12. Hilang

2.3K 126 1
                                    

Sepuluh hari sejak kepergian kak Raffa yang katanya ada pekerjaan mendadak, dan hingga saat ini dia hilang kabar. Aku bertanya pada Bunda dan Ayah tapi mereka memilih bungkam. Lalu, apa kabarnya pernikahan kami yang berasa sudah di atur secepat mungkin waktunya? Apa semua akan berantakan?

Dulu kak Raffa menghilang saat aku melabuh hati di masa remajaku yang masih belum mengenal batasan menaruh hati pada lawan jenis. Dia kembali hadir di saat aku telah berusaha menghilangkan semuanya, di saat aku ingin lepas dari bayang-bayangnya. Dia kembali seolah tak pernah pergi; dia kembali mengembalikan rasa itu seutuhnya berlabuh dalam hati meski hanya aku dan sang pemilik hati yang tahu.

Sekarang apa lagi? Apakah ini kali kedua? Jika iya, ku harap tidak ada lagi berikutnya. Engganku mengakui bahwa ada secercah harap kemarin saat ia menyampaikan titik harap di hadapan Abi dan Umi.

Sirna. Matahari itu tenggelam tergantikan petang lalu muncul kegelapan. Seperti itulah aku mengibaratkan Raffa yang tenggelam, menghilang tanpa aba-aba menyisakan kehampaan bak ruang sepi tak bercahaya sedikit pun.

"Ngapain siang bolong gini putri Umi betah di taman? Panas Sayang."

Aku menatap tulus pada bintang hidupku.

"Risya berjemur Mi, seperti turis di pantai-pantai," Umi terkekeh mendengarnya. "Kamu itu ada-ada saja. Ayo masuk, Umi tadi buat cake cokelat kesukaan putri Umi kalau lagi murung."

Belaian tangannya terasa di atas kepalaku yang terlapis jilbab.

"Risya baik-baik saja Umi, enggak ada masalah jadi ngapain Risya harus murung?"

"Iya enggak, tapi ada enggaknya kita harus tetap masuk ke dalam. Umi pengin duduk santai bareng putri Umi," senyum tulus, hangat nan menyejukkan terpancar dari wajahnya yang terlihat muda meski telah berusia.

Duduk nyaman di sofa dengan Umi. Aku sudah tahu Umi akan membahas tentangnya dan aku tak menginginkan hal tersebut.

"Kakak mana Mi?"

Baiklah. Sepertinya mengalihkan topik tidak ada salahnya.

"Kakakmu ada pekerjaan penting. Oh iya, gimana kuliah kamu?"

"Risya kan ambil cuti untuk persiapan nikah Mi, masa Umi lupa?" tanyaku karena sepertinya Umi kehilangan fokus.

Kekehen terdengar, "Ya allah, Umi lupa."

"Terus nanti kamu masuk kampusnya kapan lagi?" tanya Umi

Hening. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Jadwal pernikahan saja sepertinya akan diundur yang otomatis itu juga akan berimbas ke cuti kuliahku.

"Nanti kalau beres cepat aku penginnya cepat masuk kuliah lagi sih, Mi. Tapi kan kita nggak tahu sekarang harus gimana."

Dibanding harus kembali memikirkan hal yang menjadi beban, aku memilih kembali ke kamar. "Risya ke kamar dulu ya, Mi."

"Umi enggak ada yang mau dibicarain sama Risya, kan?" tanyaku sebelum benar-benar beranjak.

Umi menggeleng. "Nanti aja Sayang, kamu istirahat saja dulu," wanita terhebat dalam hidupku memang paling mengerti. "Baiklah. Risya ke atas ya Mi."

Malam yang senyap; gelap tidak benar-benar pergi setelah terbit mentari. Buktinya ia masih menyisakan embun yang memberi tanda bahwa malam benar-benar ada. Sama seperti dia yang saat ini hilang kabar, ia pergi namun menyisakan kenangan yang membekas meski pergi membawa titik harap yang pernah begitu ku harapkan. Bedanya dengan malam bahwa malam menghilang kisaran dua belas jam saja, sedang ia menghilang sudah sepuluh hari lamanya.

"Baik-baik ya. Aku enggak akan lama kok, karena aku sudah sangat menantikan hari di mana aku akan menjadi penuntunmu. Imammu." ucapnya terakhir kali sebelum ia pergi.

Singkat. Kujawab, "Iya."

Sesingkat itu jawabanku. Saat itu tidak terpikirkan akan datang hari seperti hari ini dan hari-hari ke depan. Aku berpikir bahwa perginya memang hanya sebentar saja, namun ironisnya malah seperti sekarang ini.

Bagaimana aku harus menyikapi semua ini? Coba saja tempatkan diri kalian ada di posisiku saat ini. Ku harap cara menyikapi kalian berbeda dengan caraku yang pura-pura tidak tahu. Iya, orang-orang tidak melihat adanya kepanikan pada diriku. Mereka menganggap seolah aku baik-baik saja.

Mungkin saat ini, inilah yang terbaik menurut-Nya. Aku yakin apa yang telah ditetapkan-Nya tidak akan berubah di luar kehendak-Nya. Qadarullah, Allah maha mengetahui apa yang terbaik untuk tiap hamba-Nya.

Setulus Rasa (END)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang