3. Aneh

499 46 36
                                    

Bisakah kau berhenti memikirkan orang lain? Lihatlah dirimu sendiri!

🐳
.
.
.

Kesepian berganti menjadi keramaian. Seperti itulah yang dapat Mikha lihat sejak tadi. Dia berdiri di sudut ruangan, mencermati setiap orang yang berdatangan. Jujur, dia tidak pernah merasakan, atau bahkan melihat kemewahan seperti ini. Tempat yang dia pijak, berhiaskan dengan barang-barang mahal, dan itulah yang menjadi objek perhatiannya.

Seketika terbit ide licik di pikiran gadis itu. Dia membayangkan seberapa untung, jika benda-benda yang menggiurkan itu ada di genggamannya. Mungkin cukup membiayai kehidupannya selama satu tahun? Lima tahun? Atau bahkan melebihi dari ekspektasinya? Tanpa harus bekerja keras.

Hingga iris mata berwarna cokelat gelap itu, terbelalak dengan apa yang menghiasi meja makan mewah itu. Semua yang hanya dia lihat dalam sebuah gambar, kini telah tertuang nyata. Dia pun menelan salivanya, berusaha untuk menahan giuran nafsu.

Ternyata untung juga gue bisa ke sini, gumamnya dalam hati sembari menggesek kedua telapak tangan. Namun, gesekan itu terhenti, ketika menyadari ada sesuatu di belakangnya. Sontak dia pun berbalik, dan menatap nyalang sosok yang berhasil mengusiknya.

"Jangan harap kau bisa mengambil barang-barang yang ada di sini." Lelaki itu lebih dulu memasang rambu kewaspadaan, sebelum gadis yang bernotabe pencopet itu, merampas barang tersebut.

Dasar sombong!

Hanya itu yang dapat menggambarkan sifat lelaki itu. Mikha hanya mendengkus sembari menolak pandang.

"Kau harus pintar berakting. Anggap saja kau adalah seorang konglomerat. Jadi, jaga sikapmu, walau ini acara nonformal."

"Ingat, jangan pernah katakan bahwa kau adalah pencopet, keluargaku akan menghinamu kalau kau berkata demikian. Aku akan mengembalikan bajumu, kalau kau mau menuruti apa yang aku perintahkan," sambung lelaki itu seperti memberi amanat pada seorang bocah.

Lagi-lagi Mikha hanya berdeham. Baginya ucapan itu tidak butuh jawaban darinya, karena itu adalah sebuah perintah, yang bahkan menolak saja tidak bisa dia layangkan.

Tanpa sengaja, mata cokelat itu melirik benda yang ada di tangan si lelaki. "Lo, kok, pakai tongkat?" tanyanya secara spontan.

Kini dia semakin bingung dengan tingkah aneh lelaki itu. Beberapa jam yang lalu, lelaki itu bisa mengejarnya tanpa menggunakan tongkat. Namun, kenapa sekarang dia memerlukan benda itu?

Bukankah itu aneh? Atau sebenarnya dia sendiri yang semakin aneh?

Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya. "Apakah salah kalau orang buta menggunakan tongkat? Sudahlah itu tidak perlu dibahas. Semua orang sudah menunggu kita."

Dumb! Sepertinya, kini Mikha semakin bingung dengan pola pikir lelaki itu. Sialan buat keanehan lelaki ini!

Mikha pun hanya tersenyum hambar, seraya memasuki ruangan bersama lelaki yang bahkan sampai sekarang tidak ia ketahui.

Bak idola, semua mata tertuju pada dua insan tersebut. Seketika senyuman hambar beralih menjadi senyum kaku di bibir perempuan itu. Mikha pun mendaratkan bokongnya pada kursi di sebelah lelaki itu.

MIKHA (Pelangi Tanpa Warna)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang