26. Masa Lalu (1)

267 23 33
                                    

Ini adalah kisah masa lalu antara Ryan Char, Kory Char, dan Dylan Kwon saat mereka masih kecil. Ya, sekitar usia delapan tahun. Sebuah kisah yang melahirkan sebuah pohon bernama pohon kebencian. Pohon tersebut tumbuh dan terus tumbuh tanpa bisa kendalikan hingga saat ini.

.
.
.

Namanya adalah Franklin Char. Ia adalah seorang ilmuwan sukses dari Kota Daedo. Dulunya, ia adalah selebritis dan musisi yang tergabung dalam band Eternal Soul bersama Limo dan Sora. Setelah band tersebut bubar, Franklin dan Limo memutuskan untuk menjadi ilmuwan di bawah asuhan Dr. Noh Gyo Su selama kuliah. Beberapa tahun kemudian setelah lulus kuliah, mereka berpencar dan bertemu kembali setahun setelahnya. Karena karir Limo tidak semulus Franklin dalam dunia iptek, maka Limo memutuskan untuk menjadi asisten Franklin dan mereka pun bekerja sama. Mereka menetap di Andong bersama istri dan anak mereka.

Selain menjadi ilmuwan, mereka juga punya usaha lain yang dikelola masing-masing pihak. Franklin punya usaha bengkel di Kota Daedo dan punya perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan pesawat pribadi. Limo juga punya usaha klinik kecantikan yang tersebar di kota Daedo, khusus untuk operasi plastik dan tanam benang.

Karena kesibukan mereka, Ryan, Kory, dan Dylan jadi kesepian. Ditambah ibu mereka yang sibuk menjadi selebritis membuat mereka semakin kesepian dan terlantar karena tidak diperhatikan lagi. Jadilah mereka hanya diperhatikan oleh para pelayan saja.

"Kakak, kenapa ayah dan ibu jarang pulang?" tanya Kory.
"Ayah sibuk bekerja." jawab Ryan. Tampak ia sedang mengerjakan PR di meja belajar di kamarnya. Hal serupa juga dilakukan Kory.

"Apakah itu artinya ayah dan ibu tidak sayang kita lagi?"
"Tentu."
"Hueeee...." teriak Kory. Ryan yang mendengarnya terkejut dan ia pun menoleh ke arah sang adik kembar.

"Kory..."
"Aku rindu ayah dan ibu..." ucapnya sembari menangis.
"Kakak juga."
"Aku ingin ayah pulang..."
"Kakak juga."
"Tetapi maunya sekarang..."

"Ayah sedang bekerja di tempat yang jauh...sekali. Bagaimana ayah mau pulang?"
"Telepon?"
"Kakak tidak punya nomor teleponnya. Nomor ponselpun tak punya."

"Ayah....ibu...huee..." dan Kory kembali menangis sementara Ryan menghela nafas. Ia hentikan aktfitasnya yaitu mengerjakan PR kemudian ia dekati sang adik untuk menghiburnya.

"Tenanglah, Kory. Ayah pasti pulang."
"Apakah ayah akan pulang membawa boneka ular?"
"Ya."
"Yay."

"Ga kalajengking sekalian?"
"Ga ah, takut."
"Kok ular ga takut?"
"Kan bohongan."
"Kalajengking kan bohongan."

"Tapi ga tampan seperti Mavrik Stone."
"Ha elah. Dikira manusia kali ya." gerutu Ryan sweatdrop.
"Hehehe." dan Kory malah tertawa riang.
"Nah, gitu duns ketawa. Jangan menangis terus."
"Hehehe."

Melihat adiknya tertawa membuat Ryan ikut tertawa. Mereka berpelukan ala teletabis lalu tertawa bersama.

🎍 🎍 🎍 🎍

Suatu hari, ibu Ryan dan Kory jatuh sakit. Hal itu membuat Franklin sedih tetapi Ryan dan Kory biasa saja. Bukan, bukannya mereka tak acuh atau tega bahkan kejam. Tetapi karena tidak ada kasih sayang yang dicurahkan kepada mereka sehingga rasa simpati bahkan empati tidak ada di hati mereka tanpa mereka sadari. Dan ini membuat Franklin kesal.

Suatu hari, Franklin pulang ke rumah lalu ia ke rumah sakit untuk menjaga istri bersama kedua anaknya. Ketika mereka bersama, ia kerap memarahi mereka berdua yang lamban jika diperintah dan tidak pernah menunjukkan rasa kasihan atau sedih atas sakit yang diidap ibu mereka. Tidak jarang Ryan mengutarakan isi hatinya kepada sang ayah ketika mereka bertengkar bahkan ketika bertengkat di hadapan ibu. Tanpa mereka sadari, pertengkaran mereka membuat kondisi sang ibu memburuk dan terus memburuk setiap harinya.

Jomblo Ngenes vs Jomblo HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang