Part 27 - Tentang dia

874 60 11
                                    

Jika aku gagal menjadi sahabatmu, setidaknya jangan biarkan aku gagal menjadi perisaimu.

****

Alda kini berada di taman belakang sekolah. Sepi. Itulah yang mungkin cocok dengan suasana taman siang ini. Tidak. Ia tidak sedang membolos. Sekarang sudah memasuki waktu istirahat. Jadi ia ke sini untuk sejenak melupakab masalahnya.

Namun bukannya menghilangkan masalah, Alda malah semakin memikirkan masalahnya. Aneh, bukan? Semenjak tadi Glen, Dirga dan Axel mencoba membuatnya tertawa, tetapi bukannya tertawa atau tersenyum, Alda sedari tadi hanya menampakkan muka flat-nya.

Karena Alda tak kunjung tertawa, Glen, Dirga dan Axel memutuskan untuk diam saja sedari tadi. Kesal mungkin? Entahlah. Alda tak peduli akan mereka bertiga.

Dapat Alda lihat dari arah kantin Ghea membawa sebuah kantong kresek berwarna putih, sepertinya gadis itu membawa makanan untuknya dan kawan-kawan Alvino yang dengan teganya menyuruh gadis itu ke kantin.

"Bantuin Ghea kek, kalian malah diam aja di sini." Alda menatap mereka tajam.

Yang ditatap hanya diam dan mendengkus kesal. Menyebalkan sekali teman-teman Alvino ini.

Axel bangkit dari duduknya, ia pergi begitu saja tanpa mengucapkan apapun. "Teman kalian kenapa, sih? Kesal gue liat dia gitu mulu dari kelas sepuluh," keluh Alda.

"Lebih kesalan kita yang lihat lo sama Alvino dikit-dikit berantem, ujung-ujungnya malah galau gak jelas gini. Mending kalau gak mau musuhan, jangan ada perasaan. Gitu aja ribet," celetuk Dirga.

Skakmat. Celetukan Dirga sukses membuat mood Alda semakin buruk. Ingin rasanya melempar sesuatu ke arah Dirga, tetapi ia tak bisa. Entah karena apa.

Ghea kini sudah ada di hadapan Alda, Glen, dan Saka. Tetapi sepertinya Alda tak melihat bahwa Ghea sudah ada di sini karena sedari Ghea sampai, Alda hanya menatap lurus ke depan.

"Alda kenapa dah? Serem banget ngelamun mulu." Ghea bertanya kepada Glen dan Dirga yang kini malah asik memakan rujak buah yang dibawa oleh Ghea.

"Bentar lagi juga sadar tuh bocah. Udah biarin aja, Ghe," balas Glen.

Benar saja, baru sedetik Glen menyelesaikan perkataannya, Alda sudah menatap mereka berdua dengan tatapan innocent-nya.

"Kenapa liatin gue sampe segitunya? Gue cantik?" Alda mengibaskan rambutnya ke belakang. Narsis sekali memang.

Ghea, Dirga dan Glen hanya menatapnya malas dan melanjutkan kegiatan mereka masing-masing. Alda mengangkat bahunya tak peduli.

Alda mengedarkan pandangan matanya ke seluruh penjuru sekolah untuk mencari sesosok lelaki yang dicarinya semenjak tadi. Siapa lagi kalau bukan Alvino?

Dari ekor matanya, ia menangkap sesosok siluet yang sangat ia kenali sedang duduk di dekat mading. Baru ingin berdiri untuk menghampiri Alvino, Alda dikejutkan oleh pemandangan yang tidak menyenangkan untuk hatinya.

Di sebelah Alvino, kini sudah ada seorang perempuan yang beberapa waktu lalu bersama Alvino di taman belakang sekolah. Hatinya berdenyut sakit. Mengapa rasanya seperti ini?

Pandangan Alvino dan Alda bertemu. Lelaki itu hanya menatapnya datar lalu mengalihkan pandangannya. Dapat Alda tebak pasti lelaki itu akan pergi. Dan benar saja, Alvino berdiri beberapa saat kemudian. Lelaki itu pergi meninggalkan gadis yang bersamanya. Alda menghela napas panjang setelah melihat Alvino pergi.

Ghea yang melihat raut wajah Alda yang berubah pun merasa aneh. "Lo kenapa, Al?"

"Gak apa-apa, kok. Gue ke kelas dulu ya." Alda berdiri dan pergi dari taman belakang sekolah dengan membuat teman-temannya bingung, apa yang sedang terjadi sebenarnya?

"Alda kenapa, Ghe?" tanya Glen.

"Kepo banget sih. Sana makan aja tuh rujak!" sewot Ghea.

Glen dan Dirga menggerutu karena perkataan Ghea. Tetapi gadis itu hanya bersikap acuh dan tak peduli akan mereka berdua.

"Alvino sama Alda lagi marahan, ya?" gumam Ghea.

"Ya mana gue tahu." Glen menjawab dengan santai.

Ghea menatap Glen dengan tajam. Tak lama, gadis itu pun memukul lengan Glen kuat. "Gue gak nanya sama lo. Nyambung aja lo dasar Galon!"

"Santai aja kali Ghe, kalo kesal jangan ke gue dong."

Tanpa mempedulikan Glen, Ghea segera berdiri dan pergi ke kelas. Di  tengah perjalanan, Ghea melihat Alda sedang menutupi mukanya menggunakan telapak tangan di sebuah bangku yang ada di koridor. Rambut panjangnya menutupi wajah cantik gadis itu, bahunya naik turun seperti orang sedang menangis.

Dengan cepat, Ghea memeluk Alda dari samping dan berkata dengan nada lembut. "Lo kenapa? Cerita kalau ada masalah. Bukannya dalam persahabatan gak boleh main rahasia-rahasiaan?"

Alda malah menangis semakin kecang karena perkataan Ghea. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Ghea mengedarkan seluruh padangan matanya ke penjuru koridor, sebuah mata elang yang amat Ghea kenali kini tertangkap dalam matanya.

Jadi karena sosok lelaki itu yang ternyata membuat Alda menjadi seperti ini. Dengan tangan terkepal, ia mencoba menetralkan emosinya. Dielusnya puncak kepala Alda dengan lembut.

'Lo harus bertanggung jawab, Raka,' gumam Ghea dalam hati.

****

Alvino kini sedang berada di rooftop, tak banyak yang ia lakukan. Hanya berjalan mondar-mandir dan mengacak rambutnya frustasi.

"Argh!" teriak Alvino kencang.

Seorang perempuan kini muncul dari sebuah pintu menuju rooftop. Perempuan itu menatap Alvino sebentar, lalu tersenyum miris. Ia menghampiri Alvino lalu bertanya. "Alda lagi?"

"Kalau sudah tahu, gak usah tanya," ketus Alvino.

"Heran gue sama lo. Ngapain sih sok-sokan nembak kalau lo gak suka sama gue." Perempuan itu melipat tangannya di depan dada.

"Jangan libatin perasaan, ingat perjanjian kita." Alvino menatap perempuan itu malas.

"Gue tahu, Tuan pemarah."

Alvino berdecak. "Mending lo pergi aja deh, Sel. Gue lagi gak mood buat nanggapin lo."

Selin Anindiya, seorang pacar yang tak pernah Alvino anggap keberadaanya. Mereka terikat oleh perjanjian konyol karena kesalahan Alvino.

Entah kerasukan setan apa Alvino sampai menyatakan perasaan palsunya terhadap Selin di hadapan
Raka. Ia ingin Raka merasakan apa yang dahulu ia rasakan. Selin merupakan sahabat Raka. Tidak, lebih tepatnya mereka saling menyukai. Dan Alvino merusak hubungan persahabatan mereka dengan menjadikan Selin pacarnyaa.

Tak banyak yang tahu bahwa Alvino dan Selin mempunyai hubungan. Hanya Raka, satu-satunya orang yang tahu tentang hubungannya dengan Selin. Maka dari itu, Raka selalu mengganggu hidupnya maupun Alda. Bukan karena lelaki itu masih memiliki rasa kepada Alda. Bukan. Tetapi karena Raka mengharapkan agar Selin kembali kepadanya.

Selin bukan tipe wanita yang posesif. Itu adalah nilai plus yang membuat Alvino percaya kalau wanita itu tak akan terlalu tersakiti olehnya. Kalau dilihat lebih saksama, Selin memang cantik. Tapi tidak bagi Alvino. Baginya, hanya Alda satu-satunya wanita yang dapat menduduki posisi teratas di hatinya setelah Ibunya.

"Ya sudah, gue balik ke kelas. Semoga cepat baikan sama Alda." Selin berdiri dan tersenyum tipis setelah mengatakan itu.

Dapat Alvino lihat, perempuan itu berjalan menjauhinya. Alvino menghela napas panjang. Ditatapnya matahari yang tertutupi oleh Awan. "Keputusan gue buat menjauh dari lo, sudah benar, 'kan?"

****

Hula! Apa kabar readers aku:) selamat beraktivitas! Have a good day ya! Bubay!🤪

Tertanda
-Wife Jihoon.-

Davino [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang