BAGIAN 6

4.2K 490 84
                                    

BAGIAN 6


Mendengar kalimat Saga, Abi semakin melebarkan senyumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mendengar kalimat Saga, Abi semakin melebarkan senyumnya. Lalu senyumnya perlahan surut kala melihat wajah Alma yang menunduk. “Kamu kok nggak bilang kalau punya kakak?”

Alma mendongak dan menatap Abi serba salah. “Saudara jauh.” Alma menjawab dengan suara seperti tercekik. Alma berusaha sekuat tenaga menahan tangis.

“Ya sudah, maaf saya harus pergi. Kasihan anak saya menunggu lama. Mari Pak Abi.” Lalu Saga menatap Alma, “Mas duluan ya, Al.” Alma hanya mengangguk.

Abi dan Alma mengangguk. Setelah kepergian Sagara, dua orang itu masih terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Alma masih meratapi perasaannya. Alma masih terheran dengan kalimat Saga, tidak adakah sedikit saja perasaan Saga terhadap dirinya selain menganggapnya sebagai adik?

Berbeda dengan Alma yang termenung dengan tatapan kosong, Abi justru memerhatikan wajah Alma dari samping. Dalam hati ia bertanya, mengapa Alma begitu murung? Oke, akhir-akhir ini Alma memang terlihat murung. Entah karena apa, karena setiap kali ia tidak sengaja melihat Alma, pasti gadis itu tengah melamun.

Alma tersentak saat merasakan usapan di bahunya. Alma tersenyum kikuk saat ia menyadari bahwa ia tidak sendiri.

“Pulang bareng?”

“Alma bawa Motor, Pak.” Abi mengerutkan kening, lalu lelaki tampan itu mengedarkan pandangan. Sedikit membungkuk, Abi berkata. “Kita udah berdua, Al. Nggak usah panggil Bapak. Berasa tua masa.”

Alma tertawa kecil mendengar perkataan Abi. “Iya, Mas. Alma bawa motor. Gitu manggilnya?”

Wajah Abi langsung sumringah. “Iya, kalau berdua gini manggilnya biasa aja. Oh ya, pulang bareng nggak apa-apa. Nanti aku ngikutin di belakang. Kita makan siang dulu gimana?”

Alma melihat jam tangannya. Lalu berkata pelan. “Ini udah lewat jam makan siang lho, Mas.”

Abi menggaruk kepala belakangnya, Alma lagi-lagi tertawa melihat tingkah Abi, sebenarnya Alma juga lapar. Ia belum makan siang, karena terlalu sibuk memikirkan Saga. “Kebetulan Alma juga belum sempet makan siang. Jadi makan siang dulu kayaknya nggak apa-apa deh.”

Alma terkejut saat Abi berteriak YES, bahkan gadis itu sampai ternganga. Astaga, sebegitu laparnya ya Abi sampai berteriak girang seperti itu?

“Oh, hehehe...” Abi tertawa garing saat menyadari dirinya bertingkah konyol. “Nanti rekomendasiin tempat makan yang enak ya?”

Alma tersenyum geli, Abi sudah kepala tiga tapi kelakuannya masih seperti anak kecil. “Iya. Mas Abi memangnya mau makan apa?”

Mereka berdua berjalan menelusuri lorong, beberapa guru yang hendak pulang tampak tersenyum dan melemparkan kerlingan jahil pada Alma. Namun sayangnya, Alma tidak menyadari tatapan jahil dari teman-temannya. Justru Abi yang merasakan wajahnya menghangat.

“Dari kemarin pengen makan sop iga.”
Mereka sudah sampai parkiran, parkiran motor dan mobil hanya berhadapan. Cuaca begitu terik. “Ya udah, Mas ikutin Alma aja. Alma tahu kok tempat sop iga yang enak.”

“Oke!”

“Mas Abi sakit ya?” Abi menatap Alma dengan kening berkerut. “Nggak, emangnya kenapa?”

Alma meneliti wajah Abi, “Wajah Mas merah, bahkan telinga Mas juga. Apa mungkin kepanasan?”

Abi mengerjap. Lalu mengibaskan tangannya salah tingkah. “Nggak kok.”

“Yakin?” Abi mengangguk kuat.
Alma mengangguk, lalu ia tersenyum.

“Ya udah berangkat yuk! Keburu sore.”

“Siap, Nyonya!” Lalu Abi dengan semangat berlari ke arah mobilnya, meninggalkan Alma yang tertegun setelah mendengar kalimat yang keluar dari mulut Abi.

“Nyonya?” Tanya Alma heran.

***

Cinta untuk Alma [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang