Part 2 - Tiffany

2.8K 253 308
                                    

Jika kebohongan bisa membuat semuanya baik-baik saja, maka aku akan melakukannya sekalipun aku tahu kamu tak akan suka.
_____________________________

Mulmed: Alvino Sandy Geraldo

****

Mobil yang dikendarai Alvino berhenti di sekolah Bagas, yaitu SMP Advent yang berada di Jakarta. Sekolah ini bukan sekolah negeri, melainkan sekolah swasta. Tetapi jangan salah, sekolah ini memiliki siswa-siswi yang pintar seperti sekolah lain.

Bukannya Alda tak ingin memasukkan Bagas ke sekolah negeri. Akan tetapi Bagas bilang, Ia tak ingin menambah beban keuangan Alda yang bekerja dari sore sampai malam dan tak tidur demi mengumpulkan uang untuk masuk sekolah dirinya tahun ini.

Bagas hanya ingin masuk sekolah swasta yang tak mengeluarkan uang terlalu banyak seperti sekolah negeri.

"Bang, Kak, Bagas masuk dulu ya. Bang Vino, jagain Kakak ya jangan bawa mobilnya kaya orang kesetanan."

"Siap, Kakak kamu yang manis ini bakal Abang jagain segenap jiwa dan raga," canda Alvino.

"Alay lo Bang," cerca Bagas

"Jijik gue Vin sama kata-kata lo barusan," kata Alda ikut meledek Alvino.

"Tapi sayang kan lo sama gue?" Alvino menatap Alda dengan tatapan menggoda.

"Enggak."

Lima huruf. Satu kata. Satu kalimat yang Alda ucapkan itu membuat Alvino bungkam dan merubah raut wajahnya menjadi muram. Mengerti situasinya sedang tak mengenakkan, Bagas pun dengan canggung keluar dari mobil. "Um ... Aku masuk dulu ya. kalian harus akur ya! See you, Kak."

"Jangan lupa bekalnya dimakan!" teriak Alda dari dalam mobil. Bagas membalasnya dengan acungan jempol dari jauh.

Setelah Bagas sudah tak terlihat lagi, barulah Alvino melajukan mobilnya menuju sekolah,Ia melirik jam yang menunjukkan pukul 6.35 masih ada waktu 15 menit lagi sebelum bel berbunyi.

Dengan santai Alvino mengendarai mobilnya. Hanya ada keheningan diantara mereka, tak ada salah satu yang sukarela mengawali percakapan. Memang susah menghadapi dua remaja labil seperti mereka ini, jika sudah salah bicara pasti berujung tidak akur.

Pukul 06.40, akhirnya mereka tiba di sekolah. Alvino memarkirkan mobilnya di parkiran dekat masjid agar saat ia membolos ia bisa langsung mengendarai mobilnya tanpa harus melewati gerbang depan. Karena biasanya di gerbang belakang tak banyak satpam yang menjaganya.

Alvino jarang membolos jika tak ada masalah, ia hanya bisa menurut dengan ucapan Mamanya dan Alda, selebihnya ia tak lebih dari anak yang di cap nakal, padahal masih dalam batas yang wajar.

Alda turun dari mobil Alvino, dan menutup pintunya. Ia berjalan pelan agar Alvino bisa menyusulnya.

"Lo gak boleh bolos lagi, kasian Mama, tiap hari harus ke BK mulu gara-gara lo," kata Alda.

"Ada syaratnya dong," goda Alvino

"Ih selalu gitu. Jangan yang macam-macam," peringat Alda.

"Cuma satu macam aja kok."

"Mau gue tampar lo?"

"Hehe jangan galak-galak dong. Jadi gemas gue," kata Alvino sambil menoel pipi gembul Alda.

"Ish lo tuh ya! udah ah sana gue mau masuk kelas. Inget ya jangan bolos! Awas aja lo bolos gue gak mau ngomong lagi sama lo!"

"Al, jangan kayak gitu lah. Kalau lo gak mau ngomong sama gue, gue ngomong sama siapa dong?" tanya Alvino.

Davino [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang