💟19_3💟

4.6K 395 76
                                    

Impian!
'Mimpimu Milikku.'
----------------------------------

***

Isakan Hana terhenti. Dia berharap dia tak salah dengar.

"Iiii ... iiituuu!" Hana gagap.

"Raisya!"
Suaranya terdengar lemah tapi mampu menggetarkan hati.

Mata itu perlahan bergerak. Berkedip.

"Karl!" panggil Tya lalu mendekat pada Karl. "Arka, panggil dokter!" arah Tya.

Mata Karl kembali terpejam lama.

"Dokter, jangan tidur lagi. Kau sengaja kan? Kau ingin aku menangis dulu baru akan bangun? Pria macam apa kau?" teriak Hana berharap Karl mau membuka matanya lagi. Tangisan yang sempat terhenti dia sambung lagi. Rasa bersalahnya muncul lagi saat Karl tibatiba diam. "Berapa banyak lagi air mata yang harus kukeluarkan untukmu brengsek!!!" Hana sudah tak peduli lagi meski Tya ada di depannya. Satusatunya hal yang dia inginkan sekarang adalah Karl tetap mempertahankan kesadarannya.

"Raisya!"

Karl bersuara. Lebih berat dari sebelumnya.

Ingin sekali Hana menyentuh Karl, menggenggam tangannya. Memberitahukan keberadaannya. Tapi dia tak berhak.

Perlahan mata Karl terbuka lagi.

"Kalian keluar dulu!" dokter datang dan menyuruh semua orang untuk menunggu di luar.

Hana tak bisa duduk tenang. Dia mondarmandir sambil menggigit jarinya tapi tak putus berdoa. Tya hanya duduk dengan bibir tak henti berdzikir. Sementara Arka bersandar pada dinding menunggu dengan cemas juga, tapi tak ingin dia tunjukan.

Setelah beberapa lama dokter keluar.

"Alhamdulillah Karl sudah sadar dari koma!"

Ucapan dokter itu disambut dengan syukur oleh Arka, Tya dan tentu saja Hana.

"Tapi jangan dulu mengganggunya. Saat ini dia sedang tidur. Kita hanya perlu menunggu dia bangun." Lanjut dokter itu.
"Jangan khawatir. Dia hanya tidur saja." Ucap Dokter saat melihat kekhawatiran di wajah Tya ketika mendengar kenyataan bahwa mereka harus menunggu lagi. Tapi syukurlah karena mereka tak harus menunggu lama. Setelah dokter pergi, mereka kembali ke kamar Karl.

Dengan lembut Tya mengusap kepala Karl lalu menciumnya. Hana sangat iri. Ingin sekali dia bisa menyentuh Karl seperti itu.

"Terimakasih, sayang!" pelukan tibatiba dari Tya membuat Hana tersentak. "Dari awal tante tahu kamu pasti bisa membuat Karl bangun. Terimakasih."

Hana tersenyum lalu membalas pelukan Tya, kemudian dia menyadari sesuatu. "Lalu apa itu artinya tugasku sudah selesai? Karena dia sudah bangun, itu artinya aku tak punya alasan untuk datang lagi?"

"Apa maksudmu? Tentu saja tidak. Tetaplah tinggal di sisi Karl! Dia masih membutuhkanmu!" pinta Tya.

"Tapi meski ingin, aku tak bisa! Semuanya sudah berbeda sekarang. Dokter Karl sudah menikah, dan aku tak punya hak apaapa padanya. Melihat tante menciumnya saja sudah membuatku iri, apalagi melihat isterinya yang melakukan itu. Itu bisa menghancurkanku lagi. Aku tak bisa terus disini menyaksikan hal itu." Ucap Hana jujur tentang perasaannya.

Tya memandang Arka meminta bantuan. Dia sangat ingin Hana tetap berada di sisi Karl.

"Datanglah temui Karl seperti sebelumnya!" pinta Arka

"Apa itu tak masalah? Bagaimana kalau isterinya kemari dan menemukanku menemui suaminya?" tanya Hana takut. "Setelah dia tahu dokter Karl sadar mungkin dia akan sering kesini."

19 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang