8. Lelaki Kecil dari Bukhara

3.7K 313 6
                                    

Aqila termenung menatap nenek itu. Sejurus kemudian, matanya kembali awas melihat sekeliling ruangan.

"Aqila Misha Shafana," kata gadis itu saat ditanyai nama. Wanita tua itu kemudian duduk di sebelah Aqila. Memberikan secangkir teh kepada gadis yang masih sibuk mengamati keindahan interior dari bangunan yang terbuat dari kayu jati sebagai dinding dan langit-langit ruangan.

Di atas sana, sebuah lampu hias sebening kristal menggantung menampakkan pesonanya. Di beberapa dinding tertempel pigura tulisan arab. Lantainya terbuat dari pualam, dengan panjang keramik persrgi sekitar lima belas sentimeter.

Di bagian selatan sejauh mata memandang, terdapat rak-rak yang dipenuhi oleh buku maupun Alquran.

"Aku sudah menerima kabar dari Kiai Abdullah. Kamu Aqila itu, ya?" tanya seorang lelaki paruh baya yang mengenakan baju koko berwarna krem lengkap dengan sarung kotak-kotak dan kopiah kemudian duduk di tengah-tengah mereka. Aqila mengangguk mengiyakan.

"Sudah datang anaknya?" tanya seseorang dengan suara melengking datang dari arah dapur. Mereka menengok, menatap sumber suara.

Seorang wanita cantik yang umurnya kisaran tiga puluh tahun tampak. Dengan memakai gamis bermotif bunga kecil berwarna-warni. Jilbab instan senada yang dipakai menjuntai hingga ke punggung dengan corak jingga kemerahan.

"Iya, Mi. Dia ini gadis yang dikirim Kiai Abdullah." Lelaki itu menimpali.

Pagi itu, matahari mulai naik. Cahayanya menyilaukan mata. Menghangatkan dedaunan dan mereka. Tentang seorang gadis bernama Aqila yang kemudian bertemu dengan keluarga hangat dan harmonis yang tidak dipikirkan sebelumnya.

Aqila tersenyum, menatap mereka satu per satu. Pandangan gadis itu terhenti saat melihat nenek itu yang tersenyum lembut kepadanya.

"Ya sudah, biar umi antarkan kamu ke kamar tidurmu. Tidurlah. Aku tahu, setelah perjalanan pasti membuatmu lelah. Sudah Subuh?" Aqila mengangguk. Tas yang beberapa jam lalu ada di gendongannya sekarang telah pindah ke bahu wanita cantik itu.

Sayup-sayup ia dapat mendengar nenek itu berdoa, "Semoga Allah memberikan kemudahan bagi gadis itu."

***

Aqila tercengang, menatap pemandangan kamar di depannya yang begitu memesona.

Didesain minimalis tetapi mampu memanjakan mata. Bagi para penikmat sejarah pasti akan mengatakan jika ruangan itu memiliki seni yang tinggi. Pasalnya, bilik yang akan ditempati itu mewarisi arsitektur dari berbagai negara. Yang paling menonjol adalah Arab. Di setiap dinding bagian atas telah terpahat kaligrafi Asmaul Husna dengan warna hijau terang.

Di sebelah barat, terdapat sebuah ruangan kecil yang didesain seperti zaman Turki Utsmani. Atapnya berbentuk simetris seperti bunga dengan warna nuansa biru. Tempat untuk salat.

Sebelahnya ada kamar mandi. Di samping ranjang sedikit jauh, terdapat beberapa rak buku dengan sedikit sentuhan meja kursi yang terdapat di sebelah pojok utara di antara rak buku.

Dekat rak buku, terdapat dua buah jendela yang langsung menghadap ke arah hamparan rumput dan taman.

Sebelah kanan ranjang terdapat meja belajar. Bagian bawah dilapisi karpet tebal berwarna merah tanpa corak.

Siapa yang tidak akan terpesona? Ruangan yang begitu nyaman ini, siapa yang tidak mau tinggal di sini?

Ruangan ini, untuk seukuran kamar masih terlalu "wah" baginya.

"Jika nanti ada keperluan lain, jangan sungkan-sungkan memanggil kita. Anggap saja rumah sendiri." Aqila mengangguk sembari menatap sekitar. Masih dengan berjalan melihat-lihat paduan dua dekorasi besar yang disatukan.

Aqila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang