Mayang membuka matanya. Ia memeluk Ahya sambil memegang kening Ahya yang panas. Begitu juga bagian tubuhnya yang lain.
"Ya Allah, Ahya. Badannya kok panas kali? Kita berobat saja ya, sayang. Mayang nggak tega." Telapak tangan Mayang seakan terbakar meraba kening Ahya.
Ahya mengisyaratkan 'ya' kepada Mayang. Mayang membantu Ahya berjalan dan memasukkannya ke dalam mobil. Tak lupa ia mengunci pintu lalu membawa kunci itu pergi. Seandainya tadi Mayang tidak bisa menyetir, ia tak tahu bagaimana caranya membawa Ahya ke rumah sakit. Untung saja ia bisa menyetir mobil.
Sesampainya di rumah sakit, Ahya dibawa ke ruang rawat. Ahya harus diopname alias dirawat inap karena demamnya terlalu tinggi. Mayang kasihan melihat Ahya yang sedang sakit.
"Mayang, kamu kok disini? Siapa yang sakit?" Tanya Tabitha, teman Mayang saat melayat ke rumah Wina.
"Ahya, suamiku. Aku udah ngabarin keluargaku via whatsapp." Jawab Mayang dengan wajah yang panik.
"Oh, GWS buat suaminya." Ucap Tabitha sambil menepuk pundak Mayang.
"Makasih, Tab." Mayang membalas kalimat dukungan Tabitha untuk kesembuhan Ahya.
"Sama-sama, Mayang."
"Eh, ngomong-ngomong kamu ngapain disini?" Mayang bertanya kembali kepada Tabitha.
"Oh... kakak iparku atau istri abang kandungku melahirkan anak laki-laki." Jawab Tabitha dengan mata yang berbinar.
"Selamat ya, Tabitha. Akhirnya kamu punya keponakan, mama papa kamu sudah punya cucu." Mayang menjabat tangan Tabitha.
"Terima kasih, Mayang." Tabitha memeluk Mayang.
"Yaudah kalau gitu kulihat dulu bayinya, dah."
Tabitha pergi ke ruang rawat kakak iparnya. Tiba-tiba, seluruh keluarga Mayang datang ke rumah sakit. Termasuklah Pak Rino (ayah kandung Ahya/ayah mertua Mayang), Bu Meyriska (ibu kandung Ahya/ibu mertua Mayang), Bu Ella (ibu kandung Mayang/ibu mertua Ahya), Pak Kasman (ayah kandung Mayang/ayah mertua Ahya), Adit (adik kandung Mayang/adik ipar Ahya), Resita (adik angkat Mayang/adik ipar Ahya), dan Marcha (adik angkat Mayang/adik ipar Ahya). Mereka semua melihat Ahya terbaring lemah di ranjang.
"Dok, bagaimana kondisi suami saya?" Tanya Mayang dalam keadaan panik.
"Begini, Dek. Suami kamu mengalami demam biasa, tapi tinggi. Dia harus banyak istirahat dan harus dijaga ketat. Dia tidak boleh sembarangan makan diluar. Saya permisi dulu." Jawab sang dokter panjang lebar.
"Suster, kami keluarga pasien yang bernama Ahya. Kami boleh masuk?" Pinta Mayang kepada suster yang baru keluar dari ruang rawat Ahya.
"Boleh, Dek. Asalkan jangan ribut. Karena bisa mengganggu istirahat pasien." Kata suster tersebut sopan.
"Terima kasih, Suster." Ucap Mayang dengan hati yang gembira.
Suster tersebut hanya tersenyum melihat mereka. Mereka pun masuk ke ruang rawat Ahya. Sebagian dari mereka duduk di tempat tidur kosong di sebelah kiri ranjang Ahya dan sofa di sebelah kanan ranjang Ahya. Mereka membawa banyak buah-buahan.
"Ma-Mayang." Ahya memanggil nama Mayang. Matanya mengerjap untuk menetralkan pandangannya kepada Mayang. Ya, nama itulah yang ia panggil saat ia sadar dari istirahatnya.
"Iya sayang." Jawab Mayang sambil menggenggam tangan kanan Ahya yang tertancap selang infus lalu menciumnya.
"A-Ahya m-mau m-minum, May." Lirih Ahya dan menunjuk gelas berisi air yang ada di meja.
Pak Riko membantu Ahya duduk. Sementara Mayang memberi Ahya minum meskipun dibantu sedotan. Tetapi setidaknya Ahya tidak merasakan haus.
"Ma-makasih, May." Suara Ahya terdengar pelan.
"Sama-sama, sayangnya Mayang." Kata Mayang dengan tulus. Mungkin kalau dilihat dari hatinya, Mayang tidak mengharapkan imbalan apapun.
Mayang mencuci buah-buahan yang dibawa keluarganya tadi. Kemudian, ia mengupas kulit buah itu kemudian memotongnya ke dalam mangkuk. Adit membersihkan kulit buah-buahan yang jatuh lalu membuangnya ke dalam tong sampah.
"Ahya mau Mayang suapin?" Mayang menawarkan diri dengan keadaan memegang mangkuk yang berisi buah-buahan.
"Boleh, May." Ahya mengangguk.
Mayang menyuapi buah-buahan itu kepada Ahya. Tidak sampai sepuluh menit, piring tersebut kosong tak bersisa.
"Astaghfirullah." Bu Meyriska kaget melihat piring tempat makanan putranya itu.
"Kenapa, Ma?" Tanya Pak Rino.
"Ahya bisa menghabiskan buah-buahan sebanyak itu. Kita aja nggak sanggup, Pa."
Ahya tertawa di sela-sela sakitnya. Setelah itu, ia mencubit pipi Mayang kiri kanan dan mengelabui Mayang agar tidak disuruh minum obat. Ahya sangat benci dengan bau obat karena rasanya yang begitu pahit. Jikalau kondisinya seperti ini, mau tak mau ia harus meminumnya.
"Eleh, ini namanya bukan sakit." Kata Mayang bercanda.
"Iya deh sayang." Ahya merayu Mayang.
"Guys, ini kan aku lagi ke rumah sakit we. Trus, yang sakit suamiku, bukan aku. Dia ini kalau sakit mendadak kaya bayi kolot guys. Tapi nggak papa deh, aku tetap menyayanginya. Mayang sayang Ahya ha... ha... ha." Ujar Mayang sambil merekam Ahya di rumah sakit.
"Permisi Pak, Bu, Dek. Ini obatnya diminum ya, Bang. Dosisnya dua kali satu hari" Dua orang suster memasuki ruang rawat Ahya dan memberikan obat sirup.
Mayang mengambil sendok besi dari tas ibu mertuanya lalu mengelapnya dengan tisu. Setelah itu, ia menuangkan sirup itu ke dalam sendok lalu menyuapkannya ke mulut Ahya. Mayang juga menyuapi minuman kepada Ahya. Dua orang suster tersebut mengucapkan terima kasih dan pergi dari ruang rawat Ahya. Mayang sudah bisa bernapas lega karena kondisi suaminya itu berangsur membaik.
"Cepat sembuh ya, Bang Ahya." Ucap Adit, Marcha, dan Resita serempak.
"Cepat sembuh anak kesayangan kami." Bu Meyriska dan Pak Riko mengelus kepala putranya itu.
"Cepat sembuh menantu kami." Bu Ella dan Pak Kasman memakai cara Adit, Marcha, dan Resita.
"Cepat sembuh, Ahya sayang. Mayang sayang Ahya." Mayang mengelus kening Ahya, menggenggam tangannya, mencium kening dan tangan kanannya yang tertancap selang infus.
"Ma-makasih semuanya." Ahya membalas ucapan mereka yang mengharapkan kesembuhannya.
"Sama-sama, sayang." Mayang duduk di kursi samping ranjang Ahya.
Ahya menarik jari tengah dan jari manis kiri Mayang yang berhiaskan cincin berlian itu. Ia bergeser ke kanan dengan maksud agar Mayang berbaring di sampingnya. Mayang merebahkan diri di samping Ahya. Mayang membuka kacamatanya lalu meletakkannya di meja samping tempat tidur Ahya. Mayang memeluk Ahya dari samping lalu mencium keningnya. Ahya menatap Mayang lekat.
"Kenapa lingkar matanya hitam, sayang?" Tanya Ahya dengan suara yang lemah.
"Mayang keseringan pake kacamata, sayang. Kalo enggak pake kacamata, Mayang nggak bisa membaca." Jawab Mayang dengan ekspresi yang imut.
"Oh." Ahya mengangguk.
YOU ARE READING
Cinta Dalam Diam
FanfictionDelilah Armayang Dinar Puteri (20) atau Mayang adalah seorang gadis yang diam-diam menyukai temannya yang bernama Ahya Alkhairi Arkana (22). Ahya adalah seorang pemilik bengkel. Mayang adalah seorang gadis yang cantik, manis, baik hati, setia, mandi...