan suara pria yang mengejutkannya. Kakak Siyeon datang. Seperti biasa dia datang dengan pakaian rapi dan sebuah mantel yang membalut tubuhnya. Ia membawa seikat bunga segar, bersama sebuah tas jinjing yang tak bisa dilihat Hyunjin apa isinya.
"Iya, Jinyoung-ssi." Sahut Jinyoung secanggung yang sudah ia perkirakan.
"Tidak masalah kalau kau ingin memanggilku 'Hyung'. Perlakukan dirimu dengan nyaman."
"Baiklah, Hyung."
Walaupun diminta untuk tidak canggung, Hyunjin tetap saja tidak bisa melakukan itu secara instan. Ingat kemarin lusa? Tentang apa yang dikatakan pria itu padanya? Mana mungkin mereka akan lebih akur jika Hyunjin terus terbayang dengan kalimat mengerikannya.
"Sejak kapan kau ada di sini?"
"Sejak pulang sekolah. Aku langsung pergi ke sini."
"Kau rajin juga, ya? Kau tidak perlu memaksakan dirimu untuk terus datang jika tidak bisa."
"Tidak Hyung, aku memang ingin melakukannya. Lima belas hari tanpa kabar sudah membuatku pusing. Selagi aku bisa menemaninya, maka aku akan melakukannya."
"Baiklah, terserah kau saja."
Hyunjin duduk di sebelah kasur Siyeon sementara kakak Siyeon memilih untuk duduk di sofa kecil di sisi lain ruangan. Pemuda itu benar, suasana canggung tidak bisa menghilang begitu saja.
"Bagaimana keadaannya? Apa dokter sudah memeriksanya?"
Hyunjin mengangguk, "iya, sekitar lima belas menit yang lalu. Tetapi dokter tidak memberitahukan apapun padaku. Karena aku bukan walinya,"
"Ah, begitu ya? Baiklah. Nanti aku akan temui langsung."
Kemudian situasi canggung kembali datang. Hyunjin merasa sedikit tidak nyaman berada di sana. Karena sekarang ia tidak sendiri, maka ia tidak bebas melakukan apapun. Sebelum kakak Siyeon datang, dia bisa berbaring atau bahkan menyentuh tangan Siyeon bebas. Sekarang dia seperti sedang diawasi.
Kakak Siyeon memang terlihat sibuk dengan dunianya sendiri bersama laptop. Walau begitu Hyunjin yakin jika diam-diam pria itu tetap memperhatikan. Haruskah bertindak santai? Atau dia pulang saja? sejujurnya ia tidak ingin pulang. Tidak akan ada orang di rumahnya. Dia akan kesepian. Walau keadaan di ruangan ini sama sunyinya, setidaknya dia bisa bermain-main bersama Siyeon. Seakan-akan gadis itu sedang mendengarkan ocehannya.
"Hyunjin-ssi, apa kau sudah makan malam?"
Hyunjin menggeleng pelan. "Nanti saja, Hyung. Aku belum lapar."
"Kau tidak mau pulang ke rumah?"
Apa ini sebuah pengusiran?
"Ini sudah malam. Apa orang tuamu tidak mencarimu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wattpad and Chill 18🚫
Fanfic🚫PLAGIAT ADALAH TINDAKAN KRIMINAL🚫 [REPOST] Wattpad and Chill was popularly known as Lost, Lust, Love. Penulis memperhatikan beberapa orang mungkin tidak akan nyaman ketika bias mereka mendapatkan karakter yang buruk. Mohon ditekankan bahwa semua...