26. Imam Dunia Akhirat [End]

6.9K 325 25
                                    

"Sebentar lagi kita akan menikah," katanya bahagia, menatap langit yang pekat. Setia dengan parade bintang.

Embusan angin malam menerpa mereka. Aqila menggigil kedinginan. Ia tidak menginginkan seperti ini.

Tiba-tiba, seseorang yang sedari tadi menatap dari jauh mendekati mereka.

"Kamu pelakunya," kata seseorang itu melirih. Suara yang biasa didengar oleh Aqila.

Refleks mereka memutar sedikit badan mereka.

"Melakukan ap—" kata Adib tertahan saat melihat lawan bicaranya tengah membawa sesuatu.

"Faris kecewa, sama Akang. Faris sudah menganggap Kang Adib menjadi kakak sendiri. Tapi ... apa ini? Menyusup ke kamar orang tanpa izin untuk mengambil sebuah barang pribadi? Bukankah itu tidak sopan?" tanya Faris bertubi-tubi sembari melihat wajah Adib yang syok berat.

Seakan tahu jika Adib ingin bertanya ia menemukan dari mana, Faris menjawab, "Abah yang memberiku bukti ini, Kang."

"Dan ... satu lagi ... selama ini, Akang, kan, yang mengadukanku kepada Abah?"

Deg!

Aqila yang dari tadi hanya sebagai penonton karena tidak tahu menahu kejadian itu, setelah mendengar kalimat barusan, gadis itu membelalakkan mata sempurna.

"Kak ... Adib ...." Aqila menutup mulutnya dengan tangan kanan, menatap Adib yang juga menatapnya ingin menjelaskan.

"Aqila tidak menyangka, Kak ...." Gadis itu kembali melirih. Sedetik kemudian, sebuah cairan bening jatuh ke pipi.

"Ini tidak seperti yang kamu keta—"

"Akang menemukan fotoku saat aku tidak sengaja berada di luar—entah mungkin saat itu Kakak mencariku. Kemudian mengambil foto itu agar Abah tidak tahu jika aku mencintainya. Karena Akang tahu aku menyimpan foto Aqila, otomatis Kakak tahu jika aku mencintainya. Saat itulah, Akang mulai membuntutiku ke mana pun aku pergi. Bahkan, sampai menghasut abah agar aku dijodohkan. Benar-benar lucu," kata Faris tersenyum miring.

Aqila kembali memelototkan mata saat mendengar pernyataan Faris barusan.

Faris ... menyukaiku?

"Aku tidak melakukannya, Ris."

Faris mendecih, kemudian berujar, "Butuh bukti?"

Diam. Beberapa detik lengang. Hingga Faris mulai bosan dengan semua drama milik Adib.

"Tolong, Kang, hentikan drama ini. Ingin menghentikan sendiri, atau kupaksa menghentikannya?"

Suasana kembali tegang, Adib masih menatap Faris lamat-lamat. Faris masih menunggu jawaban dari Adib, tentang pertanyaan sebelumnya.

"Baiklah, akan kupaksa kamu mengakui kesalahanmu." Faris tersenyum kemenangan. Kali ini, ia berada di atas angin.

Sedangkan Aqila, menatap kejadian ini seperti mimpi. Bolehkah ia bangun dari mimpi ini saja? Seorang Adib ... yang melakukannya. Bagaimana begitu tega?

Kadang seseorang mau melakukan apa pun untuk menuruti kata hatinya. Apalagi bagi mereka yang sedang merasakan kecemburuan.

Ia jadi teringat kata-kata Adib saat berada di tepi danau.

"Keluarlah."

Belum sempat keterkejutan itu sembuh, sesuatu kembali membuatnya terkejut. Bahkan berkali lipat.

"Az—zhar?" tanya Aqila patah-patah. Azhar menatap Aqila sedetik, kemudian menghampiri Faris.

"Demi Allah, aku menyaksikannya. Kang Adib yang membuntuti kalian berdua saat berada di taman itu. Aku mengejarnya, ingin bertanya 'sedang apa di sana', tapi dia malah membuat kakiku sakit seperti ini. Tapi alhamdulillah, sekarang bisa digerakkan sedikit daripada yang dulu."

Aqila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang