17

16 3 0
                                    

"Berhubung aku hanya punya dua busur, jadi kalian harus memakainya bergantian. Satu aku yang pegang, satu lagi untuk kalian" Noki menyelempangkan anak panah di punggungnya. Di tangannya tergenggam dua busur panah. "Nah, siapa yang akan memegang busur ini lebih dulu?" sambungnya sambil menyodorkan sebuah busur di tangan kanannya pada enam bersahabat itu. Mereka saling pandang, kecuali Gemi yang tampaknya enggan mengambil giliran pertama. Ia tak habis pikir kenapa teman-temannya mau ikut berburu bersama Noki. Yang ia sesalkan bukan berburunya, melainkan masuk ke hutan. Rasanya tersesat di hutan beberapa hari yang lalu membuatnya tidak ingin lagi kembali ke sana, meskipun kali ini mereka pasti tidak lagi akan tersesat.

Memastikan tidak ada yang bergerak untuk maju mengambil anak panah itu, Leony berinisiatif untuk maju lebih dulu. Ia meraih busur dari genggaman Noki dan ikut menyandangkan anak panah di punggung. Lagi pula yang punya ide untuk ikut belajar berburu kan juga dirinya. Semuanya diam tanpa protes. Dari tatapannya mereka setuju Leony yang memegang busur. Sudah seperti acara pengamanahan benda pusaka saja.

"Ok, kalau begitu bisakah kita berangkat sekarang?" tanya Nesya bersemangat. Dari awal memang dirinyalah yang paling semangat dan berminat untuk ikut. Juga Cesya yang padahal tak tahu sama sekali perihal berburu di tengah hutan, ikut-ikutan tertular semangatnya Nesya. Ia sudah bersiap dengan berbungkus-bungkus keripik singkong berbagai rasa dalam ranselnya-pinjaman dari Niki. Sebagai antisipasi kalau-kalau nanti di jalan mereka kehabisan logistik. Sudah seperti mau piknik saja, begitu maksud tatapan Gemi padanya.

Cornia juga sudah siap dengan dirinya, dalam artian dia tidak membawa apa-apa kecuali modal keberanian dan semangat belajar seperti Nesya dan Cesya, serta sebuah benda kecil yang tersimpan dibalik saku jaketnya. Pemberian Ran kemarin siang.

Dalam petualangan kali ini -Cesya menyebutnya petulangan- Virga kebagian tugas untuk membawa air minum dan bekal. Di punggungnya sudah tersandang ransel besar berisi kotak-kotak makanan yang telah disiapkan Niki sejak fajar pagi tadi. Di tangannya tergenggam sebotol besar air minum, yang botolnya terbuat dari bambu. Dia sama sekali tidak keberatan dengan tugasnya, meski sedikit berat.

Sementara Gemi, terpaksa untuk ikut siap pergi bersama yang lainnya. Sebagai antisipasi atas kejadian tersesat di hutan beberapa hari lalu itu, ia memakai pakaian dua kali lebih tebal. Kaos berlengan panjang yang ia dapat dari Niki dan celana panjangnya. Dilapisi jaket miliknya yang sudah tampak kusut karena berhari-hari tak pernah disetrika. Di kepalanya juga bertengger topi bundar yang sama seperti punya Noki. Kemarin saat menemani Niki ke pasar menjual biji kopi, ia melihat ada seorang penjual topi. Ia tertarik hendak membeli namun tak memiliki uang. Niki yang menyadarinya berbaik hati membelikan satu untuknya. Rambut panjangnya tersanggul rapi. Dia bermaksud berpakaian seperti itu agar nanti terhindar dari serangan gigitan nyamuk hutan dan serangga-serangga menggelikan lainnya.

Setelah memastikan semuanya siap, rombongan yang tampak lebih mirip seperti rombongan wisata penjelajah hutan ini memulai perjalanan. Mereka kali ini menuju ke arah barat, memasuki gerbang hutan yang berada beberapa kilometer dari kebun belakang rumah Noki. Untuk mencapai hutan, mereka lebih dulu menyebrangi sungai  tempat biasa mereka menangkap ikan untuk sarapan.

Leony melangkah dengan semangatnya di belakang Noki. Jalan setapak yang amat kecil dan penuh belukar di setiap sisinya tak memungkinkan mereka untuk berjalan bersisian. Sambil menghirup udara segar yang khas berbau tumbuh-tumbuhan hutan, Leony bertanya-tanya akan seperti apa perburuan mereka nanti.

***

Matahari telah berada tepat di atas kepala saat mereka memutuskan beristirahat untuk makan siang. Baru dua jam lebih mereka bergantian belajar memanah sesuai arahan Noki, namun wajah mereka sudah mulai terlihat kusut satu-satu. Hanya Nesya yang tampaknya masih semangat seperti antusiasnya saat pertama kali membidikkan anak panah yang tentu saja meleset. Belum juga anak panah terlepas sempurna, sang buruan sudah keburu hilang di balik belukar. Namun itu sama sekali tak menyurutkan semangatnya. Meleset, coba lagi. Buruan tidak muncul, batang pohon besarlah yang menjadi sasarannya. Ia begitu gigih. Tak ada kata menyerah, ia yakin ia bisa jika ia bersungguh-sungguh. Sudah lama ia ingin belajar memanah, dan sekarang takdir berbaik hati memberinya kesempatan. Cesya bahkan terkagum-kagum melihatnya, berulang kali memuji dan menyemangati.

Leony yang dari awal sang pencetus ide ini pun tak mau kalah. Meski berkali-kali meleset, ia tetap teguh untuk terus mencoba. Bahkan batang pohon yang dijadikan sasaran oleh Nesya, hancur permukaannya hingga tak berbentuk oleh tancapan anak panah Leony. Ia begitu menikmatinya hingga saat tiba waktunya giliran yang lain untuk mencoba, ia bersungut-sungut. Belum juga beberapa kali aku membidik sudah disuruh gantian saja- begitu maksud tatapannya.

Lain lagi dengan Cornia. Dia lebih memilih banyak memperhatikan dari pada ikut membidik. Ia belajar tidak hanya dari praktek tapi juga dari memperhatikan, memahami dan memikirkan setiap tekniknya. Ikut mempelajarinya dengan otak. Dia juga tampak lebih tenang dari yang lain. Lebih banyak diam. Bahkan saat makan siang pun ia hanya mengambil sepotong singkong rebus yang diberi kelapa. Menikmatinya dengan takzim. Temannya yang lain tidak terlalu memperhatikan karena sibuk dengan makanan masing-masing. Pelajaran ini lumayan menguras tenaga.

Berbanding terbalik dengan tiga orang temannya, Virga, Cesya dan Gemi justru lebih sering mengeluh. Memberi alasan bahwa mereka tidak berbakat dalam bidang panah-memanah. Terlebih dengan Gemi. Dia selalu mencari alasan untuk tidak ikut belajar. Lebih banyak menonton. Jika saja bukan karena teman-temannya, sudah dari awal ia memutuskan untuk tidak ikut.

Persediaan makan siang tandas. Tinggal kotak-kotak makanan yang kosong dan beberapa kue yang dibungkus daun pisang. Niki sengaja menambahkan bekal dengan beberapa potong kue tradisional dari olahan singkong dan goreng pisang. Termasuk singkong rebus yang dimakan Cornia tadi. Niki memang suka sekali memasak, dengan adanya enam bersahabat itu ia jadi punya alasan untuk lebih sering memasak berbagai macam jenis masakan.

"Kurasa latihan kalian tadi sudah cukup. Sekarang kalian hanya perlu memperhatikan bagaimana caraku berburu yang sebenarnya" Noki menatap mereka satu-persatu. "Kalian akan tetap latihan hingga beberapa hari ke depan. Setidaknya sampai kalian benar-benar sudah bisa membidik dengan lurus dan tepat sasaran. Masalah kelihaian dan kelincahan, bisa kalian latih sendiri nantinya" sambungnya. Yang lainnya mengangguk, kecuali Gemi yang terlihat  sedikit terpaksa. Virga dan Cesya hanya mengangguk patuh, sebenarnya mereka juga ingin jadi pemanah yang hebat. Hanya saja mungkin mereka memang tidak cukup berbakat.

"Semuanya bersiap-siaplah. Kita akan memasuki bagian hutan yang lebih dalam. Kita akan berburu rusa yang besar" Noki bangkit dari duduknya, mengambil anak panah dan busur.

"Yaahh.." Gemi mengeluh tertahan. Kemudian ikut membantu teman-temannya membereskan kotak makanan dengan wajah kusut.

Fighting dreamersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang