Seminggu berlalu sejak, kepergian sang bunda. Dan Thania tampak lebih baik, meski sebenarnya jelas dirinya tak benar-benar dalam kondisi baik-baik saja.
Gadis itu juga enggan untuk tinggal di kediaman keluarga calon suaminya yang entah sekarang masih berstatus calon suami atau sudah selesai, Thania masih belum siap untuk menambah dukanya.
Namun meski begitu, setiap hari bunda, ayah dan mas Reindra mengunjunginya dan mengajaknya keluar bersama selama seminggu ini. Sedang mas Aga dan mbak Rania sudah pulang 2 hari setelah pemakaman berlangsung.
Seperti hari ini Mas Reindra sudah datang untuk mengajaknya makan siang bersama setelah tadi pagi ayah dan bunda datang membawakannya sarapan yang sebenarnya tidak perlu karena ada bibi yang memasak. Namun Thania mengerti bahwa itu adalah bentuk kasih dan cinta mereka pada Thania yang tidak bisa di tolaknya.
Siang ini Mas Reindra mengajak Thania makan di sebuah restoran yang menjadi restoran favorit Thania sejak gadis itu remaja.
"Hari ini makan lebih banyak ya tan, ini restoran favorit kamu kan.." ucap Reindra tersenyum hangat yang membuat Thania ingin menenggelamkan dirinya karena ia merasa terluka melihat senyuman yang kini terasa palsu.
"Ini Restoran favorit mas sewaktu SMA" ucap Thania singkat membuat Reindra mengerutkan keningnya.
"Restoran Favorit mas?" Tanya Reindra bingung.
"Dulu mas datang kesini diam-diam sendiri setiap kali Kak Refan dan Mas Aga mulai membuat kegaduhan dirumah melakukan eksperimen-eksperimen konyolnya. Mas datang kesini dan membaca buku."
"Kamu tau darimana?" Tanya mas Reindra bingung.
"Karena aku mengikuti mas diam-diam setiap kali mas bilang kalau mas mau pergi cari angin."
"Terus waktu mas ga sengaja ketemu kamu disini?"
"Waktu itu aku pikir mas tau aku sengaja ngikutin mas sampai mas dengan polosnya ngira aku suka makan makanan disini. Jadi aku bilang ini restoran favoritku, padahal satu-satunya alasan restoran ini jadi favoritku sejak dulu hanya karena aku tahu mas akan datang kesini hanya sekedar untuk bersantai atau membaca buku dan nikmatin teh citrus favorit mas disini." Jawaban terpanjang yang muncul dari bibir gadis itu sejak seminggu terkahir ini.
Thania diam kembali dan mengalihkan pandangannya menuju jendela luar sedangkan Reindra menatap gadis itu dengan pandangan yang sulit diartikan. Seperti pandangan sedih dan rasa bersalah juga penyesalan yang menjadi satu.
Reindra berada dalam posisi yang amat sulit.
Setelah kembali dari restoran, Reindra tidak langsung membawa Thania kembali ke kediaman gadis itu. Melainkan menuju rumahnya, yang mana keluarga inti Reindra sudah berkumpul bersama dengan Refan dan orang tua Refan yang merupakan kerabat paling dekat yang ia miliki saat ini selain Rania dan orang tuanya yang menetap di Amerika.
Seluruh orang diruangan itu membicarakan mengenai kelanjutan hubungan Reindra dan Thania, sedangkan gadis itu hanya menatap pria disampingnya dengan pandangan penuh tanya.
"Jadi sudah kita putuskan kita langsungkan lamaran dan pernikahan secepatnya. Untuk resepsi bisa menyusul untuk kita .."
"Tunggu, apa ini semua sudah diputuskan?" Tanya Thania menyela perkataan Bunda Reindra, hal yang tak biasa dilakukannya.
"Maksud kamu gimana tan?" Kali ini tante Linda ikut bingung dengan keponakannya.
"Kalian membicarakan ini apa tidak bertanya mengenai keputusanku dan mas Reindra? Apa kalian sudah bertanya dengan mas Reindra apa ia keberatan atau tidak?" Ujar Thania yang kini membuat semua mata tertuju padanya tak terkecuali Reindra yang segera menggenggam lembut Thania.
"Tentu sudah sayang, Reindra sudah menyetujuinya. Bahkan Reindra yang meminta supaya pernikahan kalian di percepat." Ujar Bunda menencoba menangkan hati calon menantunya yang ia pahami masih dalam keadaan yang kacau.
"Mas?" Thania menatap Reindra heran.
"Kalian lanjutkan saja, Reindra dan Thania permisi sebentar." Ucap Reindra dengan senyuman yang tak lepas dari wajahnya. Senyuman yang entah apa artinya.
.
.
.
.
."Kenapa mas setuju, hari itu mas bilang mas ga bisa lanjutin hubungan kita. Sekarang kenapa mas mau mempercepat pernikahan?" Tanya Thania ketika mereka sudah sampai di taman dekat rumah Reindra.
"Hari itu mas memang ingin mengakhiri hubungan kita, mas akui itu."
"Lalu apa maksud mas sekarang? Apa karena mas merasa iba denganku? Jika ya, lebih baik kita selesaikan sekarang."
"Mas mencintai gadis lain Than."
Deg!
Satu kalimat saja sudah seperti belati paling tajam yang menusuk jantung Thania. Meski Thania sudah mengetahuinya tapi mendengar kejujuran langsung tepat dimatanya Thania tetap merasa terluka."Mas memang mencintai gadis lain Than, tapi Mas berjanji mas akan menjadi suami yang bertanggung jawab dan mas akan.."
"Cukup!" Ucap Thania dengan keras ini adalah kali pertama Reindra mendengar suara gadis itu naik satu oktaf dan pandangan yang tak pernah Reindra lihat sebelumnya.
Reindra terdiam, meski ia ingin berbicara baginya menjaga emosi Thania tetap stabil lebih penting saat ini.
"Baiklah, kita menikah." Ucap Thania tegas sebelum berjalan meninggalkan Reindra yang mematung lebih dulu.
Reindra terdiam, disatu sisi ia lega karena Thania mau menikah dengannya. Disisi lain ia hatinya terasa sesak menerima kenyataan bahwa ia harus mengorbankan dua sosok yang begitu ia cintai yang tengah ia tinggalkan saat ini.
.
.
.
.
.
.
.Lamaran dan pernikahan berlangsung tertutup dan khidmat. Dari acara lamaran hingga pernikahan yang berjarak hanya tiga hari segala acaranya dilakukan dengan sederhana atas permintaan Thania, dengan alasan bahwa ia masih dalam keadaan berduka dan semua memakluminya meski seseorang tahu betul bukan hanya itu alasan sesungguhnya.
Tepat beberapa jam setelah akad berlangsung, Thania dan Reindra segera bertolak kembali ke Amerika.
Kali ini mereka kembali ke negri paman syam dengan status sebagai suami-istri.
Ya..
Suami..
Dan istri..

KAMU SEDANG MEMBACA
Her Shining Heart
Fiksi PenggemarTentang seorang gadis yang tetap mencintai takdir yang telah mengoyak seluruh dunianya. Dear reader budayakan untuk follow akun author ya, tinggalkan jejak kalian juga dengan vote dan komen sebagai bentuk support ya👍 Ceritanya kemungkinan akan Auth...