Love #37

9.7K 840 201
                                    

Mendekati ending ya guys...bisa jadi 3 bab lagi atau 5 bab lagi 😄😄😄

Bonne lecture. Happy reading.

💕💕💕

Sejak kejadian di kampus Rahil, tak ada kabar apapun dari Rene. Rahil sendiri setiap hari bertanya apa yang Ai dan rekan kerjanya bicarakan waktu itu dan ia kesal karena Kakak dan rekan kerjanya sama-sama bungkam.

Sampai Sadewa iseng tiba-tiba melakban mulut Rahil yang terus ngomel apalagi kadang-kadang ngomelnya dengan bahasa Perancis yang ia tidak mengerti.

Kemudian di hari minggu nan cerah tiba-tiba Rene datang dengan membawa macaroon by Maman tentunya. Pakaiannya rapi.

"Quoi de neuf? (Ada apa)" tembak Rahil tanpa basa basi yang langsung mendapat teguran Frannie yang kebetulan membuka pintu.

"Masuk dulu." Suruh Frannie.

"Terima kasih, Tante." Dan Rene duduk setelah disilahkan duduk. "Saya kesini mau bicara sama Om dan Tante."

Rahil yang hendak buka mulut sambil memicingkan mata terpaksa diam karena Mamanya menyuruhnya memanggil Papanya sekalian membawa masuk macaroonnya dan membuat teh.

"Assalamu'alaikum, Om." Sapa Rene sambil menyalim.

Rashad mengangguk. "Wa'alaikumsalam. Kata Rahil ada yang mau dibicarakan dengan saya?"

"Iya, Om." Rene mengangguk mantap.

"Ya sudah, langsung saja." Rashad menyilahkan.

"Saya datang dengan maksud untuk menanyakan pada Om dan Tante apakah mengizinkan Aisha menjadi istri saya?" Tanyanya tanpa basa-basi.

Spontan kedua mata Rashad dan Frannie melebar.

"Mas Rene serius?" Tanya Frannie lembut setelah menetralkan perasaannya. Selama ini ia tidak pernah melihat gelagat lelaki blasteran itu ke arah sana. Mungkin secara tak sadar ia lebih memandang Rene sebagai lelaki bule, sehingga perlakuannya ke Ai lebih tampak seperti kebiasaan lelaki bule atau orang Perancis pada umumnya. Hanya bedanya lebih islami.

Rene mengangguk lagi dengan yakin. "Ya, Tante. Om, Tante, saya serius ingin menjadikan Ai istri saya. Maaf kalau seperti mendadak. Saya dibesarkan oleh orangtua yang mengatakan jika menyukai seseorang dan sudah mantap, lebih baik langsung menikah. Secara usia juga bukan waktunya bermain-main."

"Usia Mas Rene berapa kalau boleh tahu?" Tanya Rashad dengan ekspresi yang sulit dibaca. Walaupun tadi sempat terkejut.

"Tiga puluh tahun, Om."

Rashad manggut-manggut. Lalu keluarlah Ira dengan tiga cangkir teh hangat dan sepiring roti kukus yang kebetulan dibeli Frannie saat jalan-jalan pagi dengan Rashad.

"Silahkan teh sama kuenya, Mas. Permisi." Kata Ira lalu masuk lagi.

"Diminum dulu sama dicicipi kuenya. Tapi itu beli di pasar besar sih." Kata Frannie.

Rene tersenyum. Bersama Rashad, ia meraih cangkir tehnya.

"Apa Mas Rene bisa kasih kami jaminan tidak akan ada Patriz atau Patriz-Patriz yang lain?" Tanya Rashad tajam.

Rene menelan ludahnya dan bersyukur sudah meletakkam cangkirnya. "In asya Allah tidak ada, Om. Lagipula Patriz sudah punya uhm...pacar."

"Tapi cara bergaulnya begitu..."

"Iya, Om. Cara bergaul Patriz. Bukan saya. Saya sering dibilang kaku sama dia karena prinsip saya. Lagipula dia sebetulnya juga tidak tinggal disini tapi di Jakarta. Kebetulan saja kemarin kami ketemu."

Ai Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang