23. Jenglot.

669 75 24
                                    

Insiden 'terciduk' waktu itu membuat Encum nggak henti-hentinya meledek gue terus. Dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, yang terucap dari mulutnya adalah, "Cie, yang tadinya suka reggae, langsung jadi pencinta Korea.". Perasaan gue jadi campur aduk. Antara malu sama malah nge-fly digituin.

Tapi walaupun begitu, Encum tetap senang dan malah terus menawari gue untuk men-Share-It lagu-lagu NCT dari ponselnya. Awalnya gue tolak, tapi ujungnya mau juga.

Selain itu, dia sampai menyempatkan diri update status di Facebook. Padahal yang gue tahu anak itu sudah lama nggak on Facebook.

'Bagi seorang K-Popers, bahagia itu ketika seorang sahabat yang udah lama deket banget sama kita, yang awalnya gue berusaha nyebarin virus K-pop dikit-dikit ke dia dan akhirnya berhasil juga!1!1! Cie, yang Bias-nya Mark Lee :p cie, yang tiap malem sampe tembus pagi nge-stalk NCT :V'.

Kira-kira begitulah statusnya.

Alay banget lo, Cum.

Tapi gakpapa lah. Sekali-kali bikin dia seneng.

Dan ini sudah H-3 sebelum Baejin dan kawan-kawan tampil. Mereka nggak letih-letihnya untuk latihan. Malah, sekarang tambah semangat. Guanlin juga kian hari semakin tegas dalam melatih tiga orang itu. Yang paling susah, sih, Daehwi. Nggak pernah serius. Bercanda mulu kayak Sule. Tapi biar gimana juga dia tetap mantul narinya.

Jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Kita lagi berkumpul di ruang depan sambil duduk lesehan. Keempat cowok yang sekarang cuma diam sambil menetralkan napas mereka, baru saja selesai latihan.

"Jadi, kalian mau pakai kostum apa? Yang kayak gimana? Mau nyewa aja atau beli?" gue sedari tadi nggak henti-hentinya menanyakan pertanyaan yang sama. Pasalnya, sejak awal gue mempertanyakan itu, nggak ada yang jawab. Malah pada saling lempar pandangan.

"Kalo nyewa, emangnya mau nyewa di mana?" Dobleh bertanya, setelah diam seribu bahasa.

Gue mengedikkan bahu. Nggak kepikiran ke situ. Ini 'kan di daerah orang.

"Kalo kata gue sih, mending beli aja. Pilihannya lebih banyak, dan ukurannya nggak bakalan ada yang kegedean atau kekecilan. Kalo kalian serius latihan, harus bener-bener serius juga di hal lainnya. Ini juga masuk ke dalam penilaian, kan?" kata Encum sembari menatap kami satu per satu.

Guanlin mengangguk. "Setuju sama Encum. Mending beli aja. Soal biaya, gampanglah." anak itu berbicara enteng, seperti biasa. Tak lupa dengan menampilkan wajah songongnya.

"Gak usah sok lo. Gue juga punya uang kali." Baejin menyahuti dengan sinis. Tangannya dilayangkan untuk memukul kepala Guanlin yang membuatnya meringis kecil.

"Tapi kok gue takut ya...."

Semua pandangan beralih ke cowok manly. Jihoon, tiba-tiba saja berbicara dengan nada lesu. Kepalanya ditundukkan. Jemarinya sibuk memainkan kaus.

Ada jeda setelahnya. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Seolah perkataan Jihoon menyambar bagai petir. Memberi pengaruh terhadap hati yang tadinya senang.

"Gue takut latihan kita sia-sia. Apalagi kayak gue, Daehwi dan Baejin, nggak punya pengalaman apa-apa. Beda sama lo, Lin. Udah pernah ikut audisi. Ntarnya kita malah ngecewain, dan apa yang udah lo kasih ke kita jadi nggak ada artinya," lanjutnya.

Guanlin menghela napas. Sedikit membenarkan perkataan Jihoon. Mengusap wajah dengan kasar. "Udah, nggak usah pesimis. Harus tetap optimis, okey? Kalo gagal, kan bisa dijadiin pelajaran, dan pengalaman, tentunya. Lagian ini juga salah gue yang udah maksa kalian." anak itu berbicara tak kalah lesunya. Kekhawatiran terlihat jelas dari wajahnya tersebut.

FANGIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang