6. Hapuslah Mimpi Buruk

296 27 13
                                    

Rendah hati, boleh. Namun, jangan terlalu rendah. Itu hanya akan membuatmu rendah diri.
—•°•—
.
.
.

Tabung kecil bewarna transparan, sejak tadi menjadi fokus seorang perempuan. Benda itu dia mainkan, sembari mengikuti arus gerakan hammock. Namun, benda yang dia pegang, sama sekali tidak ada dalam pikirannya.

Deon yang baru saja mendaratkan tubuh pada hammock miliknya, menjatuhkan pandang pada gadis itu. Niat untuk beristirahat dia urungkan. Ada yang lebih menarik perhatiannya, daripada beristirahat.

"Lo masih butuh itu?" ujar Deon sembari mengayunkan hammock-nya.

Gadis itu menoleh ke arahnya, sebelum memelesat kembali pada benda itu. "Masih."

"Perasaan lo udah mulai baikkan deh."

"Tapi, kadang-kadang suka kambuh." Mikha meletakkan benda itu di drum yang ada di dekatnya. Kini dia beralih pada lembaran uang yang dia ambil dari saku celana. Dengan sangat teliti dia menghitung setiap jumlah nominal uang tersebut-terlihat sedang komat-kamit. Perempuan itu langsung menyatukan uang yang tadi dia hitung.

Mikha kemudian bangkit dari tidurnya. Ia berjalan sembari mengambil sebuah toples bekas. Dia menaruh lembaran uang yang sudah disisihkan, ke dalam toples dan menutup dengan rapat.

Deon yang memperhatikan pergerakan gadis itu mengernyit bingung. "Lo sejak kapan nabung?"

Mikha menyimpan kembali toples itu, ke tempat yang tidak mudah untuk dijangkau mata. "Baru saja." Dia kembali membaringkan tubuhnya.

"Dalam rangka?"

"Lagi pengen aja. Mana tahu uangnya bisa dipake buat beli mobil," guraunya.

"Itu alasan yang terlalu kekanak-kanakan," respons lelaki itu.

Taburan Bintang, dengan Bulan yang bersinar lebih terang, membentang sangat luas. Bulan terlihat sangat indah malam ini, membuat Mikha melayangkan pikiran pada sang angkasa. Pandangan teduh tidak lepas dari objek tersebut.

Hinggan dia terbesit sesuatu.

"Deon." Pandangan tidak lepas dari sang malam.

Insan yang dipanggil, hanya merespons dengan gumaman.

"Bagaimana kabar si anak baru itu?"

"Siapa? Anjel?"

Mendengar nama itu, seketika membuat Mikha tersenyum halus. "Nama yang indah."

Deon menghela pelan. "Dia anak yang mandiri. Dia juga mudah menyesuaikan diri. Ya ... walaupun gue gak sengaja lihat dia nangis. Mungkin rindu dengan orang tuanya."

"Gue harap dia bisa ketemu cepat dengan orang tuanya supaya gak menuhi tempat." Gadis itu memejam dengan pelan.

Deon menyunggingkan senyuman. "Lo jangan terlalu sering bohongin diri sendiri." Bukan tanpa bukti dia berucap demikian. Pasalnya, setengah dari umurnya, sudah dia habiskan bersama Mikha.

Tidak ada respons. Kini hanya suara jangkrik yang mengisi ruangann. Hingga Deon mendengar suara dengkuran kecil. Dia pun mengangkat kepala sedikit untuk mengecek gadis itu. Ternyata Mikha sudah masuk ke dalam dunia mimpinya.

Dia hanya tersenyum halus, seraya mengambil posisi terbaik untuk beristirahat. Belum sampai 10 menit Deon memejam, dia mendengar suara gumaman. Dengan pelan dia membuka kelopak mata, dan menjatuhkan pandang pada gadis yang sudah tertidur pulas.

Dia menghela napas panjang, dan bangkit berdiri--memangkas jarak di antara mereka. Dengan pelan, dia menyapu air yang keluar dari pelupuk mata gadis itu. "Mimpi buruk itu lagi ya?"

MIKHA (Pelangi Tanpa Warna)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang