Kau, aku dan dia ... pada akhirnya kita semuanya hanya akan tinggal kenangan.
Namun, biarkan aku meninggalkan jejakku sebelum hal itu terjadi. Setidaknya meninggalkan asaku untuk kau yang tidak menyadari hadirku, perasaanku dan inginku.
Atau untuk k...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cast : Kim Mingyu
—ooo—
"Hah ... hah ... hah!"
Pemuda berkulit kecokelatan itu memeriksa detak jantungnya yang berdebar kencang. Berderu melebihi ambang batas normal.
Sepertinya sudah aman. Untung saja ada ada ruang kelas yang terbuka. Ia berhasil memanfaatkan ruangan tersebut untuk bersembunyi, meski sedikit temaram.
Ia lelah. Benar! Sangat lelah. Setiap harinya harus berlari menghindari para perempuan yang mengejarnya. Ada yang bilang ini berkah. Tidak! Sama sekali bukan. Baginya ini bencana!
Semua kejadian pelik ini disebabkan penemuan sang kakak yang notabene adalah ilmuwan jenius. Sangat sembarang menjadikan Mingyu—sang adik—sebagai kelinci percobaan. Tanpa adanya persetujuan atau sejenisnya, sial sekali baginya yang menjadi tumbal 'kegilaan' sang kakak dan asistennya.
Kim Mingyu. Bahkan sebelum dijadikan bahan percobaan, siapa yang tidak mengenalnya? Dirinya tergolong mahasiswa tampan, berpostur tinggi dengan kulit kecokelatan yang menambah kesan eksotis dan manly. Kabar baiknya, tahun depan ia akan segera lulus.
Tanpa hasil penelitian sang kakak, sebenarnya hari Mingyu sudah terbilang cukup riuh. Hampir setiap hari ia mendapatkan pernyataan cinta baik dari angkatan senior atau junior. Namun, kondisinya diperparah setelah dua hari lalu.
Love Virus.
Begitu katanya. Secara diam-diam, kakak sulungnya mencampur beberapa tetes hasil penelitiannya ke botol minuman yang selalu dikonsumsi Mingyu setiap pagi. Sang kakak menyebutnya penemuannya sebagai ramuan cinta—Love Virus. Belum diketahui secara pasti khasiatnya seperti apa. Akan tetapi, sejak dua hari lalu—bersamaan awal hari uji coba—Mingyu merasakan hidupnya bertambah ganjil. Banyak gadis yang 'menggila' sekadar bertatapan pandang dengannya.
Lebih buruk. Mereka juga mengejar, menguntit, dan paling ekstrem, para gadis tersebut tampak tak sungkan menggodanya tatkala ia tengah menyusuri lorong koridor kampus. Hingga Nyonya Han, penjaga perpustakaan yang sudah paling lanjut usia, ikut memainkan mata sesaat Mingyu berniat meminjam buku. Seharusnya hanya membutuhkan waktu lima menit untuk mencatat dan membubuhi stempel di kartu buku paling belakang, tapi nyatanya tidak. Pemuda Kim itu harus menghabiskan waktu setengah jam hanya untuk menikmati senyum renta yang dianggapnya sedang tebar pesona.
"Noona!" Mingyu tak tahan. Ia membanting pintu laboratorium sang kakak—yang berlokasi di sebelah rumahnya—pada saat dirinya baru kembali dari kampus dengan peluh yang bercucuran.
"Mingyu-a ... kau sudah datang?" Mengenakan kacamata lebar, jas putih, rambut pendek yang terikat, kalau menilik dengan saksama, bisa dibilang penampilan sang kakak jauh dari kata ilmuwan. Tidak seperti yang ditampilkan di televisi, sang kakak terlihat begitu kontras ketika asyik bergelut dengan dunia penelitiannya. Lebih tampak seperti pemulung dibandingkan ilmuwan. Begitulah Mingyu menggambarkan sang kakak, Kim Jiwon.