10. Dinner

458 12 0
                                    

Siapa yang tak senang bagi pasangan yang baru saja berbagi rasa, awal-awal memang sangat manis bukan ? Ya, dunia terasa milik berdua, malam itu adalah malam yang tak bisa ku jelaskan lagi, aku sangat bahagia dibuatnya, perasaan ku tumpah menjadi satu. Malam minggu dia mengajakku pergi ke Alun-alun Utara, setiap malam minggu memang ku jadwalkan waktuku untuknya, kalian harus tau bahwa aku pernah diprotesnya karna kesibukanku, dan cara ku mencintainya yang dianggap seperti teman biasa. Jika dikatakan romantis, aku dan dia bukanlah orang yang romantis, tapi malah sikap tulusnya lah yang kadang membuat  moment-moment tak terlupakan, seperti sering menarik hidungku, mengusap kepala dan mengedipkan sebelah matanya. Namun, hal itu lah yang kadang langsung membuat semua sistem saraf ku berhenti bekerja.

Setelah kami sampai di Alun-alun, kami duduk di antara pohon beringin besar yang ada di sana, dia tak henti-hentinya memandangiku. Sebenarnya ada hal yang ingin aku sampaikan padanya, apa lagi tak lama setelah kami jadian, ada suatu masalah yang sangat menjanggal di hatiku, hingga akhirnya aku putuskan untuk membicarakan pada Ardian.

"Sayang, aku mau tanya, boleh ? Ucapku

"Tanya lah" jawabnya santai

"Tapi aku mau sayang jawab jujur, ndak boleh marah" jelasku padanya

"Iya, tanya aja, kenapa sih ?"

"Emang sayang ndak keberatan sama agamaku ? Sayang ndak malu jalan sama aku ?" tanyaku sedikit takut padanya

"Endak lah untuk apa aku malu, kenapa ? Merasa beda ?, aku ndak mau kita bahas kayak gini ya, masak iya aku pilih kamu sampai harus kumpulin mental aku mau main-main sama perasaan" jawabnya panjang, aku terdiam mendengarnya.

"Gini ya sayang, apa yang beda ? Kita punya Tuhan, tujuan kita sama cuma jalan kita aja yang beda, kan sampainya tetap ke Tuhan, sekarang aku tanya, sayang kalo doa ke siapa ? Tuhankan ?" ucapnya kembali, dan aku hanya menganggukan kepala.

"Jangan cuma gara2 agama pikiran sayang jadi ndak positif ya, aku ndak mau" jelasnya dengan mungasap kepalaku

"Tapi sayang, gimana sama keluarga sayang ? Teman2 sayang ? Saudara atau sepupu sayang kalo tau ?" ucapku khawatir kembali

"Ini bukan kali pertama aku pacaran beda agama, tapi baru sama sayang ini lah aku pacaran semua orang terdekat ku tau kalau aku pacaran beda agama, orang tuaku ndak pernah larang aku pacaran sama orang muslim" jelasnya kembali

"Benar ?" tanya ku yang tak benar2 yakin

"Iya, orang tua ku udah sering lihat foto kita berdua di story WA, bahkan pernah tanya juga, dan aku jawab kalo aku sayang sama kamu" ucapnya

Mendengar pernyataannya membuatku berpikir bahwa memang tak ada yang salah dari perkatannya. Tiba-tiba handphone Ardian berbunyi, ternyata itu panggilan dari Ayahnya, dia mengangkatnya dan sedikit menjauh dariku, namun aku masih mendengar percakapannya.

"Halo,kenapa pak ?"
"Dimana ?"
"Ada di Alun-alun Utara"
"Sama siapa?"
"Sama pacarku lah" ucapnya sambil tersenyum memandangku
"Kesini aja, ajak sekalian kita makan malam sama-sama" ucap ayahnya
"Oooo oke-oke" jawabnya dan menutup telfon.

"Ayok kita pergi" ajaknya

"Kemana ?" jawabku yang pura2 tak mendengar pecakapannya

"Iz dah makan malam lah"

"Kan kita tadi udah makan, masih kenyang" jawabku

"Makan lagi, ini sama ayahku, dia yang ajak, masak mau nolak" ungkapnya

"Ha ? Sama ayahmu ? Ndak mau ah, aku malu lah" jawabku terkejut

" ndak ada malu-maluan ayok, biar jadi bukti sekalian kalo aku ndak main-main, kapan lagi mau makan malam sama camer, mumpung sekarang ada di Jogja" ajak nya kembali sambil menarik tanganku.

Akhirnya kami pun pergi makan malam bersama, saat itu ayah Ardian memang sedang ada di Jogja karna urusan dinas, dan menginap di salah satu hotel yang ada di Malioboro, karna jaraknya yang tak terlalu jauh kami pun segera tiba disana. Malam itu tak tau mimpi buruk atau mimpi baik yang telah menghampiriku, perasaan ku tumpah jadi satu, senang, takut, ditambah lagi detak jantungku yang mulai tak beraturan. Aku benar-benar tak percaya diri ditambah aku yang selalu terbalut oleh jilbabku. Kami segera memakirkan motor dan memberitahu bahwa telah sampai. Ayah Ardian pun keluar dari hotel, ku jabat tangannya, dan kita mulai berjalan mencari cafe terdekat.

"Pesan aja mau makan apa" tawaran ayah Ardian ke padaku

"Iya pak, terimakasih"

Sambil menunggu makanan datang, saat itu lah puncak serotonin ku meningkat (oke guys ini bahasa anak farmasi) 😂 dan rasanya benar-benar tak karuan, ku cubit bagian paha Ardian yang sedang duduk di sebelahku, seakan dia tau apa yang sedang aku rasakan, tiba2 dia memegang tanganku di bawah meja.

"Resi kan namanya ?" tanya Ayah Ardian
"Iya pak"
"Kuliahnya sama kayak Yovan?"

"Iz jangan pakai nama kampung lah pak, ndak tau dia" sahut Ardian yang protes dengan nama panggilannya di kampung.

"Ndak apa aku tau lah"

"Beda pak, saya di Fakultas Kesehatan Unjani" tambahku kembali menjawab pertanyaan Ayah Ardian

"Wahh anak kesehatan, ambil jurusan apa ?"

"Ambil farmasi pak"
"Semester nya ?"
"Sama kayak Ardian"
"Ooo, jauh ya jaraknya sama Yovan ?"

"Jauh lah sekitar 48 menit kalo mau main" sahut Ardian kembali

"Oo jauh rupanya, asal resi darimana ?"
"Dari Palembang pak"
"Nyebrang juga ya ?"
"Hehe Iya pak" jawabku dengan rasa khawatir
"Wahh jauh juga ya"

Akhirnya makanan kamipun datang, tak puas dengan identitasku.
Setelah makan ayahnya menanyakan hal lain lagi padaku.

"Resi sering jalan sama Yovan ?"

"Dulu iya pak, kalo sekarang udah jarang soalnya tugasnya nggak pernah libur, hehehe" jelasku sambil bercanda.

"Ooo gitu, iya lah tau bapak anak kesehatan memang berat kuliahnya, berat juga itu biayanya" tambah ayahnya Ardian

"Iya pak, sama-sama berjuang pokoknya sama yang di rumah" ucapku kembali

"Udah ayok pulang udah malam" ajak ayah Ardian

Begitulah malam itu, sepanjang perjalanan menuju hotel, Ardian selalu mengejekku,ku cubit bagian perutnya yang terus tersenyum ketika menatapku, dia sangat senang melihat ekspresiku yang tegang dan salah tingkah.setelah mengantarkan ayahnya ke hotel aku bersalaman kembali dan berpamitan pada ayahnya.

"Pulang ya pak" ucapku sambil mengulurkan tangan

"Iya hati-hati dijalan ya, semoga bisa ketemu lagi" jelasnya sambil menjabat tanganku

"Iya pak" ucapku tersenyum".

Between Friday And Sunday Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang