11

134 9 0
                                    


Rara berjalan menjauhi kantor dan berhenti di depan sebuah toko, lalu dikeluarkannya handphone untuk mengetik pesan. Ternyata sebelumnya ada pesan dari Devan dan Rosi, satu miscall dari papanya dan lima miscall dari mamanya.

Rosie : Ra, lo minjem baju kantor gue ya?

Rosie : Nanti ke apartemen gue, barang-barang lo masih disana.

Abang : Dek, dimana? Kok gak dirumah? :/

Rara tersenyum membaca pesan abangnya, Devan itu memang tipe-tipe kakak yang tidak bisa jauh dari adiknya, makanya sekarang mencari-cari Rara di rumah.

Kemudian Rara mengetik balasan pada abangnya, dan sahabatnya.

To Rosie : iya gue minjem, nanti gue ke apart lo.

To Abang : Abang pulang ke rumah?

Setelah itu Rara menaiki taksi biasa untuk pulang ke rumah. Selama perjalanan dia berpikir berapa lama akan bertahan diperusahaan itu, maksudnya jika dia sebagai pegawai kantoran biasa tentunya tidak apa-apa. Namun, kenyataan tidak sesuai ekspetasinya.

Rara menghentikan semua pemikirannya ketika handphonenya bergetar, lalu membukanya.

Abang : Iya, ini abang di rumah. Besok ayah pulang dek.

+6281345xxxxxx : Rara, ini saya Milen. Pak Adrian menyuruh saya memberitahukan ini ke kamu, kamu harus Pindah ke Louis Peterson nomor kamar kamu 205, Segera pindah ke sana.

Rara POV

Aku telah sampai dirumah, seperti biasa pak Juki membukakan pintu gerbang untukku. Aku mengucapkan terima kasih pada pak Juki. Aku tersenyum melihat bang Devan yang berada di garasi rumah, tiba-tiba dia menoleh padaku dan menghampiriku. Akupun berhenti melangkah, menunggu bang Devan.

"Dari mana dek? Kata mama kamu gak pulang kemarin?" Ucap bang Devan sedikit judes, sepertinya dia akan memarahiku.

"Masuk dulu yuk, bang. Nanti Rara jelasin." Kutarik tangan bang Devan memasuki rumah, ternyata sebelum masuk mama sudah berada di depan pintu sambil memandangku seperti yang bang Devan lakukan.

"Dari mana kamu?" Mama mulai bersuara. Wajar saja kalau mama dan bang Devan marah padaku karena aku tidak memberitahu akan pergi kemana dan kemarin tidak pulang.

Tanpa menghiraukan pertanyaan mama, aku langsung salim mencium tangan mama, kemudian menarik tangan mama dan bang Devan bersamaan memasuki rumah.

"Udah, mama sama abang duduk sini, dengerin penjelasan Rara. Jangan menyela Rara ketika bicara biar paham ya." Ucapku sambil mendudukkan Mama dan bang Devan di sofa ruang tamu agar mereka rileks dan nyaman. Melihat suasana sepertinya sudah tenang aku langsung memberikan penjelasan.

"Kemarin Rara tu ngelamar kerja, nah Rara tu udah down dan mikir kalau Rara tu gak diterima. Karena takut ditanya-tanyain sama mama Rara nginep di apartemennya Rosi. Malamnya Rara dihubungi kalau Rara diterima kerja disana trus hari ini Rara masuk kerja gitu deh." Aku menjelaskan Panjang kali lebar dan menunggu reaksi mama dan bang Devan.

"Tunggu kamu diterima kerja?" Mama masih terlihat tidak percaya melihatku.

"Iya, ma. Kan Rara udah jelasin tadi." Ucapku Lelah.

"Kamu diterima kerja dimana dek? Masa gampang gitu." Bang Devan juga masih tidak percaya mendengar aku diterima kerja.

Karena sebal, aku pergi begitu saja meninggalkan mama dan bang Devan yang masih duduk di sofa, entah sedang memikirkan apa mereka masih sulit mempercayai apa yang aku katakan. Aku mulai membereskan pakaianku dan berkas penting mungkin. Bentar aku tidak tahu Louis Peterson itu dimana, menurutku itu nama apartemen mewah.

"Dek, beneran kamu diterima kerja?" Ucap bang Devan mengejutkanku, bagaimana tidak aku yang sibuk memikirkan Louis Peterson dimana tiba-tiba bang Devan muncul di tengah pintu kamar.

"Apasih bang, masih gak percaya?" aku menruh baju di tas yang lumayan besar namun gak terlalu besar juga.

"Trus ini kamu ini ngapain?"

"Abang bisa gak nganterin Rara pindahan?"

"Pindahan kemana? Giliran abang pulang kamu malah mau pergi."

"Yaelah bang, Rara kan cuma pindahan biar deket kantor juga sama kayak abang juga."

"Kamu mau pindah kemana emangnya dek?"

"Louis Peterson." Ucapku singkat sambil mencari-cari dokumen yang perlu dibawa.

"Kamu yakin mau pindah kesana?" Ucapan bang Devan terdengar ragu.

"kenapa emang bang?"

"Terlalu mewah buat kamu dek, tapi gapapa lah kamu jadi deket sama abang." Ucap bang Devan membuatku langsung menoleh padanya.

"Yang bener? Abang nomor berapa?"

"Abang gak di Louis Peterson, tapi abang yang di depannya Louis Peterson, Louis Kienne." Aku terbengong-bengong ada ya apartemen Namanya kaya bersaudara gitu.

"Kirain abang satu Gedung sama aku."

"Kamu kerja dimana emang? Sampe harus pindah segala?"

"Aku kerja di CAT Inc. bang" Ucapku tanpa ragu.

"Jangan bilang sama papa kamu kerja disana. Kalau ditanya bilang aja kerja di perusahaan lain." Ucap bang Devan tiba-tiba serius. Baru aku ingin menanyakan alasannya, tetapi tidak sepertinya bang Devan belum ingin menjelaskannya padaku.


Me and Weird Boss?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang