Bedroom Warfare [Brian Kang]

11.3K 189 2
                                    

"Ah, jangan lagi." Untuk kesekian kalinya ia terhenti menulis, kehilangan konsentrasi dengan desahan kasar yang diikuti oleh antukkan kepala pada benda keras di depan wajahnya. Ia mendengus keras, kemudian kelima jari yang berada di sebelah wajahnya bergerak ke arah yang sama, meremas benda lainnya di sana. Entah ini yang keberapa kali, tetapi ia sudah terlanjur muak dan tak ingin melakukannya lagi.

Brian, seperti itulah dia dipanggil sejak lahir.

Dengan wajah kalut dan bibir yang keringㅡkarena memilih kehausan daripada bangun dari duduknya, pria itu mengerang, merasakan kembali seluruh tubuhnya yang terasa kaku karena berada dalam posisi sama selama beberapa waktu. Setelah meletakkan benda lain yang dipeganginya selagi duduk tadi, ia akhirnya bisa berjalan ke dapur, mengabaikan kakinya yang terus menabrak sampahㅡhasil karya gagalnya hari ini.

Brian mengusap wajahnya sekali lagi sebelum membuka lemari pendingin untuk mengambil air. Seraya menegak air langsung dari botol, dia melihat cerminan wajahnya di badan lemari pendingin yang transparan. Ya Tuhan, betapa buruknya penampilan ini. Pantas saja selama dua minggu terakhir tidak ada lagi gadis yang mengiriminya pesan atau hanya sapaan di SNS. Jika ia adalah seorang gadis, wajah seperti ini pun bukanlah pilihannya. Mengenaskan.

Ia tanpa sadar berdiam cukup lama: melamun. Hawa dingin dari lemari pendingin yang terbuka di tambah suasana yang begitu senyap, ia terlarut beberapa saat. Pikirannya melayang, memikirkan apapun yang mungkin terlintas dari seorang pria dewasa kesepian seperti dirinya.

Entah setelah beberapa lama akhirnya dia terbangun dari lamunan erotisnya. Ketika sadar, dia bahkan bingung mengapa dia bisa memikirkan hal itu tiba-tiba. Apa karena dia begitu kesepian? Benar-benar mengenaskan. Di saat seperti ini, ia tenggelam dalam kesendirian. Namun tak satupun kata yang bisa ia tumpahkan ke dalam puluhan kertas yang sudah dihamburnya di kamar.

Kembali pada kamar yang lebih mirip gudang, pria itu menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur sembarang, menindih banyak barang termasuk headphone-nya sendiri. Tentu saja ia berakhir menyesal karena bokongnya yang mendadak nyeri. Tetapi apalah artinya nyeri bokong jika dibandingkan dengan headphone-nya. Dengan segera ia memeriksa keadaan benda itu, takut kalau ia terluka. Sedikit saja benda itu terluka, maka dompetnya juga akan ikut terluka.

Bersyukur kali ini ia tidak akan mengumpat lebih banyak lagi. Setidaknya ia tidak perlu merencanakan pembelian headphone baru segera.

Setelah mempernyaman posisinya di tempat tidur, Brian mengambil ponsel yang sejak tadi ia diamkan ter-charger di atas nakas. Pukul delapan malam. Pantas saja dia merasa perutnya mulai melilit. Dia sudah berkutat selama delapan di atas meja belajar bersama gitarnya, namun yang ia hasilkan hanyalah puluhan sampah kertas tanpa satupun yang berguna.

Melupakan rasa laparnya sejenak, ia memeriksa satu-persatu notifikasi yang masuk selama ia mendiamkan ponselnya. Yah, karena ia tak mau diganggu, ia mengaktifkan mode diam. Hal itu membuatnya berakhir harus menghapus semuanya satu persatu.

Seharusnya di antara puluhan notifkasi yang menumpuk, setidaknya ia mendapatkan beberapa notifikasi dari para gadis cantik. Tapi ia mesti kecewa karena tidak ada satupun yang menyenangkan. Hanya chat menumpuk dari teman-temannya tanpa ada satupun yang menarik.

Beberapa saat pria itu mengasihani hidupnya yang begitu sengsara.

Bukan dia tidak punya uang, atau tempat untuk kembali ketika semua yang ia miliki akhirnya hilang. Tetapi demi martabat seorang Brian yang rela menghilangkan nama belakang sahnya, kembali pada keluarganya bukan pilihan yang tepat.

Ia sudah menganggur cukup lama. Rencana hidup yang ia atur beberapa tahun lalu tidak berjalan semulus yang ia duga. Meski ia awalnya berhasil, sekarang ia dalam masa buntu di mana ia tak dapat menghasilkan apapun. Bisa dibilang ia berada di masa terpuruknya.

Wattpad and Chill 18🚫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang