33. Unpredictable (Ketetapan Terindah di Waktu Yang Tepat)

1.5K 80 6
                                    

Untuk pasangan, siapa pun pilihan-Nya, selalu ingat bahwa Dia yang lebih tahu mana yang terbaik untukmu.

🌿🌿🌿

Sinar mentari menelusup masuk lewat jendela yang telah terbuka lebar, menyorotku yang masih enggan bangkit dari bergelung di bawah selimut. Merasa seperti bukan diriku yang kembali tidur setelah subuh. Tapi aku benar-benar mengantuk tadi.

Kemarin aku menghabiskan waktu dengan fokus me time, melanjutkan hafalanku. Sorenya Umi sempat menelepon, berkata Zidan akan datang untuk menjemputku setelah subuh. Dan aku tidak mengacuhkan perkataan Umi, aku kembali tidur saja tanpa menunggu Zidan karena aku sangat amat diserang kantuk.

Sinar mentari menyorot ke arahku? Tunggu dulu, perasaan aku belum membuka tirai. Kenapa bisa sinar mentari terasa sekali sorotannya? Satu lagi. Aku mendengar suara Umi seperti sedang memberikan arahan pada seseorang. Belum lagi aku banyak mendengar langkah kaki berlalu-lalang di sekitarku.

Penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi aku akhirnya membuka mata. Dan apa yang kulihat membuatku membulatkan mata. Ada apa ini? Kenapa aku sudah ada di kamarku yang di rumah? Kapan Zidan menjemputku?

Berkali-kali aku menampar pipiku, dan berkali-kali pula aku merasakan sakit. Ini bukan mimpi. Tapi, ada apa sebenarnya? Kenapa kamarku sudah seperti habis disulap saja dengan banyak hiasan?

"Berhenti bertanya-tanya dalam hati, Lil. Segera mandi dan bersiap-siap, atau kamu akan menyesal dengan penampilan berantakanmu itu, sayang." aku mendengar ucapan Umi masih dengan banyak tanya terngiang di kepaku. Ah, itu urusan belakang. Sepertinya memang sedang ada perayaan di rumahku. Tidak mungkin aku tampil berantakan, dan belum mandi.

Tambah heran saja setelah mandi aku dipaksa duduk di meja riasku dengan beberapa perempuan cantik diperintah Umi untuk meriasku. Astaga ada lagi. Aku disuruh memakai gaun yang entah menyilaukan di mataku. Indahnya yang menyilaukan.

Belum sempat melanjutkan tanya-tanya berikutnya memenuhi kepalaku. Umi meminta untukku duduk di tepi ranjang, dan memintaku fokus menatap ke layar televisi di sudut ruangan. Tunggu dulu, aku masih ingin bertanya, sejak kapan televisi di kamarku berubah menjadi sebesar itu? Ya Allah, ada apa ini sebenarnya.

Tak lama aku melihat tv menampilkan pemandangan yang sumpah demi apa, aku terperangah, mulutku terkunci, hatiku berdesir hebat, dan seperti hatiku meminta loncat keluar karena detakannya yang tidak biasa. Aku melihat Abi tengah duduk berhadapan dengan seorang laki-laki. Dia? Siapa pun yang tahu, tolong bilang ke Risya, apa yang sebenarnya terjadi?

Terlihat Abi dan laki-laki itu tengah berada di... Astaga, itu di masjid depan. Apa yang mereka lakukan berada di masjid, dan Abi berhadapan dengannya dengan berjabat tangan.

Selanjutnya, apa yang kudengar semuanya sangat unpredictable.

"Qobiltu Nikahaha wa Tazwijaha alal Mahril Madzkuur wa Radhiitu bihi. Wallahu Waliyut Taufiq." dengan mulusnya kalimat itu diucapkan.

Bagaimana bisa, bagaimana bisa ini terjadi? Aku tidak tahu harus berbuat apa. Perasaanku campur aduk. Terlebih saat mendengar orang-orang yang mengelilingi Abi dan yang di hadapannya di dalam masjid serempak mengatakan 'sah', aku linglung.

Setelah berhasil menguasai diri aku menyempatkan bertanya pada Umi, "Umi, ada apa ini?" kataku menahan agar air di pelupuk mataku tidak membanjiri pipiku.

Setulus Rasa (END)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang