"Rara mama mau bicara sama kamu."
"Iya ma, biacara aja." Rara berbicara sambil memakan popcorn dan fokus dengan film yang ditontonnya.
"Gimana mama mau bicara, kamu aja gak fokus ke mama." Ucap mama Rara duduk disebelah Rara.
Dengan terpaksa Rara mematikan televisinya, dan fokus menghadap kearah mamanya.
"Jadi, mama mau bicara apa? Serius banget." Rara masih memakan popcorn yang tersisa.
"Begini, kamu ini kan udah lulus dan jadi sarjana. Mama mau tanya kamu rencananya abis ini ngapain gitu." Ucap mamanya serius.
"Maksutnya, Rara gagal paham."
"Gini, maksut mama kamu kan udah lulus gak mungkin kan setelah lulus kamu gak ngapa-ngapain di rumah terus main aja. Nah mama tanya ke kamu rencana nya abis lulus ini kamu mau nikah? Kerja? Lanjut studi kayak kakakmu? Bangun usaha? Atau bagaimana?"
Mendengar pertanyaan dari mamanya, sepertinya ini situasi yang sangat serius. Pertanyaan yang barusan itu sungguh pertanyaan intens atau sangat dalam dan membuat Rara jadi pusing. Nikah? Memangnya Rara mau nikah sama siapa? Calon saja belum ada. Kerja? Mau kerja dimana? Rara tidak ada pandangan apa-apa tentang dunia kerja. Lanjut kuliah? Sebenarnya Rara ingin, tapi dia ingin memberi istirahat otaknya terlebih dahulu setelah membuat ratusan halaman skripsi yang melelahkan. Membangun usaha? Usaha apa coba yang bisa Rara lakukan? Dia tidak memiliki ide sama sekali. Reflek Rara memegang kepalanya yang menjadi pusing.
"Gimana Ra?" mamanya masih menunggu jawaban Rara.
"kepala Rara tiba-tiba pusing ma." Ucap Rara masih memegangi kepalanya yang merasa terbebani.
"Rara, mama ini serius lo."
"Aduhh, mama bikin pusing Rara deh."
"Dek minta ya." Tiba-tiba Devan muncul dan mengambil alih popcorn Rara lalu menyalakan televisi.
"Ihh, abang bikin sendiri. Itu kan popcorn aku." Rara merebut kembali popcorn yang telah diambil Devan.
"Tumben mama belum tidur?" Devan bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi.
"Kamu mulai masuk kerja kapan Devan?" Tanya mamanya pada Devan.
"Lusa ma. Devan masih pengen refreshing dulu. Dek ikut kerja aja di kantor papa, dari pada nganggur di rumah."
"Gak mau ah, aku kan beda sama abang. Mungkin karyawan papa bisa nerima bang Devan, tapi kan belum tentu karyawan papa nerima aku. Ntar aku malah jadi bahan nyinyiran. Hmm, Rara gak mau pokoknya kerja di kantor papa."
"Trus kamu mau kerja dimana?" Ucap Devan sambil makan popcorn.
"Iya, mama gak mau anak mama itu pengangguran di rumah." Ucap mamanya Rara tidak sabar.
"Iya ma, Rara mau cari kerja kok. Udah ah Rara mau tidur dulu ngantuk." Ucap Rara pasrah.
----------
Mimpi apa semalam, Adrian bisa bertemu dengan Stela dan mengantarkannya pulang. Jika bukan karena ayahnya, Adrian tidak sudi mengantarkan Stela pulang ke apartemennya.
Adrian melepas dasinya yang menyesakkan itu, lalu meletakkannya di tempat tidur.
"Adi, kamu boleh pulang sekarang."
"Baik, pak. Tapi sebelum saya pulang ada yang ingin saya sampaikan pada bapak." Adi menunduk tidak berani menatap Adrian.
"Ada apa?" Memang dari kemarin Adi seperti ingin mengatakan sesuatu padanya, Adrian menyadarinya.
"Saya ingin mengundurkan diri pak." Adrian memfokuskan pandangannya pada Adi.
"Kenapa kamu ingin mengundurkan diri? Berikan saya alasan yang kuat." Sebenarnya Adrian tidak ingin melepaskan Adi, karena Adi adalah asisten yang selalu menurut dan taat padanya, kerjanya pun bagus.
"Saya akan menikah pak." Ucap Adi jujur. Adrian tiba-tiba teringat pertanyaan yang sering ayahnya berikan kepadanya 'kapan kamu menikah?'
"Lalu? Saya tidak melarang kamu menikah." Ucap Adrian kemudian.
"Saya tidak bisa bekerja disini lagi, orang tua saya bilang tidak boleh bekerja terlalu jauh dari rumah. Kasian calon istri saya pak."
Adi benar, kasian istrinya ketika jauh dari suami. Dan alasan lain adalah jika Adi tetap bekerja padanya maka Adi tidak ada waktu untuk istrinya.
"Baik, saya perbolehkan kamu mengundurkan diri. Berdasarkan kontrak kerja. Kamu tidak akan mendapat uang pesangon dari perusahaan karena mengundurkan diri."
Adi sebenarnya kecewa, tetapi itu memang konsekuensinya ketika dia mengundurkan diri.
"Iya pak, saya paham." Ucap Adi
"Tapi kamu tetap dapat uang pesangon dari saya Adi. Terima kasih sudah bekerja menjadi asisten saya." Ucap Adrian sambil menepuk pundak Adi.
"Terima kasih banyak, pak." Adi yang semula menunduk, kemudian mendongak dan berjongkok di hadapan Adrian, sambil menangis terharu.
Adi sebenarnya hanya orang biasa, dia datang dari desa untuk mencari pekerjaan. Melihat kegigihan dan semangat Adi, Ayah Adrian menerima Adi menjadi asisten pribadinya dan sekarang menjadi asisten Adrian.
Satu hal yang perlu diketahui tentang Adrian adalah Adrian akan mengapresiasi atau menghargai apa yang patut dihargai. Dia akan memberikan balasan yang sesuai terhadap apa yang dilakukan orang itu kepadanya.
Adrian mengeluarkan handphone.nya dan memanggil salah satu kontak di handphonenya.
"Umumkan lowongan pekerjaan"
.....
"Kategori pegawai biasa."
......
"Kriteria seperti Adi."
......
"Tolong diseleksi, setelah saya pulang dari Singapura harus sudah ada."
'Baik pak, selamat sore.'
Adrian menutup telfonnya, dan mulai menyiapkan berkas-berkas untuk kunjungannya ke singapura besok.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and Weird Boss?
Romance#21 - in wattys 28-12-2018 ON GOING Penasaran? baca aja :)