Apa harapan kalian di tahun baru?
Dan apakah cita-cita kalian sudah terpenuhi di tahun sebelumnya?
Semua orang pasti punya harapan, betul?
Tapi tidak semua harapan bisa terpenuhi sesuai dengan keinginan kita. Walau begitu, bukan berarti Tuhan tidak sayang pada umatnya. Bisa jadi, harapan kita tidak termasuk ke dalam hal baik, atau, belum waktunya.
Selalu ada harapan di setiap langkah seseorang.
Gue pribadi punya banyak harapan dalam hidup. Ingin menjadi lebih baik dari sebelumnya, itu pasti. Punya banyak teman, ingin seperti remaja lainnya yang dengan mudah bersosialiasi, dan berkumpul bersama keluarga.
Jujur, gue pengin seperti teman-teman gue yang selalu punya waktu berkumpul bersama keluarga. Berbagi suka-duka, canda-tawa, dan saling merangkul satu sama lain.
Hei, jelas semua anak ingin seperti itu, kan?
Munafik jika gue bilang semua ini baik-baik saja. Ada masanya manusia lelah berpura-pura. Lelah memasang senyum palsu, sedang di balik topengnya ia sedang menangis pilu.
Sekuat apa pun manusia berusaha, hati mereka tidak terbuat dari baja.
"Hei, ngelamun terus. Kenapa, sih?"
Lamunan gue buyar ketika Baejin tiba-tiba sudah duduk di samping. Dan tanpa permisi, laki-laki bersurai hitam itu merangkul pundak gue.
Gue mendengus. Berusaha bersikap biasa saja dengan perlakuan Baejin malam ini.
"Sekuat apa pun manusia, bukan berarti mereka nggak bisa menangis."
"Kalau rindu seseorang, cari bintang paling terang di langit malam. Bicaralah dengan menatapnya, anggap bintang itu adalah orang yang kita rindukan. Mungkin terdengar gila, tapi cukup untuk membuat hati lega."
Hhh...
Baejin ini lagi bicara apa? Memangnya dia mengerti apa yang sedang gue rasakan?
Menghela napas cukup panjang, kemudian menyingkirkan tangan Baejin yang masih setia berada di pundak gue. Bukan apa-apa, tapi lama-lama terasa pegal juga.
"Kenapa nggak ikut bantu yang lain?" tanya gue, mengalihkan pembicaraan. Berusaha bersikap tenang. Memasang senyum samar.
"Nggak usah rame-rame, ribet. Mending di sini," sahut Baejin.
"Udah sana gih, bantuin Daehwi noh, kasian ngipas sendirian. Si Jihoon juga mana lagi, pasti nyari cewek deh tuh anak."
Empat jam lagi tahun akan berganti. Oleh karenanya malam ini kami mengadakan bakar-bakar jagung, sosis dan daging di depan vila. Penghuni vila yang lain pun melakukan hal yang sama. Satu-dua menyalakan kembang api, membuat langit malam menjadi penuh warna.
Ramai.
"Gue juga kangen keluarga. Tapi belum bisa pulang. Nggak enak kalo pulang dengan tangan kosong."
Oke, kenapa harus mengarah ke sana lagi wahai Bae Jinyoung yang tampan.
"Jangan merasa paling jatuh, lo nggak sendirian," kata Baejin. Dia menatap gue lekat.
"Gue kangen Ibu, gue juga kangen Bapak. Gue kangen semuanya, Bae. Udah beberapa tahun gue nggak pulang ke Surabaya. Gue kangen. Demi Tuhan."
Untuk malam ini saja, izinkan gue untuk meluapkan rasa sesak di dada. Rasa gelisah yang sudah gue tutupi bertahun-tahun. Pertahanan gue runtuh, di hadapan laki-laki yang berhasil menohok hati dengan ucapannya.
"Jauh dari orangtua dari kecil itu nggak enak. Gue pengin pulang, pengin dipeluk mereka. Gue butuh kasih sayang nyata mereka, bukan cuma lewat telepon."

KAMU SEDANG MEMBACA
FANGIRL
Fiksyen PeminatCie, yang tadinya suka Reggae, langsung jadi pencinta Korea. Apakah ini sebuah kurma?