Layaknya angan yang tak akan pernah mungkin menjadi kenyataan, mungkin akan seperti itulah hubungan kita sekarang.
****
Rumah sakit merupakan salah satu tempat yang Alda benci. Bau obat-obatan yang menyengat sampai ke indra penciumannya bisa membuat Alda mual dan merasakan pusing. Maka dari itu, sekarang ia memakai masker agar tak mencium aroma dari obat-obatan rumah sakit.
Alda menyusuri rumah sakit untuk mencari ruangan Fatmawati, ia diberitahu melalui sebuah pesan singkat berisi ruangan oleh Vin-Orang yang menelponnya tadi malam.
Setelah berjalan menyusuri setiap lorong rumah sakit, Akhirnya ia menemukan sebuah ruangan yang di carinya sedari tadi. Dengan sedikit berlari kecil Alda pun memasuki ruangan itu. Suara monitor kini sedikit mengganggu telinganya. Sungguh suara dari monitor tersebut sedikit membuat hati Alda sakit.
Walau pun mereka bukan keluarganya, tetapi sebagai sesama manusia, Alda juga masih memiliki hati. Dengan perlahan Alda menyusuri ruangan itu, ia menengokkan pandangan matanya ke kiri dan ke kanan seperti orang bingung. Sampai akhirnya, tepukan dari belakang bahunya membuat Alda menolehkan kepalanya menghadap belakang.
Seorang suster yang sedikit lebih tinggi darinya sambil membawa sebuah papan kayu menatap Alda bingung. "Maaf Nona, Anda mencari siapa?" tanya Suster itu.
"Saya cari Oma saya, Sus. Kemarin malam apa ada pasien lansia yang dipindahkan ke sini tadi malam?" Alda memainkan jemarinya takut-takut kalau ia ditipu oleh laki-laki tadi malam.
Suster itu diam sejenak, ia mencoba mengingat siapa saja pasien yang di pindahkan ke ruangan ini. "Tadi malam ada seorang pemuda bersama seorang lansia yang dipindahkan kemari, apakah anda bagian dari keluarganya?"
Alda mengangguk sebagai jawaban, ia sungguh khawatir dengan kondisi omanya sekarang. "Mari ikut saya, Nona!"
Suster itupun berjalan mendahului Alda, sampai pada akhirnya suster itu pun berhenti tepat di depan pintu yang masih tertutup rapat.
"Apa ini ruangan Oma saya, Suster?" tanya Alda, ia menatap ke arah Suster tersebut untuk memastikan jawabannya.
Suster itu mengangguk sebagai jawaban. "Silahkan masuk Nona. Saya permisi dulu. Selamat pagi."
Setelah berkata seperti itu, Suster tadi pun meninggalkan Alda yang masih berdiri di depan pintu. Ia menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Ia kini menggerakkan tangannya untuk membuka pintu ruang rawat tersebut.
Dengan langkah ragu, ia memasuki ruangan itu, ternyata ada beberapa pasien yang rata-rata adalah lansia. Alda menengokkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, mencoba menemukan Omanya, sampai pada akhirnya, ekor mata Alda menangkap sebuah siluet yang sangat di kenalinya di sebuah ranjang rumah sakit.
Di sana, Omanya sedang berbaring sambil memejamkan mata. Dengan cepat Alda pun menghampiri Omanya, ia menggenggam jemari Omanya erat dan melihat sekeliling. Tak ada orang yang menjaga Omanya kecuali seorang Suster yang entah sedang mencatat apa.
"Suster, apa dari tadi malam gak ada yang nungguin Oma saya?" tanya Alda. Masa bodoh ia di anggap aneh atau apa. Ia sangat penasaran sekarang, apakah lelaki itu tak menepati ucapannya?
"Sebenarnya dari tadi malam ada seorang pemuda yang menjaga beliau, tetapi sekitar jam empat tadi pagi dia pergi dan menitipkan Ibu Nuri dengan saya. Apakah anda keluarganya?" tanya Suster itu penasaran.
"Ya, Saya Cucunya," jawab Alda.
"Ah, pasti lelaki tadi malam itu pacar anda Nona?" tanya Suster itu lagi, Alda menatap Suster itu sebentar, ia bingung harus menjawab apa, sebenarnya situasi macam apa ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Davino [End] ✔
Teen Fiction[Harap Follow terlebih dahulu sebelum membaca] Tq. "Utamakanlah perasaan dari pada persahabatan." Mungkin kalimat itu tak berlaku bagi Alvino Sandi Geraldo. Lelaki yang sudah menjadi sahabat Alda Silfiani Claretta sejak kecil itu memilih untuk memb...