Love #41

23.5K 856 130
                                    

Melebihi target jumlah bab 😭😭😭 yah sudahlah 😄😄😄

Badan tiba-tiba lemes 😫😫😫😖😖😖...kalau sampai update berarti kalian beruntung😌😌😌

🏡🏡🏡

Esok harinya usai resepsi, Ai dan Rene langsung pindah ke rumah baru. Mumpung keluarga besar tengah berkumpul.

Bedanya dengan Frannie dan Rashad dulu adalah isi rumah sudah lengkap. Sebagian sumbangan dari keluarga Perancis sebagai kado pernikahan. Tentu berupa uang sehingga barang-barangnya tetap beli di Malang.

"Yah, baguslah...one gate system. Walaupun rumahnya nggak pakai pagar tapi aman." Komentar Rashad pada Rene setelah acara pengajian selesai.

"Alhamdulillah, Pa." Rene mengangguk.

"Titip kesayangan Papa ya?" Kata Rashad sambil menepuk-nepuk bahu menantunya. Ia menghela nafas dalam. "Nggak nyangka sudah menikah saja dia. Perasaan baru kemarin dia lahir...nyaris tinggal di Perancis pula. Eh...lha kok suaminya blasteran Perancis."

Rene sudah mendengar cerita kelahiran Ai semalam dari mulut istrinya sendiri yang membuatnya berpikir mungkin itu penyebab Papa mertuanya ini overprotective ke Ai.

"Pasti. Demi Allah saya akan menjaga kesayangan Papa seperti Papa menjaganya." Janji Rene.

"Haduuuh...ini bakalan ngobrolnya pakai bahasa Perancis terus ini." keluh Rashad yang membuat Rene terkekeh. Ia menatap tajam menantunya langsung terdiam. "Awas, ajari juga anak-anak kalian nanti bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Jangan lupakan akar kita dari mana."

"Iya, pasti, Pa." Rene mengangguk mantap.

Menjelang maghrib barulah rumah benar-benar sepi.

Ai dan Rene tengah duduk di ruang keluarga sambil menunggu adzan yang masih setengah jam lagi. Yang tadinya biasa saja, sekarang luar biasa canggung.

"Catnya beda dari yang kamu mau diawal..." kata Rene membuka pembicaraan. Ya, rumah mereka pada akhirnya bernuansa hijau, biru dan cokelat, mengikuti kamar mandi yang sudah direnovasi pemilik rumah menjadi bernuansa biru.

Ai menggeleng. "Nggak apa-apa, Mas Rene. Ini juga nyaman. Adem. Waktu itu aku cuma dapat inspirasi random aja...kayaknya bagus. Tapi kok setelah lihat contoh catnya...kok nggak sesuai mauku. Cuma...akhirnya ketemunya ijo lagi."

"Ingat rumah Papa ya?" Rene tersenyum. "Uhm...kamu bisa kok manggil aku Yousef."

Ai mendongak. "Mas...Yousef?"

Rene mengangguk. "Tapi semaunya Aisha aja."

Lalu kembali terdiam.

"Ehm, besok mau pergi?" Ajak Rene.

"Kemana?"

"Terserah kamu maunya kemana. Atau ke rumah Mama-Papa aja? Kayaknya Sahil masih kangen tuh."

Ai melirik Rene, sedikit cemberut. "Kok Mas Re...Mas You gitu sih..."

Rene terkekeh lalu menggeser duduknya lebih dekat pada Ai. Memeluknya dan mengelus kepalanya. "Hehehe...nggak apa-apa kok. Kesana aja. Kalian jarang ketemu kan?"

"Ya tapi..."

"Sahil baik kan? Dia udah kasih restu lho sebelum Papa kasih restu. Walaupun interogasinya panjang dan detail sih...tapi lolos kan? Hehehe..." Rene melihat jam, sudah mendekati waktu maghrib. "Aku ke masjid dulu ya?" Ia pun melepas pelukannya dan mencium kening Ai sebelum beranjak ke kamar mandi. Meninggalkan rasa hangat yang menyebar di pipi dan seluruh tubuh Ai.

Tak lama kemudian, Rene menuju masjid. Ai pun segera mengambil wudlu.

Setengah jam kemudian, usai shalat maghrib dan mengaji bersama, pertama kalinya Ai dan Rene makan berdua.

Ai Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang