Harus (mulai) Terbiasa

8.8K 440 81
                                        

Selesai sholat subuh dan menyelesaikan pekerjaan rumah, Nailah masih setia menunggu Ilham di ruang tamu, ditangannya tidak pernah terlepas dari genggaman ponselnya dan berharap orang yang ditunggunya memberi kabar, akan tetapi tepat pukul 10 pagi gerbang rumah dibuka, Nailah refleks berlari membuka pintu, ia melihat suaminya menuju kearahnya yang sedang berdiri didepan pintu untuk menyambutnya.

Nailah menghampiri suaminya, terus menyalami punggung tangan Ilham dan langsung mengambil tas yang dibawa suaminya. Digandeng tangan suaminya menuju sofa. Nailah sedikit merasakan perubahan sikap Ilham terhadap dirinya, namun pikiran itu ia buang jauh-jauh. Mungkin sikapnya kali ini karena ia terlalu banyak pikiran di kantor.

"Diminum dulu mas" Nailah memberikan teh yang baru saja dibuatnya.

"Terima kasih maaf tak mengabari kamu, aku lembur dikantor dan handphone mas lowbat".

"Gakpapa kok mas" ucap Nailah berusaha tersenyum dan menahan rasa kecewa pada suaminya.

"Mas sudah makan?" lanjut Nailah.

"Sudah, ooh iya Nay. Mas akan sering keluar kota untuk mengurus perusahaan Pa Wahyu karena anak nya tidak terlalu tahu dengan bisnis"

Awalnya Nailah kecewa dengan pernyataan yang diberikan oleh Ilham, namun Nay berpikir bahwa itu adalah amanat dari almarhum dari Pa Wahyu dan ia harus memahami keadaan ini.

"Iya mas, semalam Abah memanggil Nay. Abah meminta Nay buat ngajar di kelas akhlak dan berhenti ngajar di TPA karena sudah ada ustadazh baru. Tapi Nay bilang Nay minta izin dulu sama Mas Ilham" Ilham mendengarkan penjelasan Nailah lalu ia berkata dalam hati jika dengan kegiataan di pesantren maka ia tidak terlalu bosan jika sering ia tinggal

"Kalo Nay setuju dan mau mengajar di kelas akhlak, mas kasih izin ko Nay" kata Ilham

"Terima kasih ya mas" sambil memeluk Ilham.

"Oiya Nay mas hari ini akan berangkat ke Jakarta, kami disini sendiri gak papa kan. Kalo takut kamu minta temani Nabil aja" ucapan Ilham mampu membuat perasaan Nailah kecewa, pasalnya hari ini iya ingin mengajak Ilham kesalonnya karena sudah lama tidak pergi kesana.

"Iya mas, emang berapa hari Mas akan di Jakarta?" tanya Nailah menahan tangisnya.

"Mas juga gak tau Nay, maafkan Mas ya Nay. Setelah ini Mas akan sibuk di kantor dan di Jakarta" ucap Ilham sembari mengusap pucuk kepala Nailah dengan lembut

"Iya Mas gak papa, ini demi kebaikan kita juga kan"Ilham hanya mengangguk ia merasa menjadi suami yang egois tetapi harus ia lakukan karena kondisi Aliya yang harus ia pioritaskan.

***
Beberapa hari kemudian
Hari ini rencana Nailah adalah pergi ke salonnya karena hampir dua bulan ia tak pergi kesalon. Sebelum pergi Nailah mengirimkan pesan ke pada Ilham untuk meminta izin pergi kesalon.

Nailah keluar gerbang psantren yang begitu tinggi dan megah menggunakan mobil Jazz merahnya.

"Assalamu'alaikum, Fit" ucap Nailah pada karyawan kesayangannya.

"Waalaikumsalam mba Nay, lama banget gak kesini. Fitri kangen tau" ucap gadis berjilba toska sambil memeluk Nailah.

"Iya maaf Fit, mba keasikan ngajar sampe lupa sama salon. Gimana salon?" kata Nailah menampilkan gigi putihnya.

"Alhamdulillah baik semuanya baik mba" ujar Fitri

"Alhamdulillah kalo gitu, saya keruangan dulu yah" pamit Nailah

Nailah sambil menyapa karyawan atau pelanggannya ketika berpapasan menuju ruangannya, ia juga memandang setiap sudut ruangan karena ia akui bahwa dirinya sangat merindukan tempat ini. Dari hasil salon ini ia mampu membantu mengurangi pengangguran bagi lingkungan sekitar, sehingga perempuan pun dapat menghasilkan uang.
Baru saja Nailah membuka pintu ruangannya, ia menatap sekeliling di dalam ruangan. Ia tertawa kecil ketika mendapati ruangannya yang hampir penuh dengan bunga mawar tak lupa juga dengan vasnya. Ada juga beberapa yang hampir layu namun tetap indah dipandang bagi Nailah. Nailah pun mengambil satu batang bunga mawar putih yang berada di atas mejanya, lalu tangan yang lain menggenggam telfon.
"Fit, tolong keruangan saya sebentar" titahnya melalui telfon
Tak berapa lama Fitri pun datang,"Kenapa mba?" tanya Fitri
"Sejak kapan bunga-bunga ini ada disini?"tanya Nailah sembari menciumi bau wnagi bunga mawar itu
"Kira-kira sekitar satu bulanan ini deh kayanya mba" kata Fitri berusaha mengingat
"Kamu tau siapa pengirimnya?" tanya Nailah
"Kurang tau mba, tetapi disetiap vas bung ada kertasnya dan saya gak berani buka mba"
"Oo yaudah, kamu kembali ketempat kamu yaa"titah Nailah pada Fitri
"Oh iya, mumpung mba ada disisni. Aku mau kenalin sama langganan baru kita yang pernah aku ceritaan itu loh" jelas Fitri
"Oo gitu, dia lagi tritmen yah, boleh deh nanti saya turun yaa" kata Nailah lalu Fitri meninggalkan Nailah seorang diri di dalam ruangannya.
Nailah memperhatikan bunga-bunga disini ia kagum sekali dengan bunga-bunga itu, walau sudah berhari-hari namun keadaannya masih bagus, karena ia yakin pasti karyawannya yang mengurus dan mengganti air disetiap bunga ini.
Nailah mengambil salah satu vas bunga mawar itu lalu ia mengambil surat yang berada di vas bunga itu ia begitu penasaran siapa nama pengirim itu, tidak mungkin Ilham suaminya karena untuk apa dia mengirim ke salonnya. Nailah mengira bunga-bunga ini adalah dari Zia sahabat karibnya karena hanya Zia yang mengetahui bahwa ia sangat menyukai bunga mawar putih ini.
Saat melihat nama dibalik kertas itu tak senagaja Nailah menjatuhkan vas bunga yang berada ditangannya hingga membuat semua basah oleh air yang berada di dalamnya.
"Kenapa bu?" tanya salah satu karyawan yang mungkin melintas di depan ruangan Nailah karena mendengar suara benda kaca yang jatuh ke lantai.
Nailah yang kaget dengan pertanyaan yang muncul tiba-tiba itu hingga ia mengeluarkan keringat dingin."Haa.. enggak gak papa kok" kata Nailah dengan terbata-bata.
"Ya sudah bu, saya panggilkan mba lina untuk membersihkan ini" katanya lalu pergi dari ruangna Nailah.
Sedangkan Nailah mematung di tempatnya, ia tak menyangka bahwa bunga-bunga ini dari Afraz. Untuk apa lelaki itu megirimi bunga sebayak in untuk dirinya. Nailah terduduk di meja karena menahan beban di kepalanya. Dengan cara apalagi ia mengatakan kepada lelak itu untuk melupakan dirinya.
Nailah berusaha untuk menetral dirinya karena ia ingin menemui pelanggan baru yang diceritakan oleh Fitri tadi, dengan tenaga yang ada ia menuruni satu persatu anak tangga lalu menghamipiri Fitri untuk mengantarkannya kepada orang itu lalu Fitri dan Nailah berjalan menuju wanita berhijab ungu yang sedang membetulkan hijabnya.
"Mba Aliya, ini mba Nailaj pemilik salon ini. Fitri tinggal dulu yah"
"Assalamu'alaikum Aliya, apa kabar?" tanya Nailah ramah .
"Waalaikumsalam Mba Nailah, alhamdulillah baik. Mba kok cantik sekali" pujinya.
"Kamu juga cantik, gimana dengan pelayanan disini. Apakah kamu puas"
"Alhamdulilah puas mba, tiga kali seminggu aku kesini loh mba. Karena pelayanan sangat memuaskan, apalagi pelayan nya semuanya perempuan gak ada waria" ucapnya dengan excited
"Alhamdulillah kamu puas, ini kan tritmen mu sudah selesai. Bagaimana kalo kita duduk disitu sambil minum". Aliya hanya mengangguk setuju.
"Kamu sudah menikah Aliya?" tanya setibanya dimini caffe yang berada di dalam salon itu.
"Alhamdulillah sudah Mba, pernikahan kami baru berjalan empat bulan"
"Alhamdulilah, suamimu bekerja apa?"
"Suamiku memiliki perusahaan dia juga menjalankan perusahaan almarhum Ayahku" jelasnya.
Nailah hanya menganggukan kepala."Apa kamu sedang hamil" sambil mengarahkan matanya ke perut Aliya.
"Alhamdulillah iya mba, mau jalan 10 Minggu"
"Beruntung sekali kamu Aliya, baru nikah sudah hamil. Sedangkan aku yang sudah mau dua tahun belum juga hamil" ucap Nailah menahan air matanya.
"Sabar mba Nay, insya allah segera mungkin mba akan cepet hamil. Percaya deh" ucapnya menyemangati Nailah."Oiya mba Nay suaminya kerja apa dan dimana mba?" lanjut Aliya.
"Suamiku juga seorang pengusaha, sekarang di lagi ditugaskan di perusahaan yang ada diJakarta, kalo suami kamu?"
"Suamiku kerja di sini juga mba, katanya gak mau jauh dari aku. Sebentar ya mba aku angkat telfon dulu" ucapnya saat mendengar suara handphone nya berbunyi.
Nailah hanya meminum jus nya dan sambil menatap dan mendengarkan Aliya yang sedang ditelfon suaminya.
"Maaf ya mba, biasa suamiku nelfon aku terus kalo lagi diluar rumah" Jelasn Aliya
"gak papa Aliya itu tandanya suamimu sayang, jangan panggil aku mba panggil saja Nay kayanya kita seumuran aja"
"Baiklah Nay," ucapnya sambil meminum minumannya.
"Oiya Al, tapi maaf sebelumnya tadi aku denger kamu manggiil suami kamu dengan sebutan nama Ilham memang namanya Ilham?" tanyanya dengan penasaran.
"Iyaa Nay, nama suamiku Ilham"
"Wahh bisa kebetulan sekali ya, nama suamiku juga Ilham"
"Kok bisa gitu ya, tapi semoga Ilham kita gak sama ya" ucapnya tertawa.
"Semoga" Nailah pun ikut tertawa.
Mereka bercerita tentang kehamilan yang di alami oleh Aliya, Nailah banyak bertanya apa saja yang Aliya makan ketika sedang hamil atau sebelum hamil. Perubahan setelah hamil dan sebelum hamil. Banyak yang Nailah tanyakan agar ia mendapatkan sumber yang memang kongkrit

 Banyak yang Nailah tanyakan agar ia mendapatkan sumber yang memang kongkrit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jazakumullah Khairan katsiiraa buat kalian yang sudah membaca.

Typo masih bertebaran, maafkeun🙏.

Gimana pendapat kalian tentang keputusan Nailah di part ini?

NailahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang