5

24 3 0
                                    

Cornia, Leony dan Nesya tiba di tepian sungai setelah menelusuri beberapa turunan lereng hutan yang lumayan curam. Air sungai itu deras dan jernih. Lebarnya kira-kira tiga meter dengan aliran yang dangkal. Banyaknya bebatuan besar dapat memudahkan untuk menyebrang. Mereka bertiga merasa lega telah menemukan sungai ini, selain bisa mencari ikan dan bisa memperoleh air, mereka juga jadi punya harapan menemukan pemukiman penduduk. Meski ini baru prediksi mereka saja.

Mereka bertiga menuruni tebing dan masuk ke dalam sungai yang airnya hanya selutut. Kesejukannya menjalari kaki-kaki mereka. Bahkan Nesya langsung membasuh wajahnya, tak tanggung-tanggung juga membasahi kepalanya. Segar sekali.

Leony berjalan menyebrangi hingga ke tengah, menuju bebatuan besar. Hendak beristirahat sejenak. Memanjat sebuah cadas besar lantas duduk berselonjor di atasnya.

"Hei teman-teman! Di sini ada banyak sekali ikan, Lihatlah!" teriak Cornia dari dalam air. Wajahnya tampak segar sekaligus berbinar. Nesya menghampirinya juga Leony yang ikut turun dari cadas. "Wah.. Ikannya besar-besar." Nesya takjub. "Ini tidak bisa dilewatkan, ayo kita tangkap!" teriak Leony penuh semangat. "Ayo...!!"

Mereka bertiga sibuk berkecimpung di dalam air, menghalau, mengepung lantas menangkapi ikan-ikan itu dengan tangan kosong. Sayang, tampaknya ikan-ikan itu cerdik dan lincah. Tak mudah ditaklukan. Tak habis akal, Cornia meloncat keluar mencari kayu atau ranting yang kuat. Berbekal ranting yang ia tajamkan ujungnya, ia kembali meloncat ke dalam sungai. Lihatlah ikan-ikan nakal, kali ini aku punya senjata, begitu maksud senyumnya.

Tak terasa, sudah satu jam mereka bermain-main di sungai itu. Waktunya kembali, membawa hasil tangkapan. Perut mereka sudah sejak tadi meraung minta diisi. Mereka berjalan beriringan dengan membawa tiga renteng ikan sekaligus, yang telah dibersihkan isi perutnya dan air yang diwadahi dengan daun keladi lebar yang telah dibentuk sedemikian rupa. Masing-masingnya membawa satu jerat ikan dan air.

***

"Perutku lapar sekali," keluh Cesya yang duduk menjeplak tanah. Rambut keritingnya bergoyang-goyang diterpa angin yang membawa asap. Baru saja Virga berhasil menghidupkan api dengan mengumpulkan reranting kayu dan dedaunan kering yang berserakan. Beruntung, ia masih menyimpan sebuah korek api di dalam kantong jaketnya waktu di tenda kemaren, jadi ia tak perlu pusing menghidupkan api dengan menggosokkan dua buah batu. Lagi pula, mana bisa ia melakukan hal primitif seperti itu.

"Aku tahu kau lapar, Cesya. Aku pun tak kalah laparnya. Sudahlah bantu aku menyusun daun-daun ini, tampaknya sebentar lagi gelap. Kita pasti akan berisitirahat dulu di sini hingga besok pagi," sungut Gemi, ia yang tengah mengumpulkan dedaunan untuk alas tidur agak jengkel mendengar Cesya mengeluh tanpa ikut membantu. Langit memang sudah terlihat oren kekuningan. Pantas saja perut mereka sudah meraung lapar, ternyata sudah hampir seharian mereka tidak makan.

Tak lama berselang datanglah Leony, Cornia dan Nesya menyibak semak belukar. Wajah Cesya yang tadinya lesu mendadak cerah. Begitu pula Gemi dan Virga, mata mereka berbinar menatap ikan-ikan yang dibawa teman-temannya. Seperti anak kecil yang dibelikan mainan oleh ibunya, senang tak terkira.

Fighting dreamersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang