Aska yang tengah menikmati acara televisi, tiba-tiba perhatiannya teralihkan ke arah sebuah goody bag berwarna coklat di hadapannya. Ia pun mengernyit lalu menatap Monika yang sudah dihiasi dengan senyuman lebar di wajahnya.
"Ini apa Ma?"
"Itu buat kamu. Entar malam, jangan lupa di pakai. Terus dengan gaya yang rapi. Serapi mungkin. Kalau bisa kamu cukur rambut biar tambah ganteng lagi,"
Setelah melihat isi dari goody bag tersebut, Aska kembali menatap Monika.
"Emang ada acara apa, sampai-sampai harus rapi banget?"
"Sebenarnya Mama mau kasih tau. Tapi Papa kamu ngelarang. Kan, tadi kamu denger sendiri pas pulang beli kue. Katanya bukan surprise kalau udah tau."
"Ya, tapi kan, kalau cuma acara formal doang, nggak usah mesti suruh cukur rambut Ma,"
"Mama kan, maunya yang terbaik buat kamu. Mama mohon, kali ini aja kamu turutin kata Mama."
Melihat tampang memohon Monika, Aska jadi tidak tega. Sebenarnya, ia tidak ingin. Tapi karena Aska sangat sayang sama Mama nya, jadi ia hanya menurut saja. Katanya demi kebaikan dirinya sendiri juga.
"Yaudah,"
"Oke. Ingat ya, sayang. Bergaya yang serapi mungkin. Terus cukur rambut kamu tuh, biar tambah ganteng."
Setelah mengatakan itu, Monika berlalu dari hadapan Aska.
Aska jadi kepikiran lagi tentang kejadian di rumah Safira. Ia pun berinisiatif untuk mengirimkan chat pada Safira.
"Gimana?"
Satu kata. Hanya sekata. Aska tidak tahu harus bilang apa. Semoga saja Safira mengerti maksudnya. Ia pun kembali menatap layar televisi yang sempat teralihkan karena kehadiran Mamanya. Sambil menunggu balasan chat dari Safira.
****
Di sisi lain, Safira yang tengah membersihkan dapur, seketika menghentikan aktivitasnya mendengar suara dentingan ponselnya.
Dilayar lock nya, nama Aska tercetak paling pertama diantara semua notifikasi yang ada. Ia pun segera membaca chat dari Aska.
Safira jadi tidak mengerti dengan pertanyaan yang Aska kirim. Kata 'gimana' itu, maksudnya apa. Karena sebelumnya, Safira tidak pernah membahas apa pun dengan Aska.
Tanpa berpikir panjang, ia pun segera mengetikkan balasan.
"Sorry, ini maksud lo nanya kayak gitu ada apa? Gue nggak ngerti, :)"
Setelah membalas chat dari Aska, Safira kembali pada aktivitas sebelumnya. Sebuah senyum terukir kembali di wajahnya. Mengingat Aska yang mengutarakan perasaannya padanya.
Tiba-tiba gerakannya terhenti lalu berpikir sejenak.
"Kalau gue ketemu sama dia, apa yang bakal gue jawab?" Gumamnya.
"Kalau langsung bilang 'iya', pasti dia ngira kalau gue ini... aishh.... susah banget sih. Apa gue tanya Santi aja ya? Tapi... ck, au ah," gerutunya.
****
Perhatian Aska kembali teralihkan dengan suara dentingan ponselnya. Menandakan kalau Safira sudah membalas chatnya. Ia pun lekas membacanya.
"Sorry, ini maksud lo nanya kayak gitu ada apa? Gue nggak ngerti, :)"
Aska langsung menyandarkan tubuhnya pada dinding sofa setelah membaca balasan dari Safira. Ia pun menepuk jidatnya.
"Gue ongol banget sih? Kenapa gue langsung tiba-tiba bilang gini ya? Otomatis kan, dia nggak ngerti," gumamnya.
"Telfon aja deh. Siapa tau dia jadi ngerti. Gue jadi penasaran banget sama jawaban dia," katanya lagi.
Aska pun segera menekan ikon telfon di room chat Safira. Di sana terdengar bunyi nada sambungan. Pertanda kalau Safira saat ini sedang online.
"Halo?"
Suara itu. Aska begitu merasa di selimuti oleh kehangatan saat mendengar suara Safira di telfon.
"Oh.. halo, hai?" Sapa Aska dengan gugup.
"Kenapa gue tiba-tiba gugup kayak gini ya?" Batin Aska.
"Kenapa nelfon?"
"Ekhmm.... begini, gue mau tanya sama lo tentang kejadian yang di rumah lo tadi. Apa lo udah maafin gue?"
"Oh.. iya, gue udah maafin lo kok. Tapi lain, kali, lo jangan pernah bercanda kayak gitu lagi. Gue nggak suka"
Senyum terukir di wajah Aska.
"Makasih udah maafin gue. Tapi... satu lagi"
Di sisi lain, Safira jadi deg-degan saat Aska akan mengatakan satu hal lagi padanya. Apa soal ungkapan itu?
"Apa?"
"Ekhmm... gue udah ngungkapin perasaan yang gue pendam ke lo tadi. Jawaban lo untuk gue... iya atau tidak?"
Jleb.
Benar saja apa yang ada dipikiran Safira saat ini. Tentang ungkapan itu. Apa yang harus Safira balas sekarang? Rasanya begitu terlalu cepat untuk menjawabnya.
Jantung Safira sekarang rasanya mau meledak sekarang.
"Mmm... Ka, untuk soal itu, lo bisa kasih gue waktu semalem nggak, buat mikirin jawabannya?" Tanyanya dengan hati-hati.
"Oh... oke. Gue bakal kasih waktu. Gue ngerti kok, sama apa yang lo rasain sekarang. Mungkin terlalu cepat gue bilang ke lo. Tapi, mungkin takdir yang nyuruh gue buat ngelakuin itu,"
"Gue bakal mikirin jawaban buat lo dalam waktu semalam ini. Besok, kita ketemu di taman air mancur, tempat lo sering ngajakin gue ke sana. Di situ, gue bakal kasih jawabannya,"
"Oke. Gue tunggu,"
Sambungan pun terputus.
Safira rasanya langsung jadi lemas. Pekerjaan yang ia kerjakan sekarang, sepertinya lama akan selesai. Safira menghela napas panjang.
Sebenarnya, Safira bisa dengan mudah menjawabnya. Tinggal bilang 'iya' saja. Dan semuanya sudah beres. Dan mereka pun akhirnya pacaran. Tapi rasanya begitu tidak mudah.
Mungkin kalian akan merasakan hal yang sama jika kalian berada di posisi Safira saat ini.
Memang iya Safira menyukai Aska. Tapi untuk menjawabnya, begitu sangat sulit. Safira takut di cap oleh Aska sebagai gadis yang bisa dibilang genit. Dan begini lah akhirnya. Safira harus memikirkan kata-kata permulaan yang harus ia katakan terlebih dahulu pada Aska. Takut jika pada awalnya akan terjadi ketidakpahaman.
****
Next?
Kasih vote dan komen ya!
Follow IG
warzuqnidila
KAMU SEDANG MEMBACA
SafirAska
Roman d'amourPertemuan pertama di koridor kampus membuat perasaan di antara keduanya muncul secara perlahan-lahan yang membuat mereka menjalin suatu hubungan yang serius. Suatu hari nanti hubungan yang mereka buat akan menimbulkan sebuah masalah yang baru mereka...