"Sampai kapan kau berencana tidur, Sayang?"Mata wanita yang diajak berbicara tersebut sontak terbuka cepat. Ia menoleh lemah. Kedua pupil matanya melebar diikuti dahi yang berkerut.
Bohong. Ini pasti bohong, pikirnya. Tanpa sadar ia menggeleng, menyangkal presensi pria yang dengan mudahnya duduk di samping kasurnya sambil mengumbar senyum. Suasana ini sangat dikenalnya. Sama dengan pemilik suara yang tengah mengajaknya bicara.
"Apa kau masih akan terus berbaring di sana, sementara suamimu ini harus bergegas ke kantor?"
Masih menyisakan tanda tanya pada wanita yang perlahan mengubah posisi tubuhnya. Tak lagi berbaring, sosok wanita berambut panjang itu kini duduk mengarah pada sang suami yang telah bergerak menuju kaca yang terletak di sebelah lemari baju.
Seiring matanya mengerjap lemah, ia ingin percaya semua ini bukanlah mimpi.
Tak ada yang aneh. Gambaran ini sama seperti rutinitas yang kerap dia lewati. Hanya ada seorang pria jangkung, tersenyum simpul padanya seraya bergulat dengan dasi yang sedari tadi gagal dipasangnya.
Sadar sang suami memang bukan ahlinya memasang dasi, seutas senyum meninggi dari kedua sudut bibirnya wanita yang spontan bergerak.
"Biar aku bantu!" bilangnya telah mendekat.
Dan seperti biasa, pria di depannya cuma tersenyum sambil menunggu tangan gemulai tersebut selesai memasangkan dasi. Benar ... tidak ada yang pelik. Semua ini terbilang biasa.
Jari yang gemulai itu hampir selesai menjalin seutas tali di leher sang suami. Pertolongan sederhana, tetapi selalu berkesan. Ketika wajah sang istri terlihat lekat dengan jarak yang amat dekat.
"Kau sangat cantik!" Pujian singkat yang selalu sama dilontarkan sang pria. Meski selalu sama, tetap membuat wajah sang istri tersipu.
"Kau tahu aku begitu bahagia hari ini?"
Dasi telah terpasang. Masih wanita yang sama menepuk pundak suami dengan sebelah alisnya yang meninggi.
"Apa itu artinya selama ini kau tidak bahagia?" balas sang pria.
Kepolosan suaminya membuat si istri tergelak. Kepalanya menggeleng lemah. Serta merta menyangkal tanggapan sang suami.
"Aku selalu bahagia. Tapi hari ini, aku jauh lebih bahagia," tandasnya. Perlahan tangan ramping itu menyusup kedua sisi pinggang kokoh sang suami.
"Aku bahagia karena bisa bertemu denganmu, Jaehyun-ah," sambungnya sembari menutup kedua irisnya pelan seolah ia tamak menikmati bau tubuh sang suami. Bau parfum yang selalu dikenangnya.**
Terletak di tengah kota, di salah satu lantai apartemen tinggi nan menjulang, di situlah sepasang suami istri Jung tinggal. Membina rumah tangga keduanya yang sudah memasuki usia tiga tahun. Sohyun dan suaminya, Jung Jaehyun, Huda dilihat dari banyak foto yang terpanjang di banyak tempat. Dihiasi gambaran penuh senyum dan tawa, bentuk cerminan kehidupan rumah tangga mereka yang bahagia.
Meski terlihat sempurna di mata banyak orang, tapi masih ada kekosongan bagi keduanya. Belum ada suara pekikan anak kecil, atau tangisan keras seorang bayi di kehidupan pernikahan mereka. Kendati sangat merindukan seorang anak, tak lantas menyurutkan kebahagiaan mereka berumah tangga.
Ting Tong!
Mendengar bunyi bel, wanita yang masih mengenakan celemek di badannya, segera bergegas menuju ke arah pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE LETTER
FanfictionKau, aku dan dia ... pada akhirnya kita semuanya hanya akan tinggal kenangan. Namun, biarkan aku meninggalkan jejakku sebelum hal itu terjadi. Setidaknya meninggalkan asaku untuk kau yang tidak menyadari hadirku, perasaanku dan inginku. Atau untuk k...