16. Inilah yang Sebenarnya

196 26 9
                                    

Mungkin kau memang benar, hanya saja semua itu tertutup oleh asumsi yang salah. Berdirilah, hingga asumsi itu hilang.

—•°•—
.
.
.

Di dalam sebuah mobil hitam yang sedang melaju, seorang perempuan sedang menyilangkan tangan di depan dada. Wajahnya sejak tadi di tekuk, dan enggan melihat sosok yang duduk di belakang.

Hingga suara dering ponsel, sedikit menarik perhatiannya. Ternyata suara itu dari ponsel Morger. Mikha kembali tak acuh, yang ada di pikirannya adalah secepat mungkin tiba di rumah.

"Pak, tolong putar balik. Kita harus segera ke rumah sakit," ujar Morger setelah menutup panggilan tadi.

Sontak Mikha berbalik ke belakang. "Ngapain ke rumah sakit?"

Bukannya menjawab, lelaki itu lebih memilih berbicara dengan wanita yang duduk di sebelahnya.

Hufft!

Dengan kasar Mikha mengubah posisi dan memandang ke depan.

Kacangin aja, gue terus!

***

Mikha berjalan dengan tempo cepat--bukan berlari--mengikuti lelaki yang ada di depannya. Sesekali dia mencoba mengenali tempat yang mereka lewati, karena sampai menginjakkan kaki di tempat itu, dia sama sekali belum menerima jawaban. Namun, sepertinya tempat ini tidak asing.

"Ke ruangan Angel?" tanyanya setelah menyejajarkan posisi mereka.

"Iya, dia sudah sadar."

Mikha sangat terkejut, dia pun bergegas ke ruangan itu. Hingga sepasang mata itu, menemukan seorang wanita yang berdiri di depan pintu. Mereka pun berlari menghampirinya.

"Bagaimana keadaannya Angel?" tanya Morger memulai.

Dengan wajah sedikit menunduk, wanita itu menoleh ke arah Mikha. Bukan rasa amarah, bukan pula rasa bahagia. Terlihat wajah kekecewaan pada wajah wanita itu.

"Maaf …," lirihnya.

"Maaf, kenapa?" Kali ini Mikha yang angkat bicara.

Wanita itu tanpa diduga membungkukkan tubuh 90°. "Maaf, karena telah menuduhmu yang tidak-tidak tentang anak saya!"

Sontak mereka terkesiap. Mikha berusaha mencerna suasana yang sedang terjadi.

Hingga tangannya mendarat di pundak wanita itu. "Tidak apa-apa. Apakah aku bisa melihat kondisi Angel sekarang?" Sangat lembut, suara Mikha berhasil membuat Morger bertanya-tanya, apakah gadis itu sedang kerasukan malaikat?

Wanita itu pun menuntun mereka masuk.

Betapa senangnya mereka, melihat seorang gadis kecil duduk di sebuah kasur dengan deretan gigi putih menyambut mereka.

"KAK MIKHA!" teriak gadis itu. Sangking senangnya, anak perempuan itu bisa saja turun menghampiri, kalau Mikha tidak lebih dulu menahan. Entah kenapa, semua ini di luar ekspetasi Mikha. Gadis kecil itu tersenyum, seolah-olah tidak ada yang terjadi padanya.

"Eh, ada kakak ganteng juga." Angel tersipu malu kerika melihat Morger. Membuat Mikha hanya menggeleng-geleng melihat tingkah laku itu.

"Oh, iya, Kak Via, di mana?"

"Ada di rumah." Tanpa perlu bertanya, Angel tahu arti rumah yang Mikha maksud.

Namun, seketika suasana menjadi kacau! Angel tiba-tiba menangis tanpa diduga. Membuat wanita yang bernotabe ibunya, dengan cepat memanggil dokter.

Angel menangis sekencang-kencangnya.

"Tiga preman itu harus dipenjara, Kak! Bukan Kakak Deon! Mereka udah telanjangin, Angel!"

Mikha bergegas memeluk gadis kecil itu.

"Kakak Deon tidak sengaja membunuh mereka! Dia cuma mau nolong, Angel!"

"Kak Deon emang gak salah." Mikha berusaha mencoba menenangkannya. Jujur, di dalam pikirannya, dia sedang menyusun setiap kalimat gadis kecil itu. Mungkin, inilah yang telah terjadi. Sebuah fakta pahit, yang harus dia telan paksa.

"Terus, Kak Deon di mana?"

—•°•—
.
.
.

TBC

MIKHA (Pelangi Tanpa Warna)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang