35. Roda Kehidupan

1.9K 82 0
                                    

Yang didapat hanya keridaan, tidak seperti mereka yang malah melakukan kesalahan karena tidak dalam sebuah ikatan yang sesuai ketetapan.

🌿🌿🌿


Dengan sabar Risya menunggu Dave selesai dengan pekerjaannya. Dia duduk diam mengamati Dave dari tempatnya duduk saat ini. Tapi karena Dave begitu lama akhirnya Risya tertidur di atas sofa.

Sementara Dave masih serius berkutat dengan pekerjaannya. Ruang kerja di apartemen Dave lebih banyak menyita waktu laki-laki itu dibanding ruangan lainnya membuat Risya terkadang marah karena suaminya yang masih saja betah sebagai workaholic.

Hubungan keduanya sudah membaik, Risya sudah terbuka pada Dave, bahkan tak segan-segan Risya bersikap over protective pada Dave saat terlalu memikirkan pekerjaan. Namun, sayang sekali Dave tidak bisa berhenti memikirkan pekerjaan, membuat Risya seperti diduakan dengan berkas-berkas dan benda berbentuk persegi panjang yang selalu Dave bawa ke mana-mana.

Meski sibuk dengan pekerjaannya Dave masih sesekali melirik ke arah istrinya. Melihat jam di dinding menunjukkan pukul dua puluh tiga lewat empat puluh menit, membuat Dave melirik ke arah Risya dan mendapati istrinya sudah terlelap.

Cantik.

Dengan sigap Dave langsung menutup benda dengan layar persegi panjang berlogo apple di depannya, dan langsung menghampiri istrinya.

Dave mencium kening Risya. “Maafin aku ya, Sayang,” kata Dave membawa tubuh Risya ke gendongannya dan berjalan menuju kamar mereka.

Risya menggeliat dari tidurnya, dia terbangun dan mendapati dirinya sudah ada di kamar. Sendiri.

Dave ada di mana?

Tidak lama pandangan Risya teralih ke arah pintu kamar yang baru saja terbuka menampilkan sosok yang dicarinya. Dave berjalan ke arah Risya dengan kening bergelombang melihat istrinya kembali terjaga dari tidurnya.

Dave ikut berbaring di samping Risya yang sudah memilih membelakanginya, tepat di belakangnya sehingga dengan begitu dia dengan mudah memeluk istrinya dari belakang.

“Kamu bangun lagi?” Dave terus memainkan jari Risya yang ada digenggamnya. “Kenapa? Apa ada yang mengganggu sampai kamu terjaga?”

“Kalau dikasih pilihan, pilih aku atau pekerjaan kamu, kamu pilih yang mana Mas?”

Risya sudah menggunakan sebutan 'Mas' sejak mereka pindah ke apartemen ini, atau terbilang tiga hari setelah mereka menikah. Lebih memilih itu dibanding harus memilih sebutan yang kata Dave adalah sebutan yang digunakan oleh mereka yang bersuku Makassar, Daeng. Risya tidak bisa, dia merasa sangat asing dengan sebutan itu.

“Aku pilih keduanya.” Dave memutar arah Risya menghadap ke arahnya. “Aku minta maaf,” katanya lembut.

“Aku tuh capek bilangin kamu untuk nggak terlalu mikirin pekerjaan, Mas. Tiap ditanya kamu iya-iya terus, tapi apa? Kamu tetap kayak gitu.”

“Aku kerja untuk kamu juga, Sya.”

“Yang aku mau waktu kamu untuk aku. Aku lebih butuh itu dibanding uang.”

“Risya....”

“Aku nikah sama kamu bukan untuk dicuekin karena kerjaan. Aku nikah bukan cuma karena uang. Aku butuh kamu dibanding yang lainnya, Mas. Bahkan pulang kuliah aku selalu nyempatin buat samperin kamu ke kantor, karena aku tahu aku ini istri kamu.”

“Sya!” Dave memijit pelipisnya yang berdenyut karena pusing.

Risya melepaskan diri dari Dave, dia tidak suka dibentak. Bukan tidak suka, tapi dia benar-benar tidak bisa diperlakukan seperti itu. Hatinya lemah untuk suara bernada tinggi, terlebih jika terkesan kasar.

Setulus Rasa (END)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang