3

47 4 0
                                    

Angin malam bertiup kencang di luar tenda. Api unggun yang berjarak satu setengah meter dari tenda itu sudah sejak dua jam yang lalu padam. Menyisakan bara memerah yang tertiup angin. Asapnya membubung mengikuti arah angin.

Kedua tenda tertutup rapat, penghuninya terlelap dengan nyenyaknya, akibat pendakian yang melelahkan tadi siang. Masing-masing tenda diisi oleh tiga orang. Tenda pertama ada Cornia, Cesya dan Gemi, sementara tenda sebelahnya ada Leony, Virga dan Nesya. Ukuran tenda yang pas-pasan cukup membuat mereka tidur agak berdesakan. Tiba-tiba Cornia terbangun, mendengar ada suara gerasak-gerusuk tak jauh dari luar tenda. Seperti ada sesuatu di balik semak belukar sana. Saat tidur, Cornia memang mudah sekali terbangun meski karena suara kecil sekalipun.

Ia kemudian duduk, mengikat rambut ikal panjangnya asal lantas hendak keluar. Namun sesaat ia berhenti. Ia memang penasaran dengan suara di luar itu, tapi keluar sendirian dari tenda untuk memastikannya juga bukan pilihan yang baik. Bisa saja di luar ada binatang buas, atau kemungkinan buruk lainnya. Jelas ini berbahaya. Ia memastikan sekali lagi, menajamkan pendengaran. Suara gerasak-gerusuk itu masih ada, meski sayup-sayup. Ia memutuskan untuk membangunkan Cesya dan Gemi, menggoncang pelan tubuh mereka berdua yang lelap sekali tidurnya.

Cesya, setelah beberapa kali digoncang bahunya, tidak juga bangun. Bahkan tak bereaksi sama sekali. Ia terlalu asik berkelana di dunia mimpi. Kali ini Gemi, saat Cornia mencoba membangunkannya ada reaksi positif. Gemi terjaga sambil mengucek matanya. "Gemi, bangun..." ucap Cornia pelan seperti berbisik.

"Huaaah.. Ada apa Cornia? Apa kamu ingin buang air kecil sampai membangunkanku malam-malam begini?" tanya Gemi sambil menguap sekali lagi.
"Bukan itu.. Ada suara berisik di luar, mungkin di balik semak sana. Apa kamu tidak dengar?"

"Lantas kenapa kalau ada suara berisik di luar? Ini hutan, Cornia. Sah-sah saja ada suara-suara aneh seperti itu. Paling itu suara musang yang sedang mencari mangsa, atau tupai atau apalah."

"Tapi suaranya dari tadi tidak hilang-hilang, Gemi. Aku penasaran, bisa jadi ada sesuatu. Kita harus mengeceknya."

"Simpan saja rasa penasaranmu itu, Cornia. Tidak ada apa-apa di luar sana. Ayo kembali tidur. Mataku mengantuk sekali, badanku lelah..." Gemi kembali berbaring, menutup seluruh badannya dengan selimut, pertanda tak ingin diganggu. Cornia mendengus sebal. Gemi memang selalu menyepelekan segala hal.

Sejenak Cornia berpikir harus melakukan apa. Berbekal rasa penasaran yang begitu kuat, ia akhirnya memutuskan untuk memastikan keluar tenda. Jika nanti memang ada sesuatu yang berbahaya, ia tinggal berlari kembali ke tenda dan membangunkan kawan-kawannya. Tapi, semoga saja bukan apa-apa. Pikirnya.

Ia melangkah pelan keluar tenda. Bara api unggun telah padam seutuhnya, hanya menyisakan asap kecil yang menari-nari tertiup angin. Di langit, bulan bersinar dengan terangnya. Cahayanya menerangi sekitar. Sambil memegangi senter, Cornia mencoba mencari arah suara. Matanya awas menatap sekitar. Tampak semak dari arah samping kanan tenda bergerak-gerak, juga terdengar suara gerasak-gerusuk tadi. Pasti di sana, batinnya.

Cornia melangkah pelan sambil mengarahkan cahaya senter ke semak itu. Saat matanya semakin fokus ke depan, tiba-tiba saja ia merasakan ada sentuhan di bahu kirinya yang membuat ia terlonjak kaget. Senternya terjatuh. "Hei, kamu sedang apa, Cornia?" Ternyata itu Leony. Cornia menghela napas pelan, memungut kembali senternya.

"Ternyata kamu Leony huft ..."

"Kamu belum menjawab pertanyaanku. Sedang apa di luar malam-malam begini?"

"Aku mendengar sesuatu dari arah sana." Cornia menunjuk ke depan. Ke arah semak yang kini telah tenang. Suaranya tiba-tiba hilang. Mungkin karena mendengar suara senter terjatuh saat dirinya terkejut tadi.

Fighting dreamersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang