17

117 8 0
                                    


Bandung, Indonesia

 Sepertinya biasa Rara berjalan disamping Adrian, mereka tengah memasuki gedung tempat acara. Rara belum mengetahui ini acara seperti apa. Yang dia tahu adalah tadi dia melihat banner nama-nama perusahaan besar, salah satunya perusahaan ayahnya. Melihat itu Rara senang karena bertemu dengan Devan, abang tersayangnya.

"Periksa penampilan saya." Ucap singkat Adrian lalu berbalik menghadap Rara.

"Baik, pak." Rara melihat penampilan Adrian dengan seksama, dia melihat dari atas hingga bawah lalu memutari Adrian yang masih berdiri tegap.

"Perfect pak." Ucap Rara kemudian sambil mengacungkan jempolnya.

"Hai, Rara." Ucap seseorang melingkarkan tangannya di bahu Rara, karena terkejut Rara langsung menjauh begitu saja.

"Damar, gue kira siapa. huh.." Rara menghela nafas sambil memegang dadanya.

"Hahaha, lo kaget ya." Damar tertawa melihat reaksi Rara yang lucu ketika terkejut.

"Gak lucu tau. diem gak." Rara menjewer telinga Damar sambil berkacak pinggang sedangkan Damar masih tertawa, mereka berdua lupa kalau masih ada Adrian berdiri disana.

"Ehemm." Adrian berdehem menatap tingkah laku sepupu dan asistennya.

'Mereka cepat sekali akrabnya.' batin Adrian dalam hati.

"Ups lupa gue." Damar menghentikan tertawanya ketika sadar ada Adrian disana, berdiri dengan muka datar menatpnya dan Rara. 

"Maaf, pak." Ucap Rara dengan cepat melepaskan tangannya dari telinga Damar dan menunduk.

"Damar, kamu ikut saya."

Damar berjalan mengikuti Adrian yang sudah berjalan lebih dulu. Sedangkan Rara akan menjaga meja yang berisi makanan dan minuman disana, yah berdiri dengan canggung. Diambilnya segelas minuman yang ada dimeja tersebut diminumnya perlahan sambil melihat-lihat orang-orang penting.

"Rara." Rara menoleh ke sumber suara.

"Milen, kamu disini juga?"

"Pak Adrian tadi menghubungi saya, ini saya titip dokumen pak Adrian. Saya kesana dulu." Milen memberikan dokumen bermap coklat, lalu pergi kearah Adrian dan Damar yang sedang berbicara dengan beberapa rekan kerjanya mungkin.

Rara meletakkan gelasnya dimeja, mencari tempat duduk namun nihil, Rara heran bagaimana bisa acara sebesar ini tidak ada tempat duduk untuk tamu, apa mereka akan berdiri berjam-jam disini. Baru saja Rara ingin pergi Milen sudah memanggilnya.

"Kemarikan dokumennya." Ucap Milen. Rara memberikan dokumen tadi pada Milen. Sedangkan Adrian menoleh padanya dan berbisik "Tolong letakkan gelas ini." Sambil memberikan gelas kosong kepada Rara. 

Rara meletakkan gelas itu di meja dan kembali hanya berdiri disana. Kemudian dengan senang Rara melambaikan tangannya pada seseorang di seberangnya, orang itu adalah Devan, abang tercintanya.

"Abang!" Ucap Rara tanpa suara sambil melambai senang, Devan yang melihat itu langsung berjalan menghampirinya dan meninggalkan teman biacaranya.

"Dek, ngapain disini?" Ucap Devan setelah tiba didepan Rara.

Rara mendadak bingung mau menjawab apa, seharusnya dia mengantisipasi pertanyaan ini lebih dulu sebelum menyapa Devan. Tidak mungkin jika dia bilang mengikuti bosnya karena tugasnya sebagai asisten.

"E e e itu bang, Rara disuruh ikut sama sekretaris bos Rara kesini." Jawabannya terdengar sedikit aneh, tapi semoga Devan tidak bertanya kepadanya lebih jauh.

"Ohh, nanti pulang ikut abang yuk."

"Pulang kerja?"

"Habis acara ini gimana?"

Mana bisa dia menerima ajakan Devan, dia kan harus stay disisi Adrian. Apalagi ini masih siang menjelas sore pasti Adrian tidak memperbolehkannya pergi.

"Yahh, Rara gak bisa deh bang. Rara habis ini masih ada kerjaan." Ucap Rara memasang ekspresi sedih.

"Nanti malam?"

"Rara kan lembur bang."

"Besok makan siang sama abang gimana?"

Apalagi makan siang, Adrian kan membutuhkan Rara untuk menemaninya makan.

"Gak bisaaaa." 

"Kenapa jadi sibukan kamu daripada abang sih dek. kamu kerja apaan sih sebenernya?"

Again and again, Rara harus menjawab apa?

"Hai, maaf mengganggu pembicaraan kalian." Seseorang menginterupsi Devan dan Rara, Damar berdiri di sebelah Rara dengan bingung.

"Anda? O saya ingat, anda wakil direktur Shaidan--"

"Ya, anda benar. anda?" belum sempat Damar selesai bicara, Devan sudah memotongnya.

Rara berdiri disana dengan tatapan waspada, situasi semakin genting saja, bagaimana jika Damar menjawab apa pekerjaannya yang sebenarnya ketika Devan bertanya.

"Anda dengan Rara?" Damar bertanya seakan-akan menyiratkan ada hubungan apa Rara dan Devan.

Well, situasi genting lainnya terjadi. 

Me and Weird Boss?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang