6

23 3 0
                                    

Malam kedua enam bersahabat itu menginap di hutan yang antah-berantah. Bedanya, malam sebelumnya mereka masih bisa merasakan kehangatan berlindung di balik tenda dengan bantal dan selimut. Tidak seperti sekarang, mereka hanya tidur beralaskan dedaunan dan beratapkan langit malam, cerah berbintang terlihat dari sela-sela dahan pohon tinggi menjulang. Kesiur angin malam menelisik rimbunnya belukar. Seolah tak ingin ketinggalan, nyamuk-nyamuk hutan yang besar-besar itu pun menjalankan perannya. Mengganggu Cornia dan Leony yang tengah berjaga, duduk di depan api unggun. Sementara keempat temannya yang lain sudah terlelap dalam mimpi masing-masing.

Cornia memasukkan sebuah ranting yang lumayan besar ke dalam api yang telah banyak melahap kayu bakar dan dedaunan. Menyisakan banyak bara memerah panas. Sementara Leony sibuk mengusap kedua telapak tangannya, jaketnya tak cukup mampu melindungi dari hawa dingin yang menusuk. Sejak gantian berjaga dengan Virga dan Cesya tadi, mereka sama-sama sibuk dalam hening. Lebih yertarik memperhatikan api yang meliuk-liuk dihembus angin.

"Entah kenapa, aku rasanya sangat menikmati ketersesatan kita ini, Leony

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Entah kenapa, aku rasanya sangat menikmati ketersesatan kita ini, Leony. Aku bahkan tak merindukan rumah sama sekali" Cornia memulai percakapan. Tatapan Leony yang tertumpu pada api itu beralih padanya, sambil menghela napas pelan.

"Sebenarnya, kalau bukan mengingat kita sekarang sedang tersesat tanpa tahu jalan pulang, tentu aku juga akan sangat menikmatinya. Sudah lama aku ingin merasakan berpetualang di hutan belantara seperti ini, tapi tentunya dengan perencanaan yang matang, peralatan yang lengkap dan peta. Sungguh tak pernah terbayangkan olehku kita akan tersasar di dalam hutan belantara yang antah-berantah seperti ini, dan parahnya lagi kita tak memiliki peralatan apapun" jelas Leony panjang lebar.

Cornia terkekeh pelan, "Kau benar, tersesat di tempat seperti ini bukanlah hal yang menyenangkan" ia menatap sekeliling "tapi aku menikmatinya" sambungnya.

"Semua kejadian ini... Memberikan begitu banyak pelajaran untukku" tatapan Leony menerawang, "Aku yang tak punya pengetahuan tentang bertahan hidup dalam hutan kini mendapatkan banyak pengalaman yang menakjubkan. Menemui tumbuhan-tumbuhan yang belum pernah aku lihat, menikmati sejuknya air sungai secara nyata, mencicipi rasa ikannya. Itu hebat!" ia mengalihkan pandangannya pada Cornia yang menyimak ceritanya dengan serius, "Kau tentu tahu bukan bahwa selama ini aku hanya berdiam diri menghabiskan waktu di rumah? Hanya keluar untuk kuliah, berkumpul dengan kalian dan keperluan penting lainnya. Orangtuaku selalu membatasi langkahku. Tak sembarang memperbolehkan aku pergi, kecuali bila bersama kalian karena mereka tahu aku pasti aman bersama kalian. Bahkan saat aku minta izin kemarin, untuk pergi mendaki bersama kalian, mereka agak keberatan. Hanya saja aku berhasil meyakinkan mereka bahwa aku akan baik-baik saja" sambungnya. Cornia menanggapinya dengan tersenyum.

"Menurutku itu hal wajar, Leony. Mungkin itulah bukti sayangnya mereka padamu.. Tidak sepertiku. Saat aku pulang terlambat, hanya ibu satu-satunya orang yang mengkhawatirkanku. Saat aku sakit atau apapun hanya ibu yang selalu ada untukku. Sementara kak Azam, aku tak tahu kenapa, sejak ayah tiada ia berubah padaku. Sudah tidak perduli lagi dengan keberadaanku. Bahkan mungkin bisa dibilang ia tak menganggapku lagi sebagai adik. Entah mengapa... Ia hanya pulang untuk menjenguk ibu, lantas kembali pergi entah kemana. Tiap kali bertemu denganku, dia selalu saja mendengus sebal, tak suka dengan keberadaanku. Padahal dulu, dialah yang paling dekat denganku melebihi kedekatan ibu denganku. Aku tak tahu kenapa ia berubah seperti itu..." Cornia menunduk, wajahnya menghangat menahan setetes air mata agar tidak jatuh. Leony ikut luluh mendengar tuturan temannya, ia tersadar betapa beruntung dirinya. Memiliki kedua orangtua lengkap yang begitu menyayanginya.

"Kau tak perlu bersedih Cornia. Pasti ada hal yang membuat sikap kak Azam berubah padamu. Suatu saat semoga ia bisa kembali lagi seperti dulu. Tugasmu hanyalah tetap berusaha menjadi adik terbaik untuknya. Lagi pula, kau masih memiliki kami bukan?" hibur Leony. Cornia mengangkat kepalanya, tersenyum tipis "Kau benar, Leony".

" Kalian sedang membicarakan apa?" tiba-tiba Nesya ikut bergabung duduk di dekat api unggun. Nyamuk-nyamuk liar itu membuat tidurnya terganggu. Di pipi kanannya bahkan sudah muncul dua bengkakan kecil akibat gigitan nyamuk. Cornia dan Leony saling tatap sejenak lantas tertawa melihat ekspresi Nesya yang setengah mengantuk.

"Hanya mengobrol biasa.." kata Leony.
"Oh ya, bagaimana rencana kita untuk perjalanan besok? Entah kenapa, aku merasa sangat yakin bahwa di seberang sungai tadi terdapat pemukiman penduduk. Jika benar, kita bisa mendapatkan petunjuk jalan pulang, setidaknya kita bisa mendapat pertolongan, menumpang menginap misalnya" Cornia sembarang mencomot topik pembicaraan tentang perjalanan mereka besok.

Fighting dreamersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang