BAGIAN 12

3.5K 463 257
                                    

BAGIAN 12

Alma tertegun membaca riwayat kesehatan Enzi, anak itu mengidap Cerebral Palsy. Alma sudah dibawa pulang dua hari yang lalu, namun belum boleh kembali bekerja. Entah kenapa hatinya tergelitik untuk membaca riwayat kesehatan Enzi. Air matanya menetes. Dengan cepat ia menutup map itu.

Tidak! Alma tidak boleh selalu terpaku pada Saga. Saat ini ia sudah bersedia membuka hati untuk Abi. Itu artinya ia harus mencoba melupakan perasaannya terhadap Saga. Tetapi meski seperti itu, Alma tidak dapat membohongi dirinya sendiri untuk tetap menyayangi Enzi.

"Kamu kok nggak istirahat?" Alma tersentak saat ibunya yang tiba-tiba masuk kamarnya.

Alma cepat mengusap pipinya yang teraliri air mata. "Ya Allah, Ibu. Alma kaget tahu. Alma capek lah, Bu. Masa tidur terus sih!"

Ibunya hari ini memang izin tidak masuk. Perempuan paruh baya itu diberi cuti oleh sekolahnya karena tahu jika anaknya sedang sakit. Ibu Alma melirik map yang ada di samping anaknya. Ada nama Enzi Basudewa. Ibunya menghela napas.

"Itu catatan anaknya Saga?"

Alma mengikuti arah pandang ibunya, dengan pelan Alma mengangguk. "Alma mempelajari riwayat kesehatan Enzi supaya tahu cara menghadapi dia, Bu. Bagaimanapun juga Enzi muridnya Alma." Alma menggigit bibirnya gugup.

Ibunya tampak menatap dalam anaknya, lalu tersenyum tipis. Pandangan perempuan paruh baya itu menerawang. "Dulu, ibu sama ayah pernah punya pikiran untuk menjadikan Saga menantu."

Alma menatap ibunya cepat. "Tapi kan jarak umur kami jauh, Bu?" Cicit Alma pelan.

Mata ibu Alma berkaca-kaca, lalu menggenggam tangan Alma. "Awalnya ibu juga nggak kepikiran, Al. Tapi almarhum ayahmu yang peka sama keadaan."

Alma menggelengkan kepalanya tidak mengerti. "Almarhum ayah bilang sama ibu, kalau sebenarnya Saga itu udah ada rasa sama kamu sejak kamu lahir."

Alma menganga lebar mendengar kalimat ibunya. "Waktu itu ibu nggak tahu maksud perkataan ayah, ibu nggak terlalu paham, tapi ayah bilang sama ibu. Ketika kamu lahir, dan sejak kamu diadzani, Saga tidak pernah bisa jauh dari kamu. Setiap hari selalu ke rumah buat liatin kamu."

Ibunya menelan ludahnya susah payah. "Bahkan dia bersedia bolos sekolah demi jagain kamu, kalau ibu atau ayah nggak bisa libur. Dia jagain kamu seharian, gantiin popok atau bahkan dia begitu lincah menimangmu saat menangis."

Alma merasakan aliran air mata di pipinya. "Dan ibu juga sempat kanget, waktu ayah bilang. Kalau kamu juga sudah menunjukkan rasa suka sama Saga. Besar harapan ibu jika itu terwujud, toh kita udah kenal keluarganya."

"Tapi..." Ibunya tiba-tiba menghentikan ucapannya.

Sembari terisak Alma bertanya serak. "Tapi apa, Bu?"

"Semua hancur saat ayah bilang kalau Saga sudah membawa calon dan entah kenapa hari itu ayah berbeda hingga...hingga ibu dapat kabar ayah kecelakaan."

Dua perempuan beda usia itu menangis terisak. "Ibu sakit hati, ibu nggak tahu kenapa ibu merasakan sakit hati dan kecewa terhadap Saga." Ibu Alma memandang wajah Alma yang sudah basah.

"Ibu semakin sakit hati saat tahu, jika Saga menikah dengan kekasihnya beberapa hari setelah ayah meninggal. Ibu tahu, kamu menangis itu nggak Cuma ayah meninggal tapi karena luka yang ditorehkan Saga di hatimu yang saat itu masih remaja."

"Ibu tahu, kalau anak ibu tengah merasakan patah hati yang teramat menyakitkan saat itu. Bahkan ibu harus menahan rasa sakit itu lagi saat tahu kamu kecelakaan hanya karena ingin bertemu Saga. Ya Allah..."

Cinta untuk Alma [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang