Love #27

7.1K 731 139
                                    

Semakin rusuh...semakin rusuh...

#Tim hore Satria mana suaranya?

#Tim hore Arjuna mana suaranya?

#Tim hore Rene mana suaranya?

💫💫💫

Rahil yang sudah di teras hendak menyusul Ai, Sertu Firda dan Riki ke vila sebelah mengernyit heran saat melihat Ai justru digandeng seorang lelaki muda dalam kondisi shock. Segera ia berlari menyusul Kakaknya.

"Lho, Mas Riki? Mbak Ai kenapa?" Tanyanya spontan tanpa mengalihkan pandangannya dari Ai.

"Mending kamu gendong ke kamarnya deh." Saran Riki.

"Oke. Yuk Mbak?" Rahil mengangguk dan membopong Ai masuk ke dalam. "Tolong bukain pintunya." Dalam hati ia penasaran kenapa Kakaknya sampai gemetar dan begitu dalam gendongannya langsung merangkulnya erat.

Setelah pintu terbuka, Rahil bersama Riki segera masuk dan langsung membuat semua orang yang kebetulan tengah berkumpul menunggu waktu shalat itu terkejut.

"Mbak Ai kenapa, Dek?" Frannie yang tengah duduk segera bangkit bersama Rashad menyusul anaknya yang terus jalan menuju kamar Ai.

"Nggak tahu, Ma. Tahu-tahu di depan sudah jalan digandeng Mas Riki kayak shock gitu." Jawab Rahil.

"Riki, Om kan sudah bilang kalau..." Rashad menatap tajam pada teman anak-anaknya itu.

"Siap salah, Dan. Kita bawa Ai dulu ke kamar." Sahut Riki tegas yang mengerti maksud Rashad.

Frannie berjalan lebih cepat lalu membuka pintu kamar Ai. Rahil pun menyusul masuk dan dengan lembut membaringkan badan Ai. Sedang Mamanya melepas sepatunya.

Tapi begitu Rashad duduk di sebelahnya, Ai bangkit dan memeluk Papanya.

"Riki?" Rashad menuntut jawaban dengan suara dinginnya.

Riki mengangguk lalu menatap sekeliling dan mendapati semua berada di kamar Ai termasuk Satria dan Sertu Firda.

"Mohon maaf semua, Ai hanya shock. Mohon ijin, minta waktunya sebentar. Saya ingin bicara hanya dengan keluarga Ai dan...Sertu Firda." Saat mengucapkan itu, Riki menatap tajam Satria yang tampak lesu.

Keluarga Mayor Teguh pun mengangguk dan memberi keluarga Rashad privasi. Setelah semua keluar, Sertu Firda menutup pintu pelan dan menguncinya.

Tanpa buang waktu Riki pun menceritakan apa yang terjadi. Semuanya. Apa adanya. Tanpa dikurangi atau dilebihkan.

Rashad bisa melihat kejujuran Riki tapi ia tetap mengkonfirmasinya pada Sertu Firda yang selalu menemani Ai.

Rashad menghela nafas kasar.

"Sebetulnya...di satu sisi aku maklum dengan tindakan Bang Satria. Kalau saja Riki betulan penjahat, kalau Abang nggak tegas mungkin aku sudah diapa-apakan." Tiba-tiba Ai berkata lirih. "Tapi...setelahnya...Abang tetap emosi dan...dan...ya itu...Harusnya kan Abang ingat ada Sertu Firda. Kalau Sertu Firda santai kan artinya nggak ada apa-apa tapi...tapi...Abang..."

Rashad mengusap-usap punggung Ai menenangkan. Ia menoleh pada istrinya. "Ma, tolong buatin teh hangat buat Mbak Ai. Nanti kasih Firda." Lalu pada anggotanya, "Firda, tolong jaga Ai." Ia mengusap punggung Ai sekali lagi dan mengecup puncaknya lalu membaringkan Ai di kasur dengan lembut dan menyelimutinya. "Mbak istirahat dulu. Kalau sudah mendingan, kita pulang."

Ai mengangguk dan meraih guling yang ada.

"Ai, aku juga pamit ya? Istirahat aja. Kapan-kapan aku ke rumahmu sama Intan. Assalamu'alaikum."

Ai mengangguk. "Makasih. Wa'alaikumsalam." Balas Ai lirih.

"Ya sudah. Makasih ya." Ucap Rashad sambil menepuk bahu Riki. "Kapan-kapan ke rumah. Om tunggu."

"Siap, Om."

Riki pamit juga pada Sertu Firda lalu keluar bersama Rashad dan Rahil.

🌹🌹🌹

Di ruang tamu duduk Rashad, Frannie, Rahil, Mayor Teguh, Putri dan Satria.

Satria terus menunduk dengan wajah kuyu. Mama dan Ayahnya juga sama lelahnya. Satria juga sudah menceritakan apa yang terjadi pada keluarganya dan mereka sangat kecewa. Ayahnya bahkan marah sekali. Nyaris Satria dihajar Ayahnya tapi dicegah Mamanya.

Rashad menghela nafas dalam. "Abang, coba angkat mukanya."

Suara tenang Rashad semakin menciutkan hati Satria. Ia lebih lega menghadapi kemarahan atasan ayahnya itu. Perlahan Satria mengangkat wajahnya dan memberanikan diri menatap Rashad.

Rashad tersenyum tulus. "Terima kasih sudah peduli pada Ai. Om bahkan Ai maklum atas tindakan cepat Abang yang mengkhawatirkan Ai. Terima kasih. Seandainya Riki penjahat, seperti kata Ai, dia pasti nggak selamat kalau Abang nggak melakukan tindakan cepat."

Satria merasa tubuhnya mulai mendingin tak nyaman.

"Jadi untuk masalah itu, kita tutup saja." Atas ucapan Rashad, Satria dan orangtuanya menatapnya tak percaya. Semudah itu? Benarkah? Rashad yang overprotective terhadap Ai? Rashad tersenyum lagi. Tapi kali ini Satria merasa tak nyaman. "Tapi di sisi lain, terus terang, Om sangat kecewa sama Abang. Sekarang tolong jawab yang jujur, apa yang ada di pikiran Abang tadi saat melihat Ai dan Riki?"

Perlahan namun pasti wajah pucat Satria berubah memerah. "Saya...saya..."

"Prajurit tidak ada yang gagap." Ingat Rashad dingin.

Wajah Satria semakin memerah. "Siap!" Katanya tegas, berusaha menekan kegugupannya. "Saya khawatir pada Ai, ada lelaki asing menyentuhnya."

"Kenapa?" Desak Rashad.

"Takut Ai dijahati."

"Itu saja?"

"Siap. Iya, Om."

"Kenapa Abang takut Ai dijahati?" Kejar Rashad kalem. "Dalam posisi sebagai apa? Teman? Orang yang disuka?"

"Ssiap. Orang yang disuka."

Rashad manggut-manggut. "Wajar dan manusiawi seseorang itu tertarik pada lawan jenisnya. Om nggak menyalahkan Abang untuk itu. Hanya saja...sampai mana keseriusan Abang? Maaf, Om sama sekali nggak melihat hal itu sama sekali."

Wajah Satria semakin memucat.

"Apalagi yang Abang tunggu sebetulnya? Saling mengenal lebih dekat? Seberapa dekat sampai Abang puas? Kalian sudah saling mengenal baik sejak lama. Sedikit banyak sudah saling mengenal pribadi masing-masing. Harusnya saat Abang minta ijin mengenal Ai lebih dekat, itu betul-betul sejalan dengan keseriusan Abang." Rashad menghela nafas. "Dulu Om berharap banyak Abang bisa menjadi menantu, Om. Dulu. Tentu Om nggak bisa menolak takdir seandainya Abang betul-betul berjodoh dengan Ai. Tapi untuk saat ini, maaf. Om tidak bisa lagi melepas Ai untuk Abang. Om tidak membenci Abang, tapi bolehkan sebagai Papa, Om kecewa? Silahkan datang ke rumah kapan saja, pintu rumah kami terbuka lebar untuk Abang tapi sebagai teman. Hanya teman. Tak lebih."

Vonis sudah dijatuhkan. Jauh lebih mematikan untuk Satria daripada dihajar oleh Rashad. Satria merasa nyawanya lepas separo.

"Silahkan bicara apapun yang Abang ingin bicarakan sekarang dengan Ai sebelum kami pulang. Biar ditemani Rahil." Rashad mengangguk pada Rahil yang langsung beranjak dan terpaksa diikuti oleh Satria.

Kepergian keduanya diiringi suasana hening mencekam di belakang mereka.

Rahil mengetuk pintu kamar Kakaknya yang dibuka Sertu Firda. "Papa menyuruh Bang Satria ngomong dengan Mbak Ai sebelum kita pulang."

Ai yang sedang membereskan barang-barangnya walaupun dengan wajah masih pucat pun mengangguk.

"Kita ngobrol di dekat kolam renang saja." Usul Rahil.

"Mbak Ai pergi saja. Nanti barang-barangnya saya yang bawa ke mobil." Kata Sertu Firda.

Ai mengangguk. "Makasih, Kak." Lalu dengan digandeng Rahil, ia menuju samping vila bersama Satria yang berjalan bagai zombie.

❄❄❄

Sidoarjo, 06-01-2019

Ai Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang