BAGIAN 20

3.4K 495 460
                                    

BAGIAN 20

Alma dan ayah Abi menoleh saat pintu utama terbuka diiringi dengan salam. Alma berdiri menyambut Abi dan ibunya telah kembali ke rumah. Alma mengulum senyum melihat Abi yang membawa banyak kantong belanjaan. Di belakangnya mengekor Azira yang juga membawa sebagian kantong belanja.

Alma mendekat pada Abi saat menatap orang tua Abi saling mendekat. Alma bermaksud mengambil salah satu kantong belanjaan dari tangan Abi, namun lelaki itu hanya menggeleng sembari tersenyum manis.

"Nggak usah, Sayang. Kamu langsung ke dapur aja, menata belanjaan sama Azira."

Azira menghentakkan kakinya kesal, "Ih Mas, pilih kasih! Masa kalo Mbak Alma nggak boleh bawa tapi kalo Azira suruh bantuin."

Orang tua Abi dan Alma tersenyum mendengar gerutuan Azira. Abi menoleh pada adiknya. "Salah sendiri main sampai lupa waktu, itu hukuman!"

Azira cemberut, "Kan tadi asik nonton drama Korea, Mas. Maaf!" Azira mengatakan dengan manja, mereka menaruh kantong belanjaan. Alma menggelengkan kepalanya melihat Abi yang membalikkan badannya dan menghadap adiknya yang masih cemberut.

Tangannya ia ulurkan untuk mencubit pelan pipi adiknya, sedikit memajukan badannya dan mengecup pelan dahi adik perempuannya. "Iya, Mas maafin. Sekarang, kamu panggil Azidan pulang, udah mau Maghrib ini. Cepet!"

Azira menaikkan sebelah alisnya, "Katanya Azira suruh ikutan nata belanjaan, kok malah suruh ke lapangan kompleks sih? Capek, Mas!"

Abi menyentil pelan dahi adiknya, adiknya cemberut lagi. "Mau Mas maafin nggak? Udah deh buruan!"

Azira menghela napas panjang, dan mengangguk. "Ya udah. Mbak Alma mau ikut Azira nggak? Sekalian jalan-jalan?" Azira menatap Alma penuh harap.

Belum juga Alma menjawab, Abi sudah memotong. "Nggak boleh! Alma mau bantuin Mas nata belanjaan."

Alma hanya diam dan mengulum senyum geli. Entah mengapa hatinya semakin kagum melihat Abi bercengkrama bersama adiknya, apalagi ia juga sudah mendengar cerita dari ayah Abi mengenai sosok kekasihnya itu.

Azira menatap kakaknya sinis. "Huh! Bilang aja Mas mau berduaan. Hati-hati, ada setan lho! Hiiiii..." Lalu remaja cantik itu berlari sebelum dikejar oleh kakaknya.

"Sayang, kok diem aja?"

Alma menoleh pada Abi yang sudah berdiri di dekatnya. Alma tersenyum. "Nggak apa-apa, Mas. Cuma kasihan sama Azira, baru juga pulang udah suruh keluar lagi. Alma juga pengen ikut sebenarnya."

Abi mengendikkan bahunya. "Azira itu kalau nggak digituin malah manja. Kalo mau jalan-jalan, nanti aja sama aku."

Alma menganggukkan kepalanya, gadis mulai membuka kantong belanjaan. "Ini ditaruh mana, Mas?"

Abi menoleh pada Alma yang membawa sayur-sayuran. "Kamu taruh di kulkas aja, kalo yang lain-lain taruh di meja deket kompor gas itu." Alma menurut. Alma mengamati gori (nangka muda) di tangannya. Gadis itu tersenyum geli, dan kembali asyik menata belanjaan.

Tiba-tiba Abi terdiam saat menatap badan Alma yang bergerak kesana kemari di dapur. Dalam pikirannya, alangkah bahagianya ia jika setiap hari akan menikmati keindahan seperti itu. Dengan menahan laju kerja jantungnya, Abi melangkah perlahan dan berdiri di belakang Alma.

"Mas!" Alma terkesiap saat merasakan lengan Abi memeluk perutnya dari belakang. Gadis itu bergidik saat merasakan hidung Abi berada di tengkuknya, meski rambutnya tergerai, tetap saja Alma dapat merasakan hidung Abi di kulit tengkuknya. Apalagi Abi seolah sedang menghirup aroma rambutnya.

"Sayang kamu, sayang banget." Alma terdiam saat mendengar bisikan Abi. Tangan Alma mengusap lembut lengan Abi yang ada di perutnya. "Mas kenapa?"

Alma merasakan Abi menggeleng. "Nggak tahu kenapa, rasanya pengen kayak gini aja. Nggak mau jauh dari kamu."

Alma langsung teringat ucapan ayah Abi, bahwa lelaki yang saat ini memeluknya baru merasakan jatuh cinta pertama kalinya, dan itu bersama dirinya. "Mas nggak takut ada yang mergokin kita?"

"Nggak akan, Mama sama Papa udah di kamar mau siap-siap salat. Duo A juga belum ada suaranya." Alma mengangguk. Dengan pelan, Alma sedikit merenggangkan pelukan Abi. Gadis itu membalikkan tubuhnya dan menatap Abi.

Abi yang melihat itu hanya diam dan tersenyum tipis. Alma membiarkan lengan Abi tetap melingkar di pinggangnya. "Mas udah berapa kali jatuh cinta?"Alma mencoba bertanya, memastikan bahwa yang dikatakan ayah Abi itu benar.

Abi mengerutkan keningnya. "Baru sekali."

"Bener?" Abi mengangguk yakin. "Kayaknya aku udah pernah bilang deh."

Alma mengendikkan bahunya, "Nggak tahu, Alma lupa. Makanya Alma tanya." Abi tersenyum menyelipkan rambut Alma. "Iya iya. Mau tanya apa lagi sekarang? Aku bakalan jawab."

Alma memerhatikan gerakan jakun Abi, wajahnya tiba-tiba menghangat karena sekelebat pikirannya mengembara. Bagaimana rasanya mencium jakun itu, apalagi di dekat jakun itu ada dua tahi lalat yang justru terlihat seksi.

Alma lalu menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir bayangan memalukan itu. Abi menatap heran kekasihnya yang menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kamu kenapa, Sayang?"

Alma mendongak dan mengulum senyum malu. Tiba-tiba terlintas di pikiran Abi. "Aku boleh cium nggak?"

Alma langsung menatap heran Abi, "Cium?" Abi tertawa serak, lalu mengangguk pelan. "Cuma kening kok, boleh?" Alma merasakan dentuman jantungnya tidak karuan, namun gadis itu mengangguk.

Abi tersenyum dan mendekatkan wajahnya. Sebelah tangannya ia angkat untuk mengelus lembut sisi wajah Alma. Secara otomatis, mata Alma terpejam. Menikmati sentuhan lembut Abi.

Alma menahan napas saat alis sebelah kanannya merasakan lembutnya bibir Abi. Sedikit lebih lama, hingga Alma mendengar bisikan lirih Abi pada posisi masih mencium sebelah alisnya.

"Aku sayang kamu. Jangan sakiti aku, Sayang! Karena aku bisa hancur tanpa dirimu." Lirih Abi lalu memeluk Alma dengan erat, Alma merasakan matanya memanas, kedua lengannya ia kalungkan di leher Abi. Menjinjitkan badannya agar dapat meletakkan wajahnya di leher Abi. Entah mengapa hati Alma merasa sakit mendengar kalimat permohonan Abi.

***

Saga menatap bayangannya dalam cermin kamar mandinya. Rahangnya mengetat, ada emosi yang mendesak ingin keluar dari dalam dadanya. Sore ini ia sengaja pulang sebentar dari rumah sakit untuk alasan mengambil pakaian, padahal tujuan utamanya adalah untuk kembali melewati rumah Alma, untuk melihat apakah gadis itu sudah pulang atau belum.

Tapi ia harus menahan kekecewaan saat rumah Alma masih tertutup rapat, berarti benar Alma menginap di rumah Abi. Tenggorokannya tercekat membayangkan apa yang keduanya lakukan, meski ia tahu, Alma tidak akan macam-macam, tapi tetap saja, ada rasa perih yang menggerogoti perasaannya.

Tangannya mengepal kuat, matanya memanas. Saga mengakui ia memang kalah, namun ada harga diri laki-lakinya yang memberontak. Saga ingin meraih kembali cinta Alma, bukankah gadis itu juga mengatakan bahwa mencintainya? Saga yakin, tidak mungkin secepat itu Alma melupakan dirinya.

Saga menganggukkan kepalanya, tersenyum tipis. Saga memiliki keyakinan, bahwa Alma akan kembali padanya, cinta Alma hanya untuk dirinya dan Enzi.

Saga mengerjapkan matanya. Seulas senyum kembali terlihat di bibirnya. "Cintaku dan Enzi akan membawa Alma kembali padaku." Tekad Saga seraya menatap pantulan dirinya.

Tangannya ia ulurkan untuk mengambil telepon genggamnya, mencari nama kontak Alma dan mengetikkan pesan pada Alma. Saga mengerjap saat melihat kapan terakhir dilihat aplikasi percakapan Alma, namun Saga tetap mengetikkan pesan pada Alma. Pasti nanti pesan itu akan dibuka oleh Alma.

"Enzi terkena DBD, Al. Dia selalu memanggil-manggil namamu. Doakan Enzi lekas sehat ya, dimanapun kamu berada. Kami kangen kamu. Mas Saga."

***


Salam hangat,

Dealisa...

Cinta untuk Alma [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang