28

33 3 12
                                    

"Hei, hati-hati! Kau menginjak tumitku!" Cesya berseru pelan, Nesya sudah dua kali menginjak tumitnya.

"Maaf... Aku tidak sengaja.. Kau lihat sendiri kan jalannya gelap?" Nesya bersungut-sungut. Bagaimana tidak akan terinjak? Jarak mereka saja hanya selangkah, itu pun di antara semak yang sangat gelap lantaran masih dini hari.

"Hei, kalian berdua ini ribut saja! Nanti kalau ketahuan oleh pengintai itu bagaimana?!" Virga yang berjalan di belakang mereka berseru sebal.

Mereka semua memulai perjalanan dari belakang gubuk Kakek Kiman. Mengambil jalur memutar ke arah danau sesuai petunjuk Kakek Kiman. Dalam kegelapan, mereka menerabas semak dengan hati-hati. Berusaha tidak menimbulkan suara sama sekali. Dari jauh, terdengar lolongan serigala dan anjing hutan bersahut-sahutan. Membuat tengkuk meremang.


***


"Sekarang kita kemana lagi Noki? Sudah dua jam lebih kita menyusuri hutan. Seharusnya kita sudah sampai sesuai dengan yang dibilang Kakek Kiman tadi" Leony berceletuk.

"Aku juga tidak tahu... Seharusnya kita sudah sampai jika rutenya benar. Tapi kita tidak melihat danau di dekat sini" Noki mencoba membaca kembali peta sederhana yang diberikan Kakek Kiman di bawah cahaya korek api.

"Ku rasa kita tidak bisa menemukan danaunya karena hutannya sangat gelap" Gemi berpendapat. Itu pertama kalinya ia bicara sejak memulai perjalanan tadi. Noki dan Leony saling tatap. Itu benar juga.

"Aku punya ide!" Nesya berseru pelan. Mereka semua menoleh. Nesya menurunkan ranselnya lantas berlari kecil ke pohon terdekat. Mereka semua menatap bingung.

Nesya menyingsingkan kaki celana, lantas mulai memanjat pohon rindang itu dalam kegelapan. Gerakannya lihai. Dalam satu menit dia sudah berada di puncak pohon, menatap sekitar. Noki berdecak kagum, ternyata itu idenya. Dengan melihat dari atas pohon, ia bisa melihat kondisi hutan lebih jelas.

"Aku tidak tahu kalau Nesya itu pandai memanjat" Cesya berceletuk. Virga di sebelahnya mengangguk. "Ya. Dia lincah sekali. Seperti monyet"

"Huss! Apa yang kalian bilang barusan? Nesya itu teman kita, bukan monyet" seru Gemi galak. Virga menggaruk kepala, "Maaf.."

"Teman-teman, aku tahu dimana danaunya! Tidak jauh lagi dari sini" Nesya bersorak dari atas pohon.




"Permisi...!" Noki mengetuk pintu gubuk yang berdiri persis di tepi danau. Gubuk satu-satunya yang ada di tengah hutan belantara itu.

"Noki, bukankah tidak sopan bertamu pagi-pagi buta begini? Orangnya pasti sedang tidur lelap saat ini" Leony berceletuk. Berdiri di sebelah Noki.

Noki mengangkat bahu, "Bagaimana lagi? Kita harus bisa menemukan buku tua itu secepatnya, kita tidak punya waktu meski jika itu hanya untuk menunggu pagi tiba"

Leony mengangguk, benar juga.

"Permisi...! Apa ada orang?.."

Terdengar bunyi langkah kaki berjalan mendekati pintu. Noki dan Leony serentak mundur selangkah dari depan pintu. Sedetik kemudian, muncul seorang laki-laki berumur sekitar lima puluhan dari balik pintu. Mengenakan piama tidur. Ia menatap bingung setelah sebelumnya mengucek mata.

"Permisi.. Apakah anda tuan Tejo?" Leony bertanya sopan. Lelaki itu diam sejenak, lantas mengangguk.

"Kalian ini siapa? Dari mana kalian tahu namaku? Dan ada perlu apa kalian bertamu pagi buta begini?" tanya lelaki pemilik gubuk itu agak sinis, mungkin sebal karena tidurnya terganggu.

Fighting dreamersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang