24. Benarkah ....

3.2K 221 0
                                    

"Zhar!" Aqila berjalan cepat ke arah Azhar yang sedang bercanda dengan teman sekelas. Wajah Azhar yang tadinya tertawa, setelah mendengar suara Aqila, tawanya memudar. Bahkan seperti lenyap.

"Zhar, aku pergi dulu ya." Teman yang diajak bercanda tadi pamit kepada Azhar. Mungkin sadar diri, jika akan ada sesuatu jika ia masih tetap di situ. Azhar mengangguk, mengiyakan.

Mata pemuda itu belum terlepas dari wajah datar Aqila yang kemudian datang menghampiri-tinggal beberapa langkah saja.

"Sekarang apa lagi?"

"Apanya?" Kini giliran Azhar yang bertanya. Gadis di depannya, yang tiba-tiba datang lalu bertanya seperti itu, siapa yang akan mengerti?

"Kamu, kan, yang membuat Faris-"

"Bukan aku, Aqila."

Aqila tersenyum kecut. "Kalau bukan kamu, siapa?"

"Aku pun tak tahu. Selama ini, kamu tidak pernah memberiku kesempatan untuk menjelaskan."

Suasana di lapangan basket lengang. Tadinya ada canda tawa antara Azhar dan temannya, sekarang tidak ada. Hanya ada suara omelan dadi gadis remaja yang menuntut dirinya untuk mengakui kesalahan yang bahkan diperbuat saja tidak.

"Tolong jelaskan kepadaku, dia siapa?!"

"BERHENTILAH MENJADI SEPERTI ANAK KECIL!"

"Bagaimana kamu bisa menyimpulkan sesuatu tanpa tahu dasar? Bagaimana ...." Kata Azhar terpotong, kali ini pemuda itu benar-benar sakit hati. Sedangkan Aqila, tergugu saat mendengar sentakan dari Azhar.

"Dengarkan aku baik-baik, La. Bukan aku pelakunya. Caraku mencintaimu tidak seperti itu ...."

Deg!

Mata gadis itu membulat sempurna, tersentak oleh perkataan terakhir dari pemuda di depannya.

"Cin-ta?" katanya bercampur tanya. Azhar menghela napas panjang, tidak minat menjawab. Bibirnya benar-benar tidak sopan, berkata yang tidak ingin dikatakan. Keceplosan.

Suasana yang tadi hening kini semakin nyenyat. Aqila benar-benar tidak habis pikir, ternyata pemuda yang ia jadikan sahabat ternyata jatuh hati kepadanya.

Tiba-tiba, sekelebat ingatan hadir di kepala gadis itu.

Selain sebagai muara cinta dan kasih sayang, hati itu sarangnya iri, dengki, dan cemburu. Kadang seseorang mau melakukan apa pun untuk menuruti kata hatinya. Apalagi bagi mereka yang sedang merasakan kecemburuan.

"Kamu ... pelakunya." Aqila tersenyum kecut. Berjalan was-was mundur.

"Kamu cemburu kepadaku, kan? Kemudian melakukan itu semua? Jangan mengelak!"

"Aku mencintaimu, tapi caraku mencintaimu tidak seperti itu. Membiarkan seseorang terluka hanya karena kepuasan diriku. Jika aku boleh memilih, biarkan saja cintaku tak berbalas, jika harus mengorbankan sepotong hati orang lain," katanya melirih.

Aqila tersenyum kecut, menatap Azhar benci.

"Aku tidak memercayaimu!" Gadis itu berlari ke luar.

Sahabatnya itu ... benar-benar menyebalkan! Mengapa sahabat harus jatuh cinta? Mengapa? Itukah sahabat?

Mata gadis itu mengeluarkan tetesan air mata. Itukah sahabat yang berkhianat?

Mengapa? katanya dalam hati.

Jiwanya sesak.

Hanya karena sebuah rasa cinta sampai harus menghalalkan segala cara? Ia mendecih dalam hati.

Aqila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang