"Bapak ini kenapa malah bohong sama mbak resepsionis tadi. Saya kan bisa saja menginap di hotel lain." Ucap Rara setelah Adrian mendudukannya di tempat tidur.
"Terpaksa." Ucap Adrian singkat.
"Pokoknya saya menolak satu kamar sama bapak titik."
"Terserah. Tapi ingat kamu harus siap siaga ketika saya butuh kamu." Rara mendelik sebal mendengar itu. Memangnya apa sih yang dibutuhkan Adrian, bukannya pertemuan juga sudah selesai.
"Tapi pak-"
Tok tok
Suara ketukan pintu memotong Rara yang akan hendak protes, dia benar-benar mengutuk orang yang sedang mengetuk pintu sekarang.
"Rara, kaki lo kenapa?" Suara maskulin mengalihkan pandangan Rara, seketika Rara membatalkan kutukannya karena orang itu adalah Damar.
Kemudian terlintas dipikiran Rara, agar meminta bantuan Damar untuk mencarikan hotel yang dekat dengan hotel yang ditempatinya bersama Adrian sekarang.
"Nggak papa kok, Dam. cuma lecet dikit aja." Damar memegang kaki Rara, dan melihat luka yang ada di telapak kaki Rara.
"Cuma lecet kok sampai berdarah?" Entah kenapa suara Damar terdengar khawatir.
"Beneran gue gapap-"
"Ssstt tenang gue bakal obatin lo." Rara tersenyum mendengarnya, memang beda aura Adrian dengan Damar. Damar membawa aura ketenangan yang menyiratkan kebahagiaan, berbeda dengan Adrian yang membawa aura aneh yang justru menyiratkan banyak macam rasa namun rasa bahagia tidak termasuk.
"Tadi gue kesini disuruh sama Adrian, bawain barang-barangnya yang ketinggalan. Kebetulan juga dia bawa P3K jadi sekalian buat ngobatin luka lo."
"Adrian bawa P3K? Eh maksud gue Pak Adrian bawa P3K kemana-mana?"
"Iya, lo baru tau. Adrian itu emang beda, dia emang sehiegenis seperti bayangkan."
Rara tersentak, dia memang tengah membayangkan Adrian yang selalu membawa semprotan anti kuman dan bakteri demi kebersihan tangan dan udara sekitarnya.
"Makasih Dam." Ucap Rara tulus dan tersenyum lebar pada Damar.
"Sama-sama Ra." Damar balas tersenyum pada Rara.
-----
Entah mengapa melihat Rara dan Damar, menurut Adrian udara disekitarnya terasa panas, dilepasnya dasinya dengan sesikit emosi. Kenapa dia emosi dan seperti ingin marah? Padahal hanya karena udara panas, tapi AC ruangan menyala. Atau jangan-jangan justru hatinya yang panas? Adrian pusing lalu memutuskan keluar dari kamarnya berniat mencari angin segar.
"Ian?"
Adrian menolehkan kepalanya.
"Wah gila gak nyangka kita ketemu kayak gini." Ucap seseorang dengan ekspresi gembira pada Adrian.
"Virena."
Seseorang yang memanggilnya tadi adalah Virena. Teman lamanya dan mantan tunangan sepupunya, Damar.
"Lo kok di bandung?" Tanya Virena srmbari mendekat kearah Adrian.
"Gue ada kerjaan. Lo sendiri? Bukannya lo ke luar negeri ya waktu itu."
"Iya gue disini baru tiga hari yag lalu." Mereka berdua menaiki lift untuk turun bersama.
"Gimana kabar Damar?"
"Dia baik."
"Apa dia-"
"Jangan tanya itu lagi."
------
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.