Menjaga lewat jarak terjaga atas nama dan dengan izin Allah, akan aku lakukan itu dengan setulus rasa. Untukmu, seseorang yang telah lama terpatri dalam hatiku, izinkan aku membawa serta namamu dalam bait doaku.
*****
Aku bernasib sama dengan Bang Idan, Risya tak mau bicara denganku. Aku sudah hampir frustasi jika saja Mama tidak segera mengajakku pulang dengan dalih ia harus pergi menemui kliennya.
“Kamu sama Zidan abis ngelakuin apa sama Risya?” pertanyaan Mama terdengar horor saat kami sudah di jalan. Mama tidak bohong, kami benar akan ke butik Mama.
“Risya salah paham, Ma. Namanya perempuan, dikit-dikit nyalahin laki-laki.” Mama menoyor kepalaku.
“Enak aja kamu! Kamus kehidupan dalam bab 'pasangan', tidak tercantum alasan apapun yang membolehkan laki-laki menyalahkan perempuan, artinya perempuan memang selalu menang jika berhadapan dengan laki-laki. Awas nanti Risya ninggalin kamu kalau nggak bisa ngertiin dia. Salah satu caranya, kamu ngalah aja kalau sedang berhadapan dengan Risya.”
Demi apa, Mama punya kamus kehidupan lengkap dengan bab per bab? Hah? Bisa mati aku kalau nanti Mama berada disatu kubu yang sama dengan Risya. Jangan sampai!
“Iya, Ma, aku sudah pernah bilang sama Mama kan, bagiku yang terpenting itu kebahagiaan Risya.”
“Iya, Nak. Mama doakan yang terbaik untuk kamu, dan untuk siapapun yang akan jadi pendampingmu kelak.”
“Makasih, Ma, Dave akan kasi menantu terbaik buat Mama,” aku geli sendiri menyadari kalimatku. Sampai saat ini masih samar siapa yang akan jadi pendampingku, eh, sudah ku pastikan duluan ke Mama akan memberikannya menantu terbaik.
“Tetaplah dalam batasmu menyayangi seorang perempuan, sebab bisa jadi ia hanya ujian yang Allah berikan, Allah hanya ingin menguji seberapa kuat dirimu untuk tidak salah mengartikan cinta.”
Mamaku memang bijak, ditambah cantik dan pintar, paket komplit deh. Meski Mama tidak terlalu ketat dalam hal keagamaan--Mama sudah menutup aurat tapi belum sampai pada tahap seperti Umi Risya, bagaimana pun, aku tetap dan akan selalu menyanginya. Juga, aku selalu berusaha untuk membawa Mama menjadi perempuan salihah.
“Untuk hal itu, Dave paham Ma. Hanya saja, Dave kadang masih susah mengendalikan diri, masih susah untuk melawan bisikan setan yang selalu mendorong Dave untuk membuat Risya mengambil keputusan terpaksa. Bukan sepenuhnya bisikan setan, tapi suara hati Dave meminta untuk jangan sampai dikemudian hari Risya merasakan luka yang tak pantas dirasakannya.” Mama menepuk pundakku, menyalurkan kekuatan padaku.
Sampai pertemuan Mama dan kliennya beres, aku meminta izin untuk menunggu Mama di kafe seberang jalan--tepat berseberangan dengan butik Mama.
Secara kebetulan pun aku bertemu dengan teman kampusku, kami memilih duduk di meja yang sama. Miris, ia sudah menggandeng pasangan sedang aku masih sendirian. Berbicara umur, aku lebih tua setahun darinya. Benar. Temanku itu nikah muda.
“Jadi, kapan Gua dapat kiriman undangan nikahan Lu?” pertanyaan horor mulai terdengar oleh indra pendengaranku.
Aku tertawa sumbang dibuatnya. “Tunggu sampai Allah nunjukin di mana jodoh Gua berada. Lu kan, enak, udah ketemu. Nikah muda lagi.”
“Eh, Ran. Omong-omong nih ya, gimana sih pandangan Lu tentang anak muda jaman sekarang yang selalu ingin nikah muda?” tanyaku saat Randi sudah kembali duduk--selepas ia membantu istrinya mengeratkan simpul tali sepatu, romantis kan?
Iya. Panggil saja temanku ini Randi, Randi Indra. Kami sekelas, tapi nyatanya dia lebih muda setahun. Istrinya, Indah, Indah Ayunasti. Cewek yang memang sejak dulu pas kuliah diincarnya. Cewek yang berpenampilan sama dengan Risya. Nah, itu kenapa mereka milih nikah muda ketimbang numpuk dosa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Setulus Rasa (END)✔️
Tâm linhUpdate tiap senin, rabu, jumat, sabtu! Baca yuk! Kali aja bisa jadi temanmu mengarungi kisah cinta yang abu-abu, sebab belum pahamnya dirimu dengan cinta atas dasar cintamu pada-Nya, Sang Pemilik Cinta. Bukankah romantis jika rasa itu dinamai Cinta...