4. Kekacauan? Maka Habislah!

441 36 8
                                    

Pelan, tetapi pasti. Warna hitam akan aku ubah menjadi putih!

—•°•—
.
.
.

Matahari tidak mengkhianati Bumi. Dia bersinar di waktu yang tepat. Membuat setiap orang terbangun, untuk menyaksikan datangnya pagi.

Seorang gadis dengan perawakan seperti laki-laki, sibuk mengikat rumput liar yang sudah dikumpulkan sejak subuh tadi--oleh pria yang dihiasi dengan rambut putih di kepalanya. Tidak tanggung-tanggung, gadis itu juga memanggul benda itu.

Sembari memperbaiki posisi, Mikha melirik ke arah pria tua di sebelahnya. "Ayo, Kek, biar aku bawakan."

Pria itu tersenyum--memperlihatkan beberapa gigi yang sudah tanggal--seraya menyejajarkan posisi dengan gadis itu. "Kau sungguh baik, Mikha. Tubuh kakek sudah sangat lelah karena dimakan. Untungnya ada kau yang mau menolong kakek."

"Ah, Kakek, bisa saja."

Gadis itu sesekali memperbaiki posisi ikatan rumput yang ada di bahu--supaya tidak terjatuh. Kekehan mengisi perjalanan mereka--menuju peternakan. Dua insan tersebut tidak kehabisan topik untuk dibicarakan.

Tanpa sadar, mereka telah tiba di sebuah kandang, yang terbuat dari kayu. Dari bentuk, dapat ditebak, kalau kandang tersebut disusun secara tradisional.

Suara-suara kambing tertangkap oleh indra pendengar, seperti menyambut kedatangan dua insan tersebut. Mikha pun meletakkan rumput-rumput yang dia bawa, ke tempat yang pria tua itu perintahkan. Tidak lupa dia melepaskan ikatannya.

"Biar aku saja yang kasih makan. Kakek, lebih baik duduk saja. Tadi, Kakek, bilang sedang lelah, jadi istirahat saja," cicit Mikha ketika melihatnya hendak memberikan pakan pada hewan ternak.

Bagaikan robot, lagi-lagi pria tua itu hanya bisa mengikuti perintah Mikha. Dia pun mendaratkan tubuh di bawah pohon rindang, yang tidak terlalu jauh dari kandang. Tidak lupa dia mengibas-ngibaskan topi yang ia pakai tadi, sekadar mendinginkan tubuh.

Sembari mengistirahatkan diri, si pria tua memperhatikan Mikha yang sedang asik memberi pakan kambing. Sesekali gadis itu terkekeh, ketika berhasil menjahili kambing-kambing tersebut.

Belum beberapa menit Mikha melakukan hal itu, sesuatu berhasil membuatnya terlonjak--sesuatu yang menusuk punggungnya. Sontak dia pun berbalik.

Tatapan sinis langsung terpancar dari gadis itu. Orang yang selama ini dia hindari, dengan enteng memperlihatkan senyumannya.

"Maaf, aku sempat mengira kalau aku mengenai seekor kambing."

Entah maksudnya sebuah lawakan, atau mungkin sebuah ejekan, tetapi Mikha tak pedulikan akan hal itu. Dia pun kembali melakukan aktivitas.

"Lo ngapin, sih, ngikutin gue?" tanya gadis itu dengan percaya diri.

Morger terkekeh mendengarnyanya. "Kenapa kau sangat percaya diri sekali?"

"Morger!"

Sontak dua insan tersebut menoleh pada pria tua itu. Terlihat si pria tua berusaha bangkit untuk menghampiri mereka, tetapi Morger lebih dulu menghampirinya.

"Bagaimana kabar, Kakek?" Morger pun memilih untuk duduk di sebelahnya. Sedangkan Mikha kembali melanjutkan aktivitas, dan mengabaikan pembicaraan kedua insan tersebut--menganggap bahwa lelaki itu tidak ada.

MIKHA (Pelangi Tanpa Warna)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang